Juru bicara Covid-19, Achmad Yurianto memberikan pujian dan appresiasi untuk Aceh dalam hal penanganan penyebaran covid-19 dan tidak adanya kasus baru. Pujian dan appresiasi ini menjadikan Aceh sebagai daerah percontohan bagi provinsi lain dalam pencegahan covid-19.
Disaat jumlah warga Indonesia (data nasional) yang terpapar covid-19 semakin meningkat dari hari kehari, di Aceh sendiri tidak ada penambahan kasus positif ataupun meninggal dalam rentang waktu bulan April sampai dengan bulan Mei 2020. Data terakhir pada saat tulisan ini dibuat yang diambil dari sumber website pemerintah Aceh, terdapat 19 Positif dengan 17 Sembuh, 1 meninggal dan 1 masih dalam perawatan (26/5/2020).
Ada salah satu kalimat pujian yang diberikan Achmad Yurianto kepada masyarakat Aceh adalah adanya “Masyarakat yang patuh” dengan anjuran pemerintah dan melaksanakannya dengan baik. Bahkan dalam satu redaksi yang dimuat media online, Achmad Yurianto menyebutkan “Aceh adalah salah satu Provinsi yang luar biasa Masyarakatnya Patuh”.
Makna pujian ini menyatakan dengan lugas bahwa Masyarakat Aceh sangat patuh terhadap anjuran pemerintah yang tercantum dalam Protokol Pencegahan Penyebaran Covid-19, beberapa diantaranya yaitu memakai masker, menghindari keramaian, menerapkan physical Distancing (jaga jarak), cuci tangan dengan rutin dan memperkuat imunitas tubuh.
Pemerintah Aceh sendiri dalam suatu pernyataan (29 Maret 2020), menyatakan akan mempersiapkan tanah untuk kuburan massal covid-19. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Aceh juga mengkhawatirkan Covid-19 akan meledak di Aceh (17 April 2020).
Jika melihat segala aturan dalam pencegahan penyebaran covid-19, penulis berani mengambil kesimpulan, hanya Sebagian kecil masyarakat yang melaksanakan dan mematuhinya.
Padahal, data secara nasional masyarakat Indonesia yang terpapar covid-19 periode April s.d Mei 2020 telah mencapai 20 ribu orang. Sedangkan Aceh, jika dilihat berdasarkan grafik, tidak ada pergerakan untuk data orang meninggal dan penambahan kasus baru.
Penulis coba melist beberapa kegiatan dan tradisi masyarakat Aceh pada periode April s.d Mei 2020 yang berpotensi terjadinya pelanggaran pencegahan penyebaran covid-19.