Mohon tunggu...
Ridwan Hidayat
Ridwan Hidayat Mohon Tunggu... Seni

Amorfati Fatum Brutum

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kericuhan Viral, DPR Belasungkawa

30 Agustus 2025   10:04 Diperbarui: 30 Agustus 2025   10:13 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 1 : Ucapan belasungkawa pengemudi ojek online yg menjadi korban oleh ketua DPR RI PUAN MAHARANI

Beberapa hari terakhir, Indonesia diguncang gelombang protes besar-besaran yang melibatkan mahasiswa, buruh, dan masyarakat umum. Aksi ini dipicu oleh kemarahan publik terhadap insiden tragis yang menimpa seorang pengemudi ojek online saat unjuk rasa di Jakarta, yang kemudian menjadi isu viral di media sosial. Di balik tragedi ini, demonstran menyorot isu-isu penting: kenaikan tunjangan anggota DPR yang mencapai puluhan juta per bulan, ketimpangan ekonomi yang semakin melebar, serta kebijakan pemerintah yang dianggap tidak sensitif terhadap kondisi rakyat.

Polisi di lapangan hanyalah pelaksana. Mereka menjalankan tugas sesuai perintah, namun sorotan publik sering terpusat pada mereka sebagai pihak yang "bersalah." Sementara itu, DPR dan pejabat terkait, yang seharusnya bertanggung jawab atas keselamatan warga dan pengawasan aparat, tetap berada di zona nyaman, seolah tragedi ini tidak ada hubungannya dengan keputusan mereka.

Distraksi ini efektif. Energi rakyat terkuras untuk menyorot wajah berseragam di jalan, sementara perhatian terhadap DPR dan pejabat yang seharusnya bertindak tetap minim. Demo yang awalnya menuntut keadilan, transparansi, dan pertanggungjawaban atas isu-isu ekonomi, tunjangan, dan keselamatan publik, berubah menjadi tontonan "rakyat vs polisi," padahal akar masalah sebenarnya berada di tingkat pengambilan keputusan dan pengawasan aparat.

Yang lebih ironis, DPR menyampaikan belasungkawa. Kata-kata itu terasa hampa, karena mereka sendiri memungkinkan masalah muncul melalui pengawasan yang lemah dan respon yang lambat terhadap isu yang menjadi viral. Drama ini mirip sinetron: DPR sebagai penulis skenario, polisi menjadi antagonis, rakyat hanya figuran yang diminta "jangan baper."

Demo yang seharusnya mengetuk pintu DPR berhenti di pagar kawat. Rakyat lelah, polisi menahan diri di lapangan, sementara wakil rakyat hanya mengetik caption "turut belasungkawa" di media sosial. Masalah asli tetap aman di kursi empuk, sementara tuntutan rakyat tidak pernah tersampaikan secara langsung.

Jika pola ini terus dibiarkan, publik seolah dipaksa berfokus pada aparat, bukan pada pihak yang seharusnya bertanggung jawab. Yang menciptakan masalah bukan yang memegang tameng, tapi yang memegang palu sidang. DPR tetap tersenyum, karena sekali lagi, fokus publik teralihkan---dari isu viral yang nyata ke kericuhan di jalan.

Ditulis oleh Ridwan Hidayat "saya bukan penyampai yang fasih, bukan pula pembicara apalagi pendengar yang sempurna. Saya hanya percaya, dalam diam ada surga kecil bernama keheningan. Dan lewat tulisan inilah saya belajar berbicara, sebab setiap kata adalah jejak seorang penulis dan saya percaya, penulis yang hebat lahir dari keberanian menuliskan keresahan".

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun