Mohon tunggu...
Rido Nugroho
Rido Nugroho Mohon Tunggu... Lainnya - Public Policy and ESG Enthusiast

Tulisan adalah awal dari perubahan, tulisan dapat memengaruhi pikiran, hati, dan tindakan orang banyak. Semua dimulai dari tulisan untuk merubah dunia yang lebih baik

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

ESG Meningkatkan atau Melemahkan Daya Saing?

6 Februari 2024   10:40 Diperbarui: 6 Februari 2024   10:55 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Isu keberlanjutan mendorong perusahaan-perusahaan beralih dari prinsip shareholder capitalism yang hanya memberikan keuntungan bagi kepentingan pemegang saham ke stakeholder capitalism yang memberikan manfaat lebih luas bagi seluruh pemangku kepentingan.

Menurut Bloomberg Intelligence , aset ESG global dapat melebihi $53 triliun pada tahun 2025.

Isu keberlanjutan kini menjadi semakin mendesak dan relevan bagi dunia bisnis. Banyak perusahaan yang mulai beralih dari prinsip shareholder capitalism, yang hanya memberikan keuntungan bagi kepentingan pemegang saham, ke stakeholder capitalism, yang memberikan manfaat lebih luas bagi seluruh pemangku kepentingan, termasuk lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG).

Dengan demikian, perusahaan-perusahaan tersebut dapat menciptakan nilai jangka panjang yang berkelanjutan dan sejalan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs). Menurut Bloomberg Intelligence, aset ESG global dapat melebihi $53 triliun pada tahun 2025, menunjukkan potensi dan tren yang menguntungkan bagi stakeholder capitalism.

Lalu apakah ESG melemahkan atau meningkatkan daya saing perusahaan?

Kekhawatiran bahwa penekanan berlebihan pada ESG dapat merugikan daya saing perusahaan tidaklah salah. Faktanya, terdapat pertanyaan yang sahih mengenai apakah, jika suatu perusahaan mengerahkan terlalu banyak energi untuk mencapai tujuan-tujuan ESG, maka perusahaan tersebut berisiko kehilangan fokusnya pada pertumbuhan, pangsa pasar, dan keuntungan.

Pada bulan Maret 2021, misalnya, Emmanuel Faber, CEO dan Chairman Danone, mengundurkan diri di tengah tekanan dari aktivis investor, yang salah satunya menyatakan bahwa Faber "tidak berhasil mencapai keseimbangan yang tepat antara penciptaan nilai pemegang saham dan keberlanjutan.

Secara umum, jika sebuah perusahaan terlalu berfokus pada ESG, perusahaan tersebut akan kesulitan bersaing dengan perusahaan-perusahaan dari negara-negara yang standarnya kurang ketat, seperti Tiongkok.

Namun jika sebuah perusahaan tidak cukup fokus pada ESG, maka perusahaan tersebut berisiko tertinggal di pasar, kehilangan dukungan dari karyawan, pelanggan, dan investor, dan bahkan berpotensi kehilangan izin untuk berdagang di lingkungan dengan peraturan/ESG yang lebih ketat, seperti Amerika Serikat dan Eropa.

Menemukan keseimbangan yang tepat akan sulit karena parameternya akan bervariasi antar sektor dan geografi, serta seiring berjalannya waktu. Hal yang penting adalah dewan secara konsisten meninjau kembali fokus mereka pada ESG dan menilai apakah mereka mampu mengelola trade-off yang ada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun