Mohon tunggu...
Ridho Rizqi Ramadhoni
Ridho Rizqi Ramadhoni Mohon Tunggu... mahasiswa

mahasiswa antropologi budaya universitas gadjah mada, gemar menulis artikel dan review artikel

Selanjutnya

Tutup

Trip

Barikan Kubro: Warisan Budaya Tak Benda Sepanjang Garis Pantai Karimunjawa

15 Juli 2025   22:00 Diperbarui: 15 Juli 2025   21:56 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Karimunjawa, 10 Juli 2024---Suara pukulan gong di perempatan desa sebagai pertanda dibukanya kirab festival budaya Barikan Kubro Karimunjawa yang akan dilaksanakan tiga hari ke depan hingga hari Sabtu nanti. 

Karimunjawa yang sebagian besar orang mengenalnya sebagai destinasi wisata bahari Jawa Tengah, pada pekan ini menampilkan wajah lainnya yakni sebagai pusat kebudayaan pesisir yang terus hidup dan dinamis. Melalui Barikan Kubro, festival ini telah menjadi Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) yang ditetapkan oleh Kemendikbudristek pada tanggal 20-22 Agustus (Antara, 2025). Event ini menegaskan bahwa kekayaan identitas Karimunjawa tidak hanya terletak pada keindahan bawah laut  terumbu karang dan garis pantai pasir putih sepanjang pulau tetapi juga dalam semangat gotong royong masyarakat, ritus adat, dan ekspresi seni kolektif yang menyatu di sepanjang garis pantai. Selama tiga hari ke depan warga dari berbagai RT akan terus meramaikan alun-alun Karimunjawa dengan serangkaian prosesi budaya. 

Pada hari pertama, rangkaian Barikan Kubro dibuka secara simbolis di perempatan desa dengan dentang gong yang dipukul oleh petinggi desa, disertai sambutan yang menegaskan makna budaya acara ini: "Barikan Kubro telah menjadi Warisan Budaya Tak Benda, harapannya bisa terus dilestarikan, karena Karimunjawa tidak hanya indah secara alamiah, tetapi juga kaya akan budaya yang harus dijaga bersama." Usai pembukaan, kirab festival budaya digelar mengelilingi desa Karimunjawa, melibatkan seluruh RT dengan semarak arak-arakan buceng dan tumpeng yang dihias secara kreatif. Kirab tersebut sekaligus menjadi ajang perlombaan antarkelompok RT dalam dua kategori, yakni kekompakan barisan pawai dan keindahan hiasan tumpeng, yang semuanya bermuara di alun-alun Karimunjawa sebagai pusat perayaan hari pertama.

Dokumentasi Danindra Octa Kusuma
Dokumentasi Danindra Octa Kusuma

Pada hari kedua Barikan Kubro, semarak budaya berlanjut dengan digelarnya Panggung Merdeka---sebuah panggung terbuka yang menjadi ruang ekspresi bagi berbagai sanggar seni yang tumbuh di Karimunjawa. Gelaran dimulai dengan penampilan atraktif dari kelompok pencak silat, memadukan kekuatan fisik dan nilai-nilai tradisi. Setelah itu, panggung diisi secara bergantian oleh pertunjukan tari dari berbagai sanggar  seni dan dari berbagai suku  yang mewakili RT dan RW se-Karimunjawa, menyuguhkan ragam gerak dan busana yang mencerminkan kekayaan budaya pesisir. Puncak malam ditandai dengan pertunjukan drama tari, sebuah kolaborasi teatrikal yang memadukan narasi lokal dan ekspresi artistik dalam gerak. Menariknya, seluruh penampil---mulai dari anak-anak SD hingga orang dewasa---terlibat aktif dalam setiap pertunjukan, memperlihatkan bahwa warisan budaya tidak hanya dijaga oleh para orang dewasa, tetapi juga ditanamkan dan diwariskan lintas usia. Panggung ini menjadi bukti bahwa Barikan Kubro bukan sekadar perayaan, melainkan ruang belajar kolektif untuk menjaga denyut kebudayaan Karimunjawa tetap hidup dan relevan sepanjang zaman.

Hari ketiga Barikan Kubro ditutup dengan Malam Budaya Pesisir yang menampilkan pertunjukan seni dari berbagai daerah di pesisir utara Jawa. Acara dibuka dengan tari "Asmara Putri Kirana" oleh Sanggar Jaladri Karimunjawa, disusul "Trilogi Budaya Dugder" dari Tirang Community, dan sambutan dari tokoh masyarakat. Deretan penampilan berlanjut dengan tari "Nara Kera" (Blora), "Lelarung" (Rembang), sendratari "Legenda Buyut Gimbal" (Kudus), "Jamu Coro" (Demak), hingga "Batik Bakaran" (Pati). Sorotan malam jatuh pada tari "Angin Anak Edor" dari Sanggar Rajawali Karimunjawa yang mengusung semangat pesisir dalam bahasa artistik anak muda. Tirang Community menutup malam dengan tari "Pesisiran" sebagai penegas identitas budaya Karimunjawa yang terbuka, dinamis, dan terus menghidupi warisan seni leluhur.

Pemerintah berharap bahwa event seperti ini harus terus dilanjutkan karena menjadi ajang untuk mempromosikan potensi pariwisata dari masing-masing daerahnya. Lewat gelaran budaya seperti Barikan Kubro Karimunjawa, kekayaan lokal tidak hanya ditampilkan kepada masyarakat setempat, tetapi juga kepada wisatawan domestik dan mancanegara yang hadir---yang mana kita tahu bahwa Karimunjawa dan daerah penampil dalam Pakudjembara banyak dikunjungi oleh turis asing. Dengan begitu, festival ini menjadi momen strategis untuk memperkenalkan sisi lain Karimunjawa, tidak hanya sebagai destinasi wisata bahari, tetapi juga sebagai ruang budaya yang hidup, otentik, dan sarat nilai-nilai lokal yang patut dilestarikan bersama.

Nazaruddin, A. (2024). Macan Kurung dan Barikan Karimunjawa jadi warisan budaya tak benda . Jepara: Antara News Jateng. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun