resesi ekonomi besar-besaran secara global. Resesi ekonomi tersebut disebabkan oleh dampak berkelanjutan dari ketegangan geopolitik. Ketegangan geopolitik yang dimaksud adalah perang antara negara Rusia dengan negara Ukraina.
Akhir-akhir ini dunia internasional heboh karena mendapatkan ramalan buruk pada tahun 2023 mendatang. Pasalnya, pada tahun 2023 nanti diprediksi akan terjadiSeperti yang kita tahu, Rusia dan Ukraina memiliki peran penting dalam kemajuan perekonomian dunia internasional. Negara Rusia merupakan produsen sekaligus pengekspor minyak terbesar ketiga di dunia, pengekspor batu bara terbesar ketiga di dunia, dan pengekspor gas alam terbesar kedua di dunia. Sedangkan Negara Ukraina merupakan pengekspor minyak bunga matahari terbesar, pengekspor jagung terbesar keempat, dan pengekspor gandum terbesar kelima di dunia.
Adanya ketegangan geopolitik antara Rusia dan Ukraina, mengakibatkan pertumbuhan ekonomi global sangat terganggu. Beberapa harga komoditas di beberapa negara melonjak naik, karena aktivitas ekspor Rusia dan Ukraina terganggu. Salah satu komoditas seperti BBM yang melonjak naik, akan berimbas pada harga komoditas lainnya seperti bahan pangan karena BBM merupakan salah satu kunci utama untuk melakukan distribusi. Kenaikan harga barang tersebut akan mengakibatkan inflasi pada beberapa negara. Untuk mengatasi inflasi tersebut, pemerintah melalui bank sentral di berbagai negara akhirnya menaikkan acuan suku bunga.
Lalu bagaimana Indonesia menghadapi resesi tahun depan?
Indonesia sudah pernah melewati masa krisis global 1998, krisis global 2008, dan pandemi covid-19. Sektor yang mampu membuat Indonesia bertahan terhadap krisis tersebut adalah Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM). UMKM menjadi sektor perekonomian yang perlahan namun pasti, menjadi garda terdepan menyelamatkan Indonesia dari krisis.
Menurut data BPS, meskipun jumlah UMKM pasca krisis ekonomi 1998 menurun sebesar 7,42 persen, tetapi pertumbuhan sumbangan PDB UMK naik drastis sebesar 52,24 persen dan pertumbuhan nilai ekspor naik sebesar 76,48 persen. Hal ini menjadi bukti bahwa UMKM tahan terhadap krisis ekonomi dan menjadi harapan saat resesi nanti.
Pada tahun 2019, Kementrian Koperasi dan UKM mencatat bahwa jumlah UMKM di Indonesia sebanyak 65,47 Unit. Dengan rincian 64,6 juta unit usaha mikro, 798.679 unit usaha kecil, dan 65.465 unit usaha menengah. UMKM telah memberikan kontribusinya terhadap PDB sebesar 61,51 persen atau senilai Rp9.580.762,7 miliyar. Mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 96,92 persen dan menghimpun 60,03 persen dari total investasi.
Alasan UMKM mampu membawa Indonesia bebas dari resesi
Alasan pertama UMKM mampu bertahan terhadap krisis global yaitu karena UMKM kurang bergantung terhadap nilai dolar. Jadi, naik turunnya nilai dolar di dunia tidak akan berpengaruh ber terhadap pergerakan UMKM yang ada di Indonesia.
Lalu alasan kedua yaitu UMKM pada umumnya bergerak pada sektor barang dan jasa yang menjadi kebutuhan masyarakat sehari-hari. Sehingga, meskipun daya beli masyarakat merosot saat krisis ekonomi, namun permintaan barang dan jasa kepada UMKM tidak terlalu signifikan.
Alasan berikutnya, sumber daya UMKM pada umumnya menggunakan keseterdiaan lokal. Mulai dari modal investasi, tenaga kerja, bahan baku, teknologi dan peralatan menggunakan sumber daya sekitar. Sehingga, mereka tidak bergantung pada barang impor, mereka bisa berjalan tanpa harus menambah rasio impor PDB.