Mohon tunggu...
ridho putraramadhan
ridho putraramadhan Mohon Tunggu... Penulis

Mahasiswa S1 Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ternyata Bukan Agama! Ini Akar Sebenarnya dari Konflik di Dunia Muslim

5 Oktober 2025   22:31 Diperbarui: 5 Oktober 2025   22:31 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Konflik seolah sudah menjadi bagian yang tidak bisa dilepaskan dari perjalanan hidup manusia. Sejak dulu, pertikaian hadir dalam berbagai bentuk. Mulai dari perselisihan kecil antarindividu, masalah dalam keluarga, hingga benturan besar di tingkat sosial dan politik. Al-Qur'an sendiri menggambarkan kenyataan ini, bahwa permusuhan dan perselisihan adalah potensi yang selalu ada dalam kehidupan manusia. Namun, di balik itu, Islam justru menekankan pentingnya perdamaian. Rasulullah SAW mencontohkan bagaimana menjaga hubungan baik antarsesama, bahkan dalam urusan politik sekalipun, demi kemaslahatan umat. Nilai-nilai kasih sayang dan kedamaian inilah yang ditegaskan dalam Al-Qur'an dan Hadis, di mana Islam hadir sebagai rahmat bagi seluruh alam, tanpa memandang perbedaan agama, bangsa, maupun ras. Meski perang pernah dibenarkan dalam kondisi tertentu, Islam menempatkan damai dan diplomasi sebagai jalan utama.

Pertanyaannya, di tengah konflik yang terus mewarnai dunia Islam hingga kini, masih mungkinkah kita mewujudkan diplomasi yang adil dan damai?

Akar Permasalahan

Akar dari berbagai konflik yang terjadi tidak bisa dilepaskan dari campuran faktor politik, ekonomi, identitas, serta pengaruh globalisasi dan media yang semakin memperkeruh keadaan. Dari sisi politik, masalah sering berawal dari perebutan kekuasaan antar elit atau kelompok tertentu. Dalam situasi ini, pemerintah yang seharusnya hadir sebagai penengah justru kerap berubah menjadi rezim otoriter yang lebih mementingkan kelanggengan kekuasaannya dibanding kesejahteraan rakyat. Tidak jarang pula intervensi asing ikut masuk dengan alasan membantu stabilitas, padahal memiliki kepentingan tersembunyi. Hal ini membuat masalah semakin rumit karena konflik dalam negeri bercampur dengan tarik-menarik kepentingan global.

Faktor ekonomi juga menjadi bahan persoalan utama. Ketimpangan sosial yang semakin melebar menimbulkan kecemburuan dan rasa ketidakadilan. Kelompok yang merasa termarjinalkan akhirnya mudah tersulut untuk melawan. Perebutan sumber daya alam seperti minyak, gas, atau tambang juga menambah panasnya konflik karena setiap pihak merasa berhak menguasainya demi keuntungan sendiri. Akibatnya, kemiskinan meluas dan masyarakat kecil semakin sulit memenuhi kebutuhan dasar. Situasi ini menciptakan lingkaran setan, di mana kemiskinan melahirkan keresahan, keresahan memicu perlawanan, lalu perlawanan berujung pada konflik yang berkepanjangan.

Sementara faktor identitas juga tidak kalah penting. Perbedaan agama, aliran, maupun etnis sering kali dijadikan alasan untuk membenarkan permusuhan. Misalnya, sektarianisme antara kelompok Sunni dan Syiah yang terus dipelihara oleh pihak-pihak tertentu demi keuntungan politik. Perbedaan etnis pun bisa menjadi sumber gesekan yang besar, apalagi ketika ada radikalisme yang masuk dan mengklaim kebenaran tunggal. Hal ini memperkuat stereotip serta memperlebar jurang perpecahan di tengah masyarakat.

Pengaruh globalisasi dan media semakin memperparah keadaan. Informasi yang beredar di media sosial atau pemberitaan sering kali tidak utuh, bahkan cenderung provokatif. Alih-alih meredakan ketegangan, informasi tersebut justru memicu kebencian dan memperkuat prasangka antar kelompok. Arus globalisasi juga membawa masuk ide-ide yang kadang tidak sesuai dengan konteks lokal, sehingga menimbulkan gesekan baru. Akhirnya, konflik yang seharusnya bisa diredam malah semakin meluas karena setiap pihak merasa mendapatkan legitimasi dari narasi global maupun media.

Resolusi Konflik

Menyelesaikan konflik yang kompleks membutuhkan peran bersama, baik dari komunitas internasional, lokal, maupun pendekatan berbasis nilai agama. Dari sisi internasional, peran diplomasi sangat penting untuk membangun ruang dialog yang lebih luas. Organisasi Kerjasama Islam (OKI) dapat menjadi wadah utama bagi negara-negara Muslim untuk mencari titik temu, memperkuat solidaritas, serta menekan pihak-pihak yang memperkeruh konflik. Selain itu, mediasi dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) maupun negara netral juga diperlukan agar proses perdamaian memiliki legitimasi global. Kehadiran mediator internasional ini berfungsi untuk mengurangi kecurigaan dan membangun jembatan komunikasi di antara pihak-pihak yang bertikai.

Namun, perdamaian tidak bisa hanya digantungkan pada aktor internasional. Peran lokal justru lebih penting karena konflik terjadi di tingkat akar rumput. Dialog antaragama dan antarkelompok harus diperkuat agar stereotip yang memicu kebencian dapat dikikis secara perlahan. Inisiatif masyarakat sipil juga berperan besar, misalnya dengan menghadirkan pendidikan perdamaian di sekolah maupun komunitas, serta membangun forum lintas sektarian yang mendorong kerja sama nyata. Upaya ini menumbuhkan rasa saling percaya dan menciptakan fondasi sosial yang lebih kuat untuk perdamaian jangka panjang.

Selain itu, pendekatan berbasis nilai Islam bisa menjadi landasan moral yang kokoh. Konsep islah (perdamaian) dan ukhuwah (persaudaraan) dapat dijadikan pijakan untuk menekankan pentingnya persatuan di atas perbedaan. Teladan Rasulullah dalam Piagam Madinah juga bisa dijadikan model resolusi konflik yang menghargai keberagaman, membangun keadilan, dan mengutamakan kemaslahatan bersama. Dengan menggabungkan peran internasional, lokal, dan nilai Islam, peluang terciptanya perdamaian yang berkelanjutan menjadi lebih besar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun