Mohon tunggu...
Ridha Afzal
Ridha Afzal Mohon Tunggu... Perawat - Occupational Health Nurse

If I can't change the world, I'll change the way I see it

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Barang Mahal Berharga Murah, Jangan Beli!

30 Juni 2020   18:47 Diperbarui: 30 Juni 2020   18:50 564
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pembaca,

Suatu hari saya berkunjung ke rumah seorang kenalan, seorang senior di sebuah kota di Jawa Timur. Memasuki rumahnya, yang luasnya tergolong di atas rata-rata untuk ukuran rakyat menengah, saya melihat pemiliknya suka dengan koleksi barang.

Saya perhatikan di mana-mana, di dalam rumah penuh barang. Lantai satu dan lantai dua.  Rumah kelihatan 'penuh'. Batin saya, 'Orang ini pasti semua pasti punya semua barang kebutuhan rumah tangga". 

Namun saya juga mikir, mungkin beliau tidak punya gudang. Sehingga di lorong-lorong pinggir jalan kecil, misalnya dari ruang tamu ke dapur, dapur ke kamar mandi, ke kamar tidur, ada banyak barang numpuk.

Bagaimana dulu membelinya?

 *****
Saya ingin sharing pengalaman tentang kiat beli membeli barang-barang. Saya yakin pembaca pasti banyak yang lebih lihai dari saya tentang bagaimana cara memilih produk. Memilih produk itu gampang-gampang susah.

Gampangnya adalah jika syaratnya sudah terpenuhi dan punya toko langganan atau penjual yang sudah dipercaya. Susahnya, jika kita tidak tahu apakah barang ini berkualitas atau tidak. Terutama saat kita jalan-jalan, tour atau wisata. Maka harus dibedakan, antara membeli barang-barang elektronik, kebutuhan rumah tangga lain, pakaian atau makanan.

*****
Kapan itu tiba-tiba HP saya gelap. Tidak ada gambar sama sekali. Umurnya lebih dari setahun. Tidak pernah jatuh. Nyaris tidak pernah ada gangguan. Baru pertama kali ini. Mulanya saya upload file yang besar. Sesudah itu mati. Saya coba restart, tidak ada perubahan.

Untungnya, saya masih bawa serta strok pembelian. Bahkan kotaknya saya bawa serta. Saya coba temui seorang teknisi di sebuah toko elektronik tidak jauh dari rumah. Oleh mereka saya disarankan untuk pergi ke Showroom nya, di kota.

Karena saya sangat butuh, HP satu-satunya, langsung menuju ke showroom sore itu juga. Tidak sulit mencarinya, karena jelas alamat dan letaknya di jalan besar di kota. Untungnya toko sepi. Musim Corona lagi. tidak perlu menunggu lama, saya langsung dilayani.

Kurang lebih 5 menit saya menunggu, barang sudah selesai 'direparasi'. Katanya, tidak ada masalah dengan HP saya. Customer service nya bilang. free of charge, gratis. Saya semula agak heran. Belinya di Aceh, layanan service di Malang, tapi digratiskan. Padahal tadinya saya fikir minimal harus bayar biaya service atau jasa layanan, biasanya berkisar Rp 50 ribu sampai Rp 75 ribu.


Sebagai pelanggan, saya sangat puas. Padahal, betapapun harus bayar, saya bersedia.

HP saya bukan produk mahal, tetapi lumayan, di atas standard mahasiswa lah. Untuk ukuran kantong, harganya bisa dua kali gaji yang saya terima sebagai pemula. Guna membelinya, saya butuh rencana keuangan dan waktu beberapa bulan. HP ini 'nilainya' mahal bagi saya.  

Saya membeli produknya bukan untuk gaya-gayaan. Saya membeli sesuai kebutuhan, tahan lama, dan berkualitas (terkini dan memiliki aplikasi sesuai kebutuhan zaman). Tiga syarat ini saya kedepankan. 

Biasanya, produk-produk begini memberikan jaminan service. Makanya saya suka. Membeli produk elektronik, saya suka yang begini ini.  


*****  

Untuk kebutuhan rumah tangga umum, misalnya alat-alat dapur atau kebutuhan bangunan, pertukangan, saya punya selera sendiri. Cat misalnya, saya lebih suka yang berkualitas meski harganya sedikit lebih mahal. Masalahnya, cat-cat yang murah, selain hasil tidak maksimal, kadang bikin jengkel.

Demikian pula untuk kebutuhan alat-alat pertukangan. Bukan karena apa sih. Tapi produk-produk murah tidak jarang menjengkelkan juga. Mulai dari yang mudah karatan, gampang rusak, mudah patah, hingga tidak tahan lama.

Pisau saja misalnya, pasti beda lah yang buatan Jerman dengan China. Saya milih yang baik bukan karena kebanyakan uang, tetapi barang yang bagus kualitasnya, tahan lama dan kuat, memberikan kepuasan dan hasil yang baik serta investasi.

Dengan begitu, kita tidak perlu sering membeli. Tidak sedikit orang yang cari barang yang harganya murah meriah. Namun karena sering rusak, kualitas rendah, kadang mereka harus membeli berkali-kali barang yang sama. Bukankah ini pemborosan?

*****
Soal pakaian juga demikian. Selera saya bukan selera artis. Tetapi tetap punya pilihan. Ada yang untuk kepentingan pertemuan resmi, rekreasi, ngantor atau di rumah. Untuk kepentingan yang tahan lama, saya suka yang sedikit berkualitas. Biasanya bahan nya beda. Agak mahal tapi gak luntur, jahitan kuat serta dari bahan yang 'halus'. 

Namun untuk kepentingan sesaat seperti main atau rekreasi, saya tidak perlu milih-milih. Cari yang harganya boleh saya sebut '100 dapat 3', tidak masalah meski di pinggiran jalan.

Saya sering melihat produk promo di mall-mall terkait pakaian ini. Saya tidak pernah tertarik dengan apa itu 'Sales'. Khususnya weekend. Mereka naikkan dulu harganya kemudia di-mark up harganya. Sorry saya mengatakan, ini 'tipuan'. Mulai dari yang Rp 100 dapat tiga atau yang 'Beli satu dapat free satu'.

Pakaian-pakaian, sepatu, sandal dan sejenisnya, saya tidak pernah percaya dengan harga yang dipoles.

Ada empat alasan yang membuat saya tidak percaya. Pertama, penjual pasti tidak ingin rugi. Kedua mereka kelebihan stock. Ketiga, ada defect atau kerusakan. Keempat, sudah lama atau ketinggalan zaman. 

Bukan su'udzon, namun bisa dipastikan setiap pengusaha memiliki prinsip yang sama: pengeluaran kecil, untung besar.

*****
Soal makanan juga demikian. Di dekat rumah, beberapa hari terakhir ini sebuah toko yang jual Pizza, sedang mengadakan promo. Dalam hati saya bertanya, pasti ada sesuatu. Sekali lagi, tidak ada prinsip pengusaha yang ingin rugi.

Ingat, Corona sedang berlangsung. Masa tiga bulan lalu, hampir semua outlet makanan/restaurant tutup, mengalami krisis pembeli. Padahal stock mereka banyak disimpan di Freezer. Masak mau dibuang? Sayang kan?

Nah, inilah salah satu contoh bagaimana cara jitu menjual makanan. Bahan aslinya yang fresh tidak kelihatan. Kalau harus beli lagi, memang rasanya lebih enak, karena fresh. Tetapi bagaimana dengan stock lama? Tidak ada jalan lain kecuali promo. Dengan harga yang 'murah', pelanggan pasti datang. Bahan dicampur, harga diturunkan, untung tetap. Mana kita tahu?

Benar dugaan saya. Pembeli ramai seminggu terakhir ini. Pembeli tidak tahu, apakah bahan yang digunakan fresh atau sudah 'expired'. Sorry saya mengatakan. Tetapi masuk di akal kan? Makanya saya hindari setidaknya tiga bulan ke depan tidak makan di restaurant cepat saji karena alasan Covid-19 ini.  


****  

Intinya, kalau mau investasi, sebaiknya membeli barang sesuai kebutuhan. Untuk kebutuhan jangka panjang, pilih yang berkualitas, tahan lama. Mungkin harganya sedikit lebih mahal, namun puas. Kedua, jangan cepat percaya dengan harga promosi
.

Tidak ada barang bagus yang harganya murah. Harga promo itu pasti ada alasan. Pengusaha di dunia ini tidak pernah punya alasan ingin membantu pembeli yang tidak mampu secara finansial. Kecuali niatnya Sadaqah......


Enjoy shopping .....

Malang, 30 June 2020
Ridha Afzal

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun