Mohon tunggu...
Rico Ricardo Lumban Gaol
Rico Ricardo Lumban Gaol Mohon Tunggu... Energi terbarukan bukanlah energi alternatif, melainkan jawaban dari kerisauan kedepannya. Kehadiran pemulung adalah lambang ketidakmampuan kita mengelola sampah yang bertanggung jawab.

Community Development Expert bidang Sustainability khususnya Energi Terbarukan, Waste Management, dan Pertanian Berkelanjutan. Dari 2015-2021 masuk keluar wilayah 3T. Salam kenal

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bisakah Indonesia Mengelola Sampahnya Sendiri?

22 Mei 2025   07:01 Diperbarui: 22 Mei 2025   07:58 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kondisi sampah nasional (Sumber: dokumen pribadi)

Menuju Indonesia Bebas Sampah: Refleksi dari Praktik Lapangan dan Langkah Nyata ke Depan

Tak bisa dipungkiri, krisis sampah di Indonesia semakin mengkhawatirkan. Dari kota besar hingga pelosok desa, tumpukan plastik dan limbah organik menanti solusi yang tak kunjung menetas. Sebagai seseorang yang telah bertahun-tahun mengikuti perkembangan permasalahan keberlanjutan dan pengelolaan sampah---baik di kampus maupun dalam proyek komunitas---saya ingin berbagi pemikiran dan pengalaman nyata yang terbukti di lapangan. Semoga ini membuka diskusi dan mendorong kita bersama bergerak lebih cepat.

Menyusuri Akar Permasalahan

Dalam beberapa tahun terakhir, saya turun langsung ke lapangan: membina inisiatif pengelolaan sampah kampus, memfasilitasi pelatihan pemberdayaan pemulung, hingga mengobservasi alur sampah di lingkungan sekitar. Dari situ, saya menangkap setidaknya empat tantangan utama:

  1. Paradigma Linear
    Masyarakat masih menganggap sampah seutuhnya sampah dan tidak bisa diapa-apakan lagi---tanpa sadar bahwa ada sampah yang bisa disebut bukan sampah melainkan material dasar ketika kita berikan kesempatan kedua seperti pengomposan, guna ulang, dan daur ulang .

  2. Budaya Konsumtif Tanpa Akuntabilitas
    Masyarakat semakin tergoda produk sekali pakai---tanpa sadar bahwa plastik sekali pakai sejatinya belum 'habis' bahkan setelah kita buang. Belum ada rasa tanggungjawab terhadap sampah yang kita hasilkan dan rasa memiliki terhadap lingungan yang selalu menjadi korbannya. Industri yang produknya memakai plastik sekali pakai harus bertanggung jawab atas produk dan sampahnya.

  3. Kesenjangan Regulasi dan Implementasi
    Banyak kebijakan pengelolaan sampah tinggal retorika; ketika saya memfasilitasi diskusi antara pemda, pelaku usaha, dan warga, kerap terdengar, "Aturan memang ada, tapi siapa yang mengawasi?" Masyarakat mesti dibiarkan menjadi bagian solusi, bukan sekadar objek kebijakan.

  4. Infrastruktur Belum Merata
    Sistem pengumpulan dan pengolahan sampah masih terkonsentrasi di kota besar. Desa-desa, apalagi pulau terluar, sering kali hanya bergantung pada tumpukan sampah terbuka atau dibakar, menimbulkan pencemaran serius. Dan masih banyak lagi.

Aspek pengelolaan sampah (Sumber: dokumen pribadi)
Aspek pengelolaan sampah (Sumber: dokumen pribadi)

Pilar Solusi: 7 Aspek Utama

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun