Berdasarkan UU no. 19 Tahun 2011, penyandang disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan. Seorang penyandang disabilitas akan mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya dikarenakan keterbatasan mereka. Sedangkan disabilitas mental adalah terganggunya fungsi pikir, emosi, dan perilaku. Di Indonesia, hambatan memperoleh pendidikan bagi penyandang disabilitas masih sering kali terjadi, terutama pada kaum disabilitas mental dimana seringkali disabilitas mental tidak mudah terlihat secara kasat mata. Hambatan-hambatan tersebut bisa berupa sistem pendidikan di sekolah yang tidak kondusif, guru dan teman-teman yang kurang teredukasi, penolakan dalam pergaulan, dan bahkan perundungan yang dialami oleh penyandang disabilitas mental. Akibatnya, seringkali mereka harus berpindah-pindah sekolah untuk mencari sekolah yang lebih dapat mengakomodir kebutuhan mereka. Hal ini tentunya tidak berakibat baik bagi perkembangan akademik dan kesehatan mental mereka.
Pelaksanaan dan pemenuhan hak memperoleh pendidikan bagi penyandang disabilitas mengacu pada pasal 10 Undang-Undang nomor 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas dan pasal 32 Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini mengacu pada pasal 31 ayat (2) UUD 1945, yang menyatakan bahwa setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar. Ini berarti bahwa setiap warga negara, termasuk warga negara yang mengalami disabilitas mental juga berhak untuk memperoleh pendidikan dasar. Sebagai pelaksanaan dari peraturan tersebut, para penyandang disabilitas berhak mendapatkan pendidikan inklusif melalui dua skema yaitu skema khusus lewat Sekolah Luar Biasa dan sekolah umum yang mengakomodasi kebutuhan siswa penyandang disabilitas, termasuk disabilitas mental.
Pelaksanaan dari peraturan-peraturan pemerintah mengenai hak memperoleh pendidikan bagi kaum penyandang disabilitas mental sudah terlihat. Contohnya, Kementerian Keuangan menyediakan beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) bagi penyandang disabilitas, termasuk disabilitas mental. Selain itu, Kemendikbud juga menyediakan Beasiswa Indonesia Maju yang ditujukan salah satunya kepada penyandang disabilitas mental. Salah seorang penerima beasiswa dari Kemendikbud tersebut adalah Salwa Paramitha yang mendapatkan beasiswa unggulan untuk menyelesaikan Magister Ilmu Hukum di Universitas Gadjah Mada. Namun selain berita-berita positif di atas, sebenarnya kondisi di lapangan tidak selamanya kondusif. Menurut Komisi Nasional Disabilitas Republik Indonesia, hanya 2,8% penyandang disabilitas Indonesia yang memperoleh pendidikan hingga perguruan tinggi. Jumlah tersebut lebih kecil lagi untuk penyandang disabilitas mental, apalagi di daerah-daerah yang terpencil. Hal itu antara lain diakibatkan oleh sulitnya menemukan sekolah inklusi dan perguruan tinggi yang dapat mengakomodir kebutuhan penyandang disabilitas mental. Selain itu, harus diakui, terdapat urgensi dalam hal edukasi terhadap guru dan peserta didik mengenai disabilitas mental sehingga seringkali mereka memperoleh stigma pemalas, pembangkang, atau sekadar cari perhatian. Padahal sebenarnya mereka adalah penyandang disabilitas mental yang memerlukan akomodasi dan penanganan secara khusus.
Tindakan-tindakan pemerintah dan yayasan non-profit yang bergerak di pemenuhan hak pendidikan bagi penyandang disabilitas mental perlu diapresiasi. Namun, tentu saja perjuangan masih panjang. Penulis menyarankan agar lebih banyak didirikan sekolah inklusi yang dapat mengakomodir kebutuhan pendidikan bagi penyandang disabilitas mental. Selain itu, perlu digiatkan pemberian edukasi kepada masyarakat, terutama guru dan peserta didik, tentang inklusivitas disabilitas mental di bidang pendidikan di Indonesia, sehingga merekapun dapat memperoleh haknya dan dapat mengembangkan talentanya secara maksimal dan menjadi pribadi yang berguna dan bermartabat. Semangat!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI