Mohon tunggu...
Richa Miskiyya
Richa Miskiyya Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis

Perempuan biasa dengan kehidupan biasa, namun selalu menganggap jika kehidupannya itu luar biasa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Memutus Mata Rantai Pernikahan Dini untuk Masa Depan Berseri

25 Agustus 2016   21:12 Diperbarui: 9 Februari 2020   18:37 450
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buku Nikah (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Pernikahan adalah salah satu tahap kehidupan yang dilalui oleh manusia, dimana banyak yang menyebutkan bahwa pernikahan merupakan gerbang menuju ke kehidupan baru, kehidupan yang lebih kompleks sehingga membutuhkan banyak persiapan.

Pernikahan bukan hanya soal cinta antara sepasang laki-laki dan perempuan, karena esensi dalam sebuah jalinan pernikahan lebih luas dan lebih dalam daripada hanya sekadar cinta. Ibarat sebuah rumah, cinta memang bisa menjadi pondasi, namun sebuah rumah tentunya membutuhkan tiang, dinding, atap, dan segala perlengkapannya agar bisa disebut dengan rumah.

Berbeda dengan jalinan asmara semasa pacaran yang bisa putus-nyambung seenaknya. Maka, pernikahan bukan sekadar janji yang bisa dilanggar begitu saja, karena pernikahan bukan hanya janji sepasang hati, tapi juga janji suci di hadapan Tuhan Yang Maha Kuasa. Dimana janji tersebut tidak untuk satu minggu, satu bulan, atau satu tahun saja, akan tetapi untuk selamanya hingga maut memisahkan.

Ada banyak hal yang harus dihadapi dalam pernikahan, buka hanya kesenangan dan kebahagiaan saja, namun akan banyak pula duka dan permasalahan. Sehingga pasangan suami istri pun tak hanya harus siap untuk bahagia, namun juga siap untuk menghadapi lara. Oleh karena itu kesiapan dalam segala hal pun harus dimiliki, tak hanya cinta, namun juga harus siap finansial, dan yang lebih penting lagi harus siap mental.

Permasalahan pastinya akan selalu hadir dalam pernikahan, mental yang dewasa dalam menghadapi masalah tersebut harus dimiliki, bagaimana meredam ego, menghindari pertengkaran, juga bagaimana memupuk kesabaran.

Akan tetapi, banyak dari remaja yang usianya masih begitu dini di Indonesia sudah menikah. Ada yang nekat dengan dalih berdasar cinta, ada yang karena paksaan orangtua, dan tak sedikit yang harus menikah karena salah pergaulan hingga terjadi kehamilan yang tak direncanakan. Apakah hal seperti ini harus terus terjadi di negeri ini? Karena apabila dibiarkan, akan menjadi bahaya laten yang menimbulkan beragam permasalahan sosial. 

Faktor Penyebab Maraknya Pernikahan Usia Dini

Indonesia adalah negara yang tingkat pernikahan usia dini cukup tinggi. Pada tahun 2012, menurut data dari BKKBN, median usia ketika kawin pertama di Indonesia adalah 20,1 tahun. Angka median adalah angka usia rata-rata, sehingga jika dihitung dari angka riilnya, pasti banyak penduduk Indonesia yang usia ketika kawin pertamanya sebelum 20 tahun.

Beberapa tahun lalu, saya pernah melakukan penelitian tentang tingginya angka pernikahan dini di wilayah Jawa Tengah. Menurut data BPS (Badan Pusat Statistik) Tahun 2013, umur perkawinan pertama di usia < 17 tahun dan usia 17-18 tahun bisa dibilang cukup tinggi. Salah satu Kabupaten dengan angka pernikahan usia dini tertinggi di wilayah Jawa Tengah adalah Kabupaten Grobogan. Pada tahun 2013 tersebut, umur perkawinan pertama di usia < 17 tahun prosentasenya sebesar 34,95 %, dan umur perkawinan pertama usia 17-18 tahun adalah 28,55 %.

Prosentase ini tentunya bisa dibilang tinggi, dan yang lebih memprihatinkan, usia <18 tahun tersebut masih tergolong usia anak, karena menurut UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang dimaksud anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

Grobogan hanyalah sebagian kecil wilayah di Indonesia yang memiliki permasalahan tingginya angka pernikahan usia dini, dan pastinya permasalahan ini seperti gunung es yang hanya tampak di permukaan saja, karena data tersebut adalah angka yang terdata, dan kemungkinan angka yang tidak terdata lebih banyak lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun