Mohon tunggu...
Ricard Radja
Ricard Radja Mohon Tunggu... -

karyawan swasta, peduli pada masalah sosial, tinggal di Kupang\r\n

Selanjutnya

Tutup

Nature

Australia Bertanggungjawab atas Petaka Tumpahan Minyak di Laut Timor

24 Februari 2013   17:24 Diperbarui: 24 Juni 2015   17:46 862
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_245393" align="aligncenter" width="429" caption="Sumur minyak Montara yang bocor di Perairan Laut Timor (Foto : republikaonline)"][/caption]

Hampir empat tahun berlalu, Laut Timor dalam radius sekitar 400 kilometer tercemar oleh gumpalan minyak dan gas hidrokarbon. Pencemaran laut itu terjadi akibat meledaknya ladang gas Montara yang dikelola PT. TEP milik Australia tanggal 21 Agustus 2009 silam diMontara Well Head Platform, Blok West Antlas yang terletak di perbatasan Indonesia-Australia.

Kebocoran itu terjadi selama 74 hari menyebabkan para petani rumput laut di wilayah Timor Barat mengeluh rugi lantaran gagal panen. Begitupun ribuan nelayan dari Rote Ndao, Sabu, Lembata, Flores Timor, Alor dan Sumba juga ikut terkena dampak. Ikan semakin sulit didapat lantaran rusaknya terumbu karang dan biota laut. Harga ikan di pasar tradisional Kupang yang selama ini terkenal paling murah se Indonesia, kini nyaris tak terjangkau daya beli masyarakat setempat.

sebuah penelitian independen memperkirakan, kerugian Indonesia mencapai 1,7 miliar dollar AS. Namun Pemprov Nusa Tenggara Timur mencatat kerugiaan riil mencapai Rp 806 triliun. (Bandingkan dengan laporan Menteri Perhubungan Freddy Numberi pada Raker Komisi VII DPR RI tiga tahun lalu mengatakan bahwa kerugian Indonesia ‘hanya’ Rp 247 miliar). http://www.jurnalparlemen.com/view/1076/komisi-v-ungkit-kasus-tumpahan-minyak-montara-di-laut-timor.html

Barangkali soal berapa nominal kerugian yang diderita bangsa Indonesia tidak perlu diperdebatkan. Yang terutama adalah bagaimana penanganan tercepat agar para nelayan dan petani rumput laut itu tidak harus berlama-lama berada dalam penderitaan.

Lagipula apa yang mesti dilakukan oleh Menteri Perhubungan bersama Tim Nasionaluntuk menangani tumpahan minyak dimaksud, sudah sangat jelas tertuang dalam Perpres No. 109 Tahun 2006 tentang Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan Minyak di Laut.  Pasal 1 ayat 1 Perpres tersebut menyatakan: Penanggulangan keadaan darurat tumpahan minyak di laut adalah tindakan secara cepat, tepat, dan terkoordinasi untuk mencegah dan mengatasi penyebaran tumpahan minyak di laut serta menanggulangi dampak lingkungan akibat tumpahan minyak di laut untuk meminimalisasi kerugian masyarakat dan lingkungan laut.

Nah, hampir empat tahun ini, tindakan penanggulanganyang sudah dilakukan apa saja?

Menggugah Tanggung Jawab Australia

Sementara itu, dari pihak Australia tampaknya tidak ada itikad baik. Partai Hijau yang terkenal paling vokal menyuarakan masalah HAM tampak diam seribu bahasa. Demikian NGO-NGO lingkungan di Australia juga tak bergeming.

[caption id="attachment_245425" align="alignleft" width="258" caption="Benny Wenda dan Ricard Di Natale (Foto : flickr.com/photos/greensmps/8474888222/in/photostream/)"]

13617612922022887420
13617612922022887420
[/caption] Mereka justru sibuk mengurusi tour Benny Wenda yang sudah hampir dua pekan ini bertamu ke Australia untuk menyuarakan pelanggaran HAM dan pemisahan Papua dari NKRI. Pimpinan Partai Hijau Australia Ricard Di Natale dikhabarkan telah memfasilitasi Benny berkampanye untuk Papua merdea di parlemen Australia.

Jika dasarnya sama-sama perjuangan HAM, apa bedanya hak orang Timor atas laut timor sebagai sumber kehidupan mereka dengan hak orang Papua untuk mendapatkan kedamaian hidup di Tanahnya sendiri?

Apakah karena Timor Timur sudah berada dalam cengkraman, sedangkan Papua belum berhasil "direbut" ? Sehingga mereka lebih peduli mengurusi masalah orang Papua daripada masalah orang Timor? Sekali lagi, kalau memang Australia peduli pada masalah HAM, mestinya mereka tidak menggunakan standar ganda dalam mengimplementasikannya. Ketika masalah HAM di Papua mereka berteriak membela, tetapi ketika HAM orang Timor mereka langgar sendiri tidak ada yang berani mengkritik? Jika ini yang terjadi, peribahasa berikut patut dikenakan kepada mereka : gajah di pelupuk mata tak tampak tetapi semut di seberang lautan kelihatan. ***

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun