Kami terpaksa menunggu bantuan. Siapa tahu ada mobil yang melintas. Dan, memang agak lama kami menunggu.
Untunglah, ada beberapa mobil yang melintas. Awang meminta pengemudi mobil itu untuk mengemudikan mobil sebentar hingga benar-benar lepas dari tanjakan maut itu. Pak sopir mobil itu pun tak berberat hati. Bahkan, dengan sigap langsung tancap gas.
Agaknya, sopir yang menolong kami adalah warlok (warga lokal). Ia lincah betul meningkahi tanjakan itu. Uniknya lagi, pak sopir itu bahkan menolak kami beri imbalan.
Lepas dari kejadian itu, Awang rupanya masih memerlukan beberapa waktu untuk tenang. Ya, ia masih tegang dan panik. Seumur hidup, ia baru melintasi jalanan yang begitu terjal dan berbahaya.
Setelah ia benar-benar tenang, ia lajukan kembali mobil kami. Sejak itu, saya dan Awang mulai mengungkapkan keragu-raguan kami atas arah yang dianjurkan mesin navigasi itu. Kepada Handono, kami katakan, bahwa kami sepertinya tersesat.
Handono hanya tertawa. Ia malah menyalahkan kami yang katanya terlalu percaya pada aplikasi. "Kan saya sudah bilang, mestinya ambil yang jalan lurus. Supaya kita ketemu jalan protokol," ucapnya.
Kami agak dongkol dengan ucapan Handono. Sebab, mula-mula kami hanya menuruti arahannya. Melintasi jalur Kajen-Banjarnegara. Tetapi, di perjalanan ia malah tertidur. Walau sempat terbangun sejenak, saat kami tanyakan jalur mana yang harus kami lalui, ia tak memberi kami jawaban.
Akhirnya, kami lanjutkan perjalanan. Kami susuri jalan hutan itu. Makin kami masuk ke jalan itu, kami merasa semakin tersesat. Kami mestinya tiba di lokasi acara pukul enam petang. Nyatanya, kami masih berada di jalanan hutan yang gelap.
Kami sama sekali tak mengenali lokasi kami berada. Perkampungan tak kami temukan. Sampai-sampai, saat kami menjumpai tanjakan yang curam, di depan kami sebuah mobil elf sempat pula tak kuat menanjak. Kami hendak mendahului. Hanya, dari arah depan sebuah sepeda motor melaju. Mobil kami kehilangan tenaga. Dan, kembali terhenti di tengah tanjakan.
Situasi itu membuat kami tegang. Apalagi kedua mobil di tanjakan sama-sama saling menunggu sejenak. Lantas, kami memilih mundur. Memberi kesempatan mobil elf yang juga terhenti itu untuk melanjutkan perjalanan.
Sampai di jembatan kecil, kami mulai pasang ancang-ancang untuk kembali melaju dan menaklukkan tanjakan. Alhamdulillah, kali ini berhasil. Tetapi, makin kami masuk ke jalan itu pemandangan yang kami dapatkan hanya gelap. Ditambah guyuran hujan yang tak juga berhenti.