Mohon tunggu...
Riama Sitorus
Riama Sitorus Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Sriwijaya

enjoy ur life in God

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Pesona Warisan Budaya Lokal Kampung Cieurendeu di Tengah Hiruk Pikuknya Kota Cimahi

8 Maret 2024   22:07 Diperbarui: 8 Maret 2024   22:18 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kampung Cireundeu terletak sekitar 12 km dari pusat kota Bandung dan 6 km dari kota Cimahi. Luas wilayah kampung adat Cireundeu sekitar 80-90 Ha. Kampung Cireundeu memiliki zonasi wilayah, ada hutan konservasi (wilayah budidaya) dan hutan larangan (wilayah yang disakralkan). Kata Cireundeu berasal dari dua kata yakni, Ci yang berarti air dan Rende yaitu tumbuhan Rendeu. Dulunya, kampung adat Cireundeu ini menjadi habitat tumbuhan Rende. 

Sehingga kampung ini dinamakan sebagai kampung Cireundeu. Cirendeu juga dikatakan berasal dari kata Saruendek yang berarti seharmonis atau bergotong royong. Kampung Cireundeu diperkirakan ada semenjak abad-17an. Kampung Cireundeu memiliki dua komunitas yang hidup berdampingan yaitu masayarakat yang mememeluk agama dan kepercayaan Sundawiwitan. Meskipun demikian, Masyarakat setempat sangat menjunjung toleransi dan saling menghargai satu sama lain.

Imah Panggung yang ada di Kampung Cieurendeu/dokpri
Imah Panggung yang ada di Kampung Cieurendeu/dokpri

                Pada tahun 1918, masyarakat Cireundeu mengalami kelaparan atau krisis pangan terutama padi, karena padi termasuk makanan pokok kampung Cireundeu pada saat itu. Tapi, semenjak peristiwa itu, tokoh adat memutuskan untuk tidak lagi mengkonsumsi beras dari padi dengan alasan sebagai bentuk protes pada Belanda dengan tidak menanam padi dan tidak membayar pajak kepada Belanda. Karena itu, masyarakat setempat mencari alternatif makanan pokok yaitu singkong. Dulunya masyarakat setempat hanya memakan singkong dengan cara dikukus, direbus ataupun dibubuy (dibakar).

Belajar proses pembuatan Beras dari Singkong/dokpri
Belajar proses pembuatan Beras dari Singkong/dokpri

                Namun pada tahun 1924, masyarakat setempat menemukan teknologi olah singkong kemudian mengolah singkong menjadi beras dan dikenal sebagai rasi (beras singkong). Semenjak itu pula, masyarakat setempat dipamalikan untuk makan beras dari padi ataupun makanan yang bersumber dari padi. 

Alasannya karena para tetua tersebut telah bersumpah tidak mau makan nasi dari beras padi karena perjuangan masa itu. Ada pepatah Sunda yang biasa digunakan untuk adat ini, yaitu lamun dilakukan bakal ngerasuk, lamun dilanggar bakal ngerusak yang berarti kalau melakukan amanat ini bakal baik adanya, namun kalau dilanggar akan mengakibatkan kerusakan. 

Singkong di kampung adat Cireundeu tidak hanya menjadi makanan pokok tetapi sebagai sumber ekonomi kampung Cireundeu juga. Kulit singkong diolah menjadi dendeng kulit singkong dan kulit luar singkong yang berwarna cokelat difungsikan menjadi pupuk organik yang dicampur dengan kotoran Kambing. Pertumbuhan singkong memakan waktu selama 1 tahun, tetapi di kampung Cireundeu tidak ada panen raya, sehingga selalu ada stok singkong yang tersedia untuk diolah.

                Proses pembuatan beras dari singkong memiliki 6 tahapan yang bisa dibilang cukup mudah. Dimulai dengan memilih singkong yang bagus, mencuci dan mengupas singkong, kemudian singkongnya dihaluskan dengan menggunakan parut ataupun mesin, lalu diperas dengan hanya mengambil pati singkong sebanyak 25%, kemudian menjemur singkong sampai kering, biasanya membutuhkan 2-3 hari, lalu dilanjutkan dengan menumbuk singkong sampai halus. Beras dari singkong siap untuk dimasak, proses memasaknya sama seperti kita memasak nasi dari beras, hanya saja rasi ini dimasak dengan menggunakan dandang.

                Kampung Cirendeu dikenal juga sebagai kampung adat karena kebudayaan dan adatnya yang masih terjaga. Adapun acara adat yang biasa dilakukan oleh masyarakat setempat ialah upacara adat pernikahan, tahunan, membersihkan benda-benda pusaka, kelahiran, kematian, dan banyak lagi. 

Selain itu, kampung Cireundeu masih menjaga warisan budaya lokal khas Jawa Barat melalui alat musik tradisionalnya yaitu Angklung Buncis. Angklung telah diakui oleh UNESCO sebagai salah satu warisan budaya di dunia. Angklung memiliki ciri khas yang unik, yaitu harus dimainkan bersama-sama sehingga menghasilkan harmonisasi yang indah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun