Jam yang melingkar di pergelangan tangan saya menunjukkan pukul 4.20. Ada waktu sekitar satu setengah jam sebelum memulai perjalanan kembali ke Jakarta sore hari ini.
Dari lobi museum kereta api, saya berjalan menuju area parkir kendaraan. Dewa, seorang warga lokal, telah menanti di sana. Ia adalah pemandu selama 8 jam saya berada di kota ini. Tadi pagi ia menjemput saya di Terminal Bawen. Dan nanti sebelum waktu maghrib tiba, ia akan mengantar saya kembali ke sana.
Yap, saya berada di Ambarawa. Kota ini, selain memiliki jejak sejarah perjuangan kemerdekaan dan jalur kereta api bersejarah, memiliki pemandangan alam yang memukau.
Dan sore ini, kami akan menuju suatu tempat untuk sejenak menikmati senja. Tempat itu bernama Dermaga Sumurup.
Kendaraan melesat. Melaju dari Kecamatan Ambarawa menuju kecamatan tetangganya, yaitu Kecamatan Bawen.
Perjalanan menuju Sumurup dari lokasi museum, memiliki jalur sangat baik. Aspalnya halus, sebagaimana jalan lain di kota ini yang juga kami lalui.
Di beberapa titik lokasi, ada kontur yang cukup menantang. Setelah melewati area kebun kopi, ada rute: menanjak, menukik turun, berbelok tajam lanjut menanjak lagi. Rute yang cukup membuat dag dig dug pada awalnya.
Dewa fokus melajukan kendaraan. Jalur ini sudah menjadi bagian dari kehidupannya. Sementara saya mencoba beradaptasi. Dengan situasi dan dengan pikiran sendiri.
Dermaga Sumurup
Dermaga Sumurup berada di Dusun Sumurup, Desa Asinan, Kecamatan Bawen, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Dermaga ini berada di tepi Danau Rawa Pening, di sisi timur laut.
Desa Asinan sendiri telah resmi menjadi desa wisata. Bahkan, pada tahun 2024, meraih prestasi Juara II Anugerah Desa Wisata Berdikari untuk kategori Desa Wisata Berkembang. Prestasi yang menunjukkan bahwa desa berbenah dan berinovasi. Bertumbuh menjadi desa menarik dan berkembang dengan sektor pariwisata.