Buko pandan artinya kelapa muda dan daun pandan. Di negara asalnya, Filipina, lazim disajikan sebagai hidangan penutup. Sementara di Indonesia, buko pandan hadir sebagai penganan yang bisa dinikmati kapan saja. Pada bulan Ramadan kali ini, marak dikonsumsi sebagai takjil pembuka puasa.
Saya berkesempatan menikmati buko pandan di ruang Restorasi Kereta Api Sawunggalih, dalam perjalanan kembali ke Jakarta. Sebagai pembuka puasa, sekaligus sebagai penutup perjalanan wisata di Kawasan Kasepuhan, Kota Cirebon.
Perjalanan Wisata ke Kota Cirebon
Mengunjungi Kota Cirebon dalam rangka berwisata sudah menjadi tujuan dan keinginan sejak lama. Kota ini memiliki sejarah dan budaya, ekonomi yang lekat dengan perkembangan keislaman nusantara, khususnya di pulau Jawa.
Saya mengawali perjalanan dari Stasiun Kereta Api Jatinegara. Tepat pukul 09.00 WIB Kereta Api Bengawan yang saya naiki bergerak berangkat menuju Stasiun Kereta Api Prujakan, Cirebon. Tiba di Stasiun Kereta Api Prujakan, Cirebon pukul 12.00 WIB.
Kota Cirebon berada di wilayah pesisir utara Jawa Barat. Selain dikenal sebagai kota udang, juga disebut sebagai kota wali. Hal ini karena kelekatannya dengan sejarah penyebaran agama Islam.
Adalah Sunan Gunung Jati, seorang wali dari Sembilan Wali Sanga, berasal dari Cirebon. Memiliki nama asli Syarif Hidayatullah, beliau lahir pada tahun 1448 dan wafat pada tahun 1568.
Sunan Gunung Jati memiliki peran penting dalam penyebaran ajaran Islam. Hingga saat ini, masih dapat dijumpai berbagai peninggalan bersejarah berupa situs dan masjid-masjid yang didirikan pada zamannya.
Masjid Agung Sang Cipta Rasa dan Keraton Kasepuhan Cirebon, merupakan bangunan jejak karya Sunan Gunung Jati semasa hidupnya. Bangunan keduanya hingga kini masih kokoh berdiri dan berfungsi baik.
Masjid Agung Sang Cipta Rasa
Masjid ini dikenal dengan nama Masjid Agung Cirebon atau Masjid Sunan Gunung Jati. Terletak di komplek Kasultanan Kasepuhan Cirebon, masjid ini disebut sebagai masjid tertua di Cirebon.
Bukan hanya sebagai tempat beribadah, masjid ini memiliki nilai sejarah peradaban dan perkembangan keislaman khususnya di Cirebon.
Dibangun pada masa pemerintahan Sunan Gunung Jati, tahun 1498 M, atas prakarsanya dan dibantu oleh Wali Sanga. Sunan Kalijaga memimpin pembangunan dengan arsitek bernama Raden Sepat dari Kerajaan Majapahit.