Mohon tunggu...
RhetIM
RhetIM Mohon Tunggu... Buruh - Orang biasa

Aneh ajalah. Bingung mau dibuat apa, karena ada pepatah mengatakan, tak kenal maka tak sayang..

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Ibu yang Takut untuk Menangis

14 Januari 2020   01:39 Diperbarui: 14 Januari 2020   02:46 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pak Sarif hanya tertawa mendengar. Ekosistem pemikiran orang memang berbeda-beda. Mungkinkah tergantung iklim di tiap-tiap negara?

"Sudah seharusnya berdoa minta Tuhan memberikan musim salju," celetuk Bu Darsih pemilik warung.

"Apa hubungannya?"

"Biar bangsa kita maju dan tidak kebanyakan ngeluh!" celoteh Bu Darsih yang masih menyeduh segelas kopi untuk sopir angkot yang baru saja datang.

Meski  begitu, perbincangan itu mulai merambat kembali pada kasus Mirna. Pak Sarif terdiam. Ia tidak ingin mengambil bagian dalam perbincangan itu. Matanya justru jauh menerawang, menggambarkan sebuah kenangan yang tidak mungkin lagi terulang. Soal persetubuhan, pengadopsian Sisca, hingga ketelanjangan Mirna yang dijajaki i sumur tua.

"Di-dia ibu kandungku." Itulah keterangan terakhir yang didengar Pak Sarif dalam pengembangan kasus Mirna.

Isak tangis masih membasah di pipi. Sisca perlahan membuka titik terang atas kasus yang menimpa Mirna. Pak Sarif terdiam dan masih terus memandang kosong pada segelas kopi yang belum terkecap. Menghitam. Meski berkali-kali pula ia beradu mata di dalam segumpal remahan kopi yang kini mengambang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun