Mohon tunggu...
RhetIM
RhetIM Mohon Tunggu... Buruh - Orang biasa

Aneh ajalah. Bingung mau dibuat apa, karena ada pepatah mengatakan, tak kenal maka tak sayang..

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Ibu yang Takut untuk Menangis

14 Januari 2020   01:39 Diperbarui: 14 Januari 2020   02:46 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pak Sarif sedikit kecewa. Bayangannya tidak mencapai klimaks saat menyaksikan itu. Semenjak menikah dengan Miah dan melahirkan tiga anak, nafsunya tidak lagi menggebu seperti dulu. Ada saja alasan untuk sesekali menolak berhubungan intim.

Ketiga anaknya memang sudah besar. Dua orang sudah menikah. Sedang si bungsu pergi merantau untuk mencari pekerjaan yang lebih layak.
Lebih sering Pak Sarif mempercepat permainannya di ranjang. Setelah usai, ia sengaja langsung merebahkan diri dan mendengkur sekeras-kerasnya. Miah terdiam. Kecewa dan marah menguasai hatinya. Mungkin begitukah jika lelaki sudah tidak mencintainya? Benaknya mulai meragukan cinta Pak Sarif.

***
Sore ini seperti biasa Sisca mengantarkan jajanan ke warung-warung kecil. "Warung sego kucing", begitulah orang-orang jawa menamainya.

Miah tak ingin rugi. Tenaga anak itu digunakan untuk kepentingannya mencari uang. Setiap sepulang sekolah, ia tak luput dari dapur dan pekerjaan rumah hingga menjajaki warung-warung untuk menitipkan jajanan gorengan. Belum lagi setiap malam, Sisca harus mengambil sisa makanan yang tak terjual beserta hasil penjualan.

Melelahkan. Tubuhnya kecil. Mengayuh sepeda menelusuri perkampungan hingga trotoar jalan. Belum lagi Sisca harus menunggu jika warung tersebut belum tutup.

Pak Sarif sendiri tak banyak komentar. Baginya, cukuplah ia membantu dan memberi tumpangan juga menyekolahkan anak itu sampai besar nanti. Tak peduli melihat Sisca bisa pulang sampai larut malam. Bahkan terlihat jarang sekali anak itu memegang buku di rumah selain di hari minggu.

Beberapa kali Miah sering mengomel. Sisca diam. Matanya tak ingin menunjukkan kekesalan.

"Untuk apa sih kau menemui wanita gelandangan itu!"

Begitulah celoteh Miah terhadap Sisca. Seringkali memang gadis kecil itu menghampiri Mirna. Akibat ulahnya, tidak lagi Pak Sarif mendengar desah di sumur tua. Meski ia tahu penyebab utama bukanlah karena Sisca.

Semenjak terakhir kalinya Pak Sarif melihat Mirna dimandikan tanpa busana dan nafsu, sejak itu pula sudah tidak ditemuinya lagi sosok Mirna datang ke sumur. Selain tidur dengan beralaskan dan berselimut kardus di pinggiran ruko.

Jika saja rasa penasaran Pak Sarif tak menyelidiki sebab musabab Mirna yang tak lagi datang bersama lelaki hidung belang di sumur tua, mungkin saja ia tak memergoki Sisca yang sedang bercengkerama asyik dengan Mirna dan dijadikannya bahan laporan untuk diadukan pada Miah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun