Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) kembali mewabah di Indonesia, termasuk di Kabupaten Magetan, Jawa Timur. Penyakit ini menyerang hewan berkuku belah seperti sapi, kerbau, dan kambing, menyebabkan demam tinggi, lepuh di mulut dan kaki, serta penurunan produktivitas. Bagi peternak sapi di Magetan, wabah ini bukan hanya ancaman kesehatan hewan, tetapi juga pukulan berat bagi perekonomian. Magetan dikenal sebagai salah satu sentra peternakan sapi perah dan potong di Jawa Timur, dengan ribuan peternak menggantungkan hidupnya pada sektor ini. Data dari Dinas Pertanian Magetan menunjukkan bahwa sejak awal wabah PMK tahun 2022, lebih dari 1.000 ekor sapi terinfeksi, dengan kerugian ekonomi mencapai miliaran rupiah (Sumber: Dinas Pertanian Magetan, 2022).Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) masih menjadi ancaman serius bagi peternak sapi di Magetan, Jawa Timur. Berdasarkan data terbaru Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur per Juni 2025, kasus PMK di Magetan menunjukkan penurunan namun tetap ada kasus baru per bulan dengan 20-30 kasus. Total akumulasi kasus sejak 2022 telah mencapai 4.200 ekor sapi terinfeksi, dengan tingkat kematian terkini sebesar 3-5% untuk sapi dewasa dan 10-12% untuk sapi anakan (pedet).
Tiga tahun sudah kami melewati hidup dalam bayang-bayang PMK. Sejak pertama kali wabah ini munculndi daerah kami pada pertengahan 2022, segalanya berubah. Saya masih ingat betul bagaimana paniknya masyarakat ketika melihat sapi ternaknya mulai mengeluarkan air liur berlebihan dari mulut sapi dan enggan berdiri karena sakit. Pada saat itu informasi tentang PMK masih sangat sedikit. Masyarakat yang memiliki sapi seperti buta, hanya bisa pasrah meihat sapi miliknya satu per satu jatuh sakit. Pasar-pasar hewan yang sebelumnya ramai antara penjual dan pembeli menjadi sepi. Setiap kali ada kabar sapi yang positif PMK di suatu desa, langsung muncul pembatasan lalu lintas ternak. Dampaknya langsung terasa, mulai dari harga sapi anjlok, biaya operasional membengkak, dan yang paling menyakitkan adalah kepercayaan konsumen terhadap sapi maupun daging yang menurun, walaupun daging berasal dari sapi yang sehat. Yang membuat para peternak geram, masalah ini seolah tak kunjung usai. Setiap kali kami mulai bangkit, selalu saja muncul kasus baru. Tahun 2024 kemarin sempat ada harapan ketika vaksinasi masif dilakukan, tapi ternyata virusnya sudah bermutasi. Kini di pertengahan 2025, kami seperti berlari di tempat. Pemerintah bilang kasus menurun, tapi di lapangan, para peternak masih terus kehilangan sapi-sapi miliknya.
Kami bukan angka statistik. Setiap ekor sapi yang mati berarti juga ada harapan yang ikut mati dan hancur. Bagi masyarakat khususnya petani yang hidup turun-temurun dari peternakan, ini bukan sekadar urusan bisnis, tapi tentang kelangsungan hidup dan tabungan yang mungkin mereka dapatkan dari hasil kerja keras dari hasil bertani lalu di belikan sapi, yang berharap bisa di pelihara dan menjadi keuntungan. PMK telah merenggut lebih dari sekadar ternak masyarakat ia merampas sebagian harta dari mereka.
Sebagai bagian dari komunitas peternak di Magetan, saya merasakan betapa besar dampak Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) terhadap kehidupan para peternak. Banyak peternak menghadapi tantangan berat seperti penurunan harga sapi, kesulitan membeli pakan, dan ketiadaan kompensasi yang memadai untuk ternak yang mati. Namun, para peternak tidak menyerah. Mereka mulai menerapkan langkah-langkah pencegahan seperti biosekuriti ketat, termasuk membatasi akses ke kandang dan menggunakan desinfektan secara rutin. Â
Selain itu, mereka juga saling berbagi pengetahuan dalam merawat sapi yang terinfeksi, misalnya dengan memberikan vitamin dan mengisolasi hewan yang sakit. Beberapa peternak yang memiliki lahan bahkan mencoba alternatif lain seperti budidaya lele atau sayuran untuk mengurangi kerugian. Upaya ini tidak hanya membantu kami bertahan tetapi juga memperkuat solidaritas antar peternak. Â
Pemerintah setempat telah memberikan bantuan seperti vaksinasi gratis. Namun, peternak khususnya para petani yang juga memelihara sapi berharap distribusi bantuan dapat lebih merata dan tepat waktu agar semua peternak, terutama yang berada di pelosok, bisa merasakan manfaatnya.
Wabah PMK adalah ujian besar bagi mereka, peternak sapi di Magetan. Namun, melalui kolaborasi dan semangat pantang menyerah, saya yakin mereka bisa melewati masa sulit ini. Para peternak berkomitmen untuk terus meningkatkan pengetahuan tentang pencegahan PMK dan menerapkan praktik terbaik dalam beternak. Â
Mereka juga mengharapkan dukungan lebih lanjut dari pemerintah, khususnya untuk para petani yang juga memelihara sapi, baik dalam hal vaksinasi, bantuan ekonomi, maupun penyuluhan. Di sisi lain, peran masyarakat sangat penting dengan tetap membeli produk lokal dan tidak ragu mengonsumsi daging sapi yang sehat. Bersama-sama, kami percaya Magetan bisa pulih dan menjadi lebih tangguh menghadapi tantangan di masa depan. Â
Krisis ini mengajarkan kami, setiap ada kesuliatan pasti ada jalan keluar dan membuat kita jadi lebih sadar dan sabar bahwa tidak ada yang berjalan lancar dalam berusaha. Ketahanan pangan dimulai dari peternak yang kuat dan sejahtera. Mari bergotong-royong untuk mewujudkannya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI