Mohon tunggu...
Bloor
Bloor Mohon Tunggu... Lainnya - Masih dalam tahap mencoba menulis

Tertarik pada pusaran di sekeliling lapangan sepak bola. Belajar sejarah bukan untuk mencari kambing hitam

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Pelatih Datang dan Pergi (Harusnya) Tim Tak Ikutan Goyah

27 November 2021   20:50 Diperbarui: 27 November 2021   20:53 280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika Manchester United masih berkutat dengan dinamika naik turunnya prestasi selama bergonta-ganti pelatih, Chelsea menunjukkan turbulensi pergantian manajer tak banyak menggoyahkan prestasi. Sejak 2013 MU memang telah empat kali mengganti kepala pos kepelatihannya. Terbukti David Moyes, Alysius Paulus van Gaal , Jose Mourinho hingga Ole Gunnas Solskjr gagal membuktikan sebagai suksesor sukses dari rezim Sir Alex Ferguson.

Selama itu juga secara dinamis prestasi MU berfluktuatif dan masih tanpa trofi liga domestik. Tak heran lagi-lagi  banyak yang berharap Ralf Ragnick yang membidani kemunculan RB Leipzig bisa secara radikal mengubah kultur MU. Sangat terlihat dalam hal ini MU jauh tertinggal dari Chelsea, Liverpool, hingga tetangganya sendiri Manchester City.

Abramovich adalah owner yang sangat demanding atas trofi. Perbandingan saja sejak memecat Carlo Ancelotti di 2011, sudah ada 10 manajer berbeda yang duduk di kursi panas termasuk sekarang Thomas Tuchel yang juga menggantikan Lampard di tengah musim. Namun berbeda dengan MU yang melempem, Chelsea tercatat sudah dua kali juara Liga Champions dan Liga Inggris.

Hal ini menunjukkan perbedaan tatanan manajerial di Chelsea dan MU. Siapapun manajer datang dan pergi, tapi visi klub tetap berjalan dan prestasi tetap datang. Adanya sosok Marina Granovskaia direktur olahraga menjadi bastion untuk keberlanjutan prestasi di Chelsea.

Tak berbeda dengan Liverpool dengan sosok Michael Edwards. Duetnya dengan Klopp terbukti mendatangkan trofi eropa dan liga domestik yang telah lama diimpi-impikan oleh Kopites selama puluhan tahun.

Langkah yang lebih advanced jelas ada di Manchester City. Triplet Ferran Soriano-Txiki Belgiristain-Pep Guardiola berhasil menduplikasi kedigdayaan Barcelona akhir dekade 2000 ke kota Manchester. Sebelum Pep bergabung pun, City sudah mampu merebut juara Liga Inggris.

Sepak bola modern dimana manajer hanya memiliki waktu yang sempit demi mengejar juara membuat kesuksesan Sir Alex Ferguson sudah hampir mustahil terulang. Selain sebagai pelatih kepala, Fergie sekalian berlaku sebagai manajer bagi segala hal berkaitan dengan persepakbolaan di Old Traffold.

Gagapnya MU mengadopsi gaya klub memakai DoF akhirnya berakibat hampir tidak adanya visi kuat untuk klub. Hanya ada Ed Woodward si anak emas keluarga Glazer yang malah lebih fokus pada hal finansial alih-alih membangun tim yang proper. Baru di awal musim ini ada John Murtough yang benar-benar menduduki jabatan director of football.

Nama John Murtough juga yang banyak disebut-sebut sebagai yang mengupayakan kedatangan Ralf Rangnick. Kabarnya tinggal menunggu waktu saja peresmiannya sebagai pelatih interim dan akan dilanjutkan sebagai konsultan untuk pengembangan klub. Jelas ini langkah konkrit untuk membuat MU kembali punya visi.

Bisa dibilang sekarang patokan klub yang sudah mapan adalah bagaimana prestasi mereka ketika berganti pelatih. Chelsea sudah masuk kategori ini, terlihat jelas dengan bagaimana Tuchel yang baru datang tengah musim saja bisa membawa tim yang bermateri sama dengan era Lampard jadi juara Liga Champions.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun