Sebagai negara yang besar dan gila bola sudah sepantasnya di tiap sudut akan ada stadion. Meskipun mayoritas fungsinya sebagai stadion multifungsi yang ketika musim kampanye berubah menjadi panggung orasi. Kadang juga menjadi tempat panggung orkes gembira dan mendadak mangkrak ketika nadi olahraga daerahnya mengendur.
Statusnya sebagai tetenger daerah setempat sudah barang pasti stadion-stadion ini seringkali dinamai berdasar nama daerahnya. Sebagai contoh Stadion Manahan secara administrasi berada di Kelurahan Manahan, Banjarsari, Kota Surakarta. Seringkali juga meskipun punya nama resmi, beberapa punya nama aliasnya. Stadion 10 November sering dikenal sebagai Tambaksari dan Stadio Andi Mattalatta juga sering disebut Mattoangin.
Pernah saya mengernyitkan dahi ketika ada sebuha stadion di Semarang dengan nama Stadion Citarum. Sungai Citarum jauh dari Semarang, Citarum mengalir dari Bandung sampai Karawang, nama dengan awalan Ci juga tak semudah ditemukan di Jawa Barat. Ternyata nama Citarum adalah nama jalan tempat stadion berada. Tak hanya Citarum, ada nama Serayu, Ciliwung, hingga Musi yang diabadikan menjadi nama kompleks jalan di sekitaran stadion.
Sejauh ini sepengatahuan saya hanyalah Stadion Indomilk Arena yang menjual hak namanya demi slot sponsor. Kandang Persita yang sebelumnya bernama Benteng Taruna dan Sport Center Dasana Indah ini resmi menyandang nama Indomilk sejak awal tahun ini. Kerja sama dilakukan dengan PT Indofood sebagai pemilik brand Indomilk.
Langkah ini jelas menjadi trobosan dalam wacana lama tentang industri sepak bola. Memanfaatkan slot nama stadion sayangnya seingkali terganjal status kepemilikan stadion. Belum ada klub di Indonesia yang benar-benar memiliki stadion sendiri, rata-rata stadion dimiliki oleh pemeritah setempat atau bahkan instansi atau lembaga.
Kita lihat saja bagaimana Emirates dan Allianz begitu besar dampaknya untuk keuangan Arsenal dan Bayern melalui skema stadion. Semoga kedepannya ada jalan keluar untuk mengakomodir kebutuhan ini atau malah lebih baiknya klub-klub Indonesia bisa mempunyai stadionnya sendiri.
Mengabadikan figur dan peristiwa
Selain nama sponsor stadion di Indonesia banyak mengusung nama-nama figur pahlawan. Stadion Utama Gelora Bung Karno adalah contoh terbaik meski sempat diubah menjadi Stadion Utama Senayan untuk alasan politis. Stadion Jalak Harupat, Kapten I Wayan Dipta, dan terbaru Lukas Enembe juga mengikuti langkah yang sama.
Tak selalu menjadikan tokoh nasional, seringkali stadion mengusung tokoh berjasa setempat. Stadion Moch. Seobroto di Magelang salah satu contohnya, Moch Soebroto tak lain adalah walikota Magelang di tahun 70-80an. Pada masanya Moch Soebroto pernah membina klub Galatama Tidar Sakti yang berbasis di Kota Magelang.
Kabupaten tetangga Magelang, Purbalingga juga punya stadion dengan nama tokoh setempat. Ada Stadion Goentor Darjono yang merupakan kandang Persibangga Purbalingga. Selain itu ada juga yang mengusung nama raja di masa lalu, seperti Stadion Mulawarman di Bontang.
Toponimi lain yang agak populer adalah menyematkan tanggal-tanggal peringatan hari besar. Tentu saja Gelora 10 November Surabaya adalah contoh paling dikenal, sebagai yang berjuluk kota pahlawan memang sah-sah saja memakai tanggal 10 November yang tak lain adalah hari pahlawan. Cara lain dipakai di Bandung, mereka benar-benar menamai stadion dengan nama Gelora Bandung Lautan Api.
Selain 10 November ada juga Stadion 17 Mei kandang Barito Putera sebelum Demang Lehman di Banjarmasin. 17 mei 1949 adalah hari proklamasi kesetiaan rakyat Kalimantan Selatan untuk tetap terintegrasi dengan NKRI. Ada juga tanggal 23 januari yang diabadikan menjadi stadion di Gorontalo, memperingati deklarasi kemerdekaan Gorontalo oleh Nani Wartabone di 1942.
Padanannya di luar negeri ada Korea Utara yang menamai stadion terbesarnya sebagai The Rungrado 1st of May Stadium. Tentu saja untuk memeringati hari buruh internasional.
Stadion dengan Slogan
Tapi tak ada yang lebih menarik daripada stadion yang dinamai dengan pesan-pesan tersirat. Nama yang dimaksud adalah stadion dengan nama Jatidiri, Pendidikan, Teladan hingga Harapan Bangsa. Setiap stadion-stadion itu semuanya punya nilai historis bagi masing-masing klubnya.
Mungkin bagi pemerintah setempat nama-nama itu seharusnya menjadi tonggak yang diharapkan. Stadion Pendidikan di Wamena di masa ISL terkenal menjadi momok bagi tim away. Akses yang relatif sulit dan ketinggian yang mencapai 1800 mdpl tentu menyulitkan pemain yang tak biasa bermain di Wamena.
Dibanding toponimi berdasar daerah, tokoh berjasa, sampai tanggal hari besar stadion dengan nama pesan ini yang paling tak menggambarkan daerahnya. Ya ada juga seperti Stadion Harapan Bangsa yang mewakili harapan Aceh untuk pulih seusai dihantam tsumani. Tapi nama Pendidikan di Wamena sepertinya tak mencerminkan kualitas sarana pendidikan disana.