Keberagaman budaya. Apa yang terbesit di otak kita saat mendengar kata "keberagaman"? Â Tentunya setiap orang mempunyai pandangannya sendiri terhadap kata tersebut. Namun, di sini saya akan mengajak pembaca untuk memahami arti keberagaman menurut saya dengan mengulas ulang dan kembali ke hari Rabu, 13 Agustus 2025. Hari dimulainya Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik atau disingkat PKKMB FISIP. Pagi itu, alarm membangunkan saya yang sedang tertidur. Tidur yang sangat singkat karena sejujurnya saya masih lelah setelah mengikuti kegiatan PATRIBERA. Bagaimana pun juga, saya tetap harus semangat karena ini juga hari yang spesial untuk lebih mengenal kehidupan kampus di lingkup fakultas. Walaupun rasa kantuk masih sangat terasa, pagi itu saya berangkat subuh-subuh menggunakan Gojek. Selama di perjalanan, saya melawan rasa kantuk saya, melihat jalanan yang masih sepi dan angin pagi yang berembus kencang membuat saya ingin tertidur pulas saat itu juga. Singkatnya, saya sampai di GOR Ciracas (tempat PKKMB FISIP diselenggarakan) pada pukul 05.30 WIB dan segera mengantre untuk body checking. Setelah mencari kesana kemari, akhirnya saya menemukan kelompok saya yaitu kelompok 8 Samudrantaka. Kami semua membentuk barisan dan masuk ke dalam GOR satu per satu. Akhirnya, setelah menunggu dari saat langit masih gelap hingga mulai terang, kelompok saya dipersilakan masuk ke dalam GOR. Suatu kebanggaan tersendiri bisa berdiri dan menjadi bagian dari mahasiswa FISIP UPN Veteran Jakarta. Acara dimulai dengan pembukaan oleh MC yang sangat totalitas dan menambah semangat kami yang masih butuh jam tidur ini. Setelah pembukaan, acara dilanjut dengan sidang senat oleh jajaran Dekan dan Wakil Dekan yang memperkenalkan secara singkat tentang FISIP UPN Veteran Jakarta. Di situlah pertama kali saya bisa melihat langsung Dekan FISIP yang dengan antusias menjelaskan dan memperkenalkan para Wakil Dekan. Suatu pembukaan acara yang sangat formal karena kami mahasiswa baru juga menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Mars Bela Negara. Acara dilanjut dengan pembawaan materi oleh para narasumber yang kompeten. Semua materi yang dijelaskan sangat bermanfaat untuk mahasiswa baru seperti saya. Menurut saya, narasumber yang paling berkesan adalah para mahasiswa berprestasi. Saat penyampaian materi, saya sangat fokus mendengarkan dan berharap semoga suatu saat saya bisa menjadi seperti mereka, menjadi mahasiswa berprestasi.Â
Tentunya, saya berkenalan dengan teman-teman kelompok yang sebelumnya belum saya kenal. Satu kelompok beranggotakan 40 orang mahasiswa, pastinya tidak mudah untuk berkenalan dengan mereka semua saat acara sedang berlangsung. Kabar baiknya, saya berkenalan dengan salah satu teman sekelompok saya yang bernama Rianti. Rianti ini asalnya dari NTB, lebih tepatnya Lombok, bisa dibilang jauh sekali dari Jakarta. Sejujurnya, saya pribadi tidak tahu banyak hal tentang NTB, hal itu membuat saya tertarik untuk bertanya banyak hal dengan dia. Rasa penasaran saya yang tinggi membuat saya terus bertanya banyak hal, semoga dia tidak lelah dengan pertanyaan saya yang tidak ada habisnya itu. Rianti menjelaskan kalau NTB dengan NTT itu berbeda karena masih banyak yang sering salah kira. Saya bertanya, "NTB itu kayak gimana sih?" di situlah awal keingintahuan saya tentang NTB. Rianti menjelaskan keindahan NTB yang dikelilingi oleh pantai-pantai, serta budayanya yang sangat berbeda dengan Jakarta. Kemudian, saya melontarkan satu pertanyaan, "emangnya, di NTB ada budaya apa?". Dia menjelaskan tradisi di NTB yang sebelumnya asing bagi saya. Ia menceritakan tradisi penangkapan cacing laut yang oleh masyarakat setempat diyakini sebagai jelmaan Putri Mandalika. Tradisi tersebut dinamakan "Bau Nyale" dan dirayakan pada bulan Februari atau Maret. Selain itu, ada juga tradisi Nyunatan. Tradisi ini juga dikenal sebagai khitanan atau sunatan, yaitu upacara adat yang dilakukan oleh masyarakat Lombok yang beragama Islam untuk anak laki-laki. Ternyata banyak sekali tradisi yang baru saya dengar dan yang familiar bagi saya. Salah satunya tradisi Nyunatan yang sering saya jumpai di berbagai daerah lain, hanya saja namanya yang berbeda tetapi maknanya sama. Sebuah pengetahuan yang baru untuk saya yang sebelumnya masih bingung tentang NTB.
Keberagaman ini saya jadikan sebagai suatu kebanggaan pribadi. Setiap individu yang kita temui, semuanya memiliki latar belakang budaya yang berbeda. Perbedaan inilah yang memperkaya suasana kampus di UPN Veteran Jakarta. Walaupun namanya "Jakarta", bukan berarti semua mahasiswanya berasal dari Jakarta. Banyak yang harus merantau dan jauh dari keluarga demi bisa mengenyam  pendidikan di kampus bela negara ini. Lewat keberagaman tersebut, sudah seharusnya kita sebagai mahasiswa saling menghargai perbedaan tersebut. Tak hanya menghargai tapi juga membantu teman terutama mereka yang merupakan seorang perantau, pergi jauh-jauh ke pulau lain bukanlah hal yang mudah. Oleh karena itu, menjaga keberagaman ini agar tetap utuh adalah suatu fondasi yang kuat demi keberlangsungan masyarakat yang sejahtera. Dengan kita menjunjung tinggi nilai keberagaman, entah itu di lingkup kampus maupun nasional, hidup akan menjadi lebih bermakna dan kita lebih memahami apa arti sesungguhnya dari persatuan itu. "Bhinneka Tunggal Ika, berbeda-beda tetapi tetap satu"karena perbedaan yang membuat kita memiliki tekad kuat untuk menjadi bangsa yang satu.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI