Manusia selalu membutuhkan uang untuk terus bertahan hidup. Uang akan dijadikan trade off untuk memperoleh kebutuhan sehari hari. Apalagi di masa pandemi seperti saat ini, kebutuhan uang meningkat di tengah banyaknya kebutuhan dan kelangkaan.Â
Saat Indonesia mengalami deflasi di masa pandemi ini, bank-bank konvensional semakin menggencarkan fasilitias kredit dan pinjaman kepada para nasabah dengan tingkat bunga tertentu. Karena adanya bunga, orang jadi sedikit enggan untuk kredit melalui bank karena beban bunga yang berat. Sebagai alternatifnya, mereka meminjam melalui pinjaman online yang dinilai lebih ringan.
Padahal sudah banyak kasus penipuan melalui pinjaman online yang tidak menyelesaikan masalah, justru malah menambah masalah.
Salah satu alur pinjaman online adalah sebagai berikut:
Mulanya nasabah yang ingin meminjam menghubungi debitur. Kemudian akan dibahas mengenai kontrak pinjaman. Pembahasan kontrak ini pun tidak terlalu transparan dan kurang menyeluruh sehingga tidak mengherankan bila terjadi manipulasi di masa mendatang. Nasabah peminjam kemudian memenuhi persyaratan diantaranya adalah foto KTP, KK, dan diminta untuk melampirkan nomor keluarga/teman/relasi nasabah. Begitu selesai, maka uang bisa diterima.
Namun dalam praktiknya, debitur bisa tiba-tiba menaikkan bunga atau memperpendek jangka waktu pelunasan. Bila tidak dilunasi di waktu yang singkat, maka bunga akan bertambah berkali-kali lipat. Bila nasabah tidak dapat dihubungi, debitur akan menghubungi nomor kenalan kreditur. Dan bila tidak kunjung dilunasi, informasi pribadi kreditur dapat disebar di media sosial.
Dapat disimpulkan, pinjaman online apalagi pada pihak yang tidak resmi justru membahayakan. Pemerintah tidak dapat memberikan proteksi kepada nasabah bila terjadi suatu kecelakaan. Maka yang paling aman adalah pinjaman melalui bank konvensional maupun syariah yang sudah pasti terdapat likuiditas yang bagus serta dijamin oleh LPS serta bunga yang cukup stabil sesuai pasar.