Penggunaan transportasi pribadi berupa kendaraan bermotor selalu meningkat setiap tahunnya. Menurut Badan Pusat Statistik, tercatat pada tahun 2017 kendaraan bermotor di Indonesia mencapai 138.556.669 unit dengan dominasi kendaraan bermotor sebanyak 81,5%. Â Adapun pada akhir tahun 2018, data menunjukkan bahwa penjualan sepeda motor tumbuh sebesar 18,9%. Tingginya penggunaan kendaraan bermotor tersebut tentunya mendorong peningkatan konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM). Meskipun begitu, menurut data SKK Migas (2015), produksi BBM di Indonesia sudah tidak sebanding dengan angka konsumsinya yang mencapai 1,5 juta barel per hari.
      Keterbatasan akan produksi BBM yang tidak seimbang dengan pertumbuhan kendaraan bermotor di Indonesia, kemudian menjadi celah bagi pelaku praktik kecurangan dalam penjualan BBM. Adapun kecurangan tersebut berupa pengurangan takaran dengan memainkan nozzle atau alat pengisi BBM. Baru-baru ini, pada bulan Juni 2019, petugas dari Kementrian Perdagangan serta Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan berhasil meringkus praktik kecurangan SPBU yang mampu meraup keuntungan hingga Rp1,8 miliyar. Kecurangan tersebut dilakukan dengan mengoplos BBM sekaligus mengurangi takaran dengan memasang alat pengontrol khusus. Kasus tersebut bukan satu-satunya yang menjadi sorotan aparat penegak hukum terkait kecurangan penjualan bensin.
      Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh petugas UPTD Metrologi Kota Semarang, bahwa kecurangan pengisian BBM tidak hanya berlangsung di SPBU. Menjamurnya pertamini saat ini ternyata tidak diimbangi dengan regulasi yang mengendalikan usaha kecil tersebut. Pertamini yang hadir untuk masyarakat saat ini masih bersifat ilegal dan tidak sesuai standar. Adapun penjualannya juga belum mengantongi izin resmi pemerintah. Oleh karena itu, peluang terjadinya praktik kecurangan lebih besar karena tidak dipantau secara langsung khususnya oleh UPTD Metrologi. Oleh karenanya, mahasiswa Universitas Diponegoro yang beranggotakan Farkhan Atoillah, Aan Aria Nanda dan Azizah Dewi Suryaningsih memberikan inovasi berupa aplikasi pendeteksi kecurangan POM Bensin untuk melindungi konsumen dari praktik nakal yang dilakukan oleh penjual BBM baik di SPBU maupun Pertamini.
      Alat pendeteksi kecurangan pengisian bensin tersebut diberi nama MAITEC : Automatic Detection Pencegah Kecurangan Pengisian Bahan Bakar Minyak. Adapun cara kerjanya dilakukan dengan memasang sensor pendeteksi volume bensin yang masuk ke tangki kendaraan yang dilengkapi dengan detektor warna untuk menentukan jenis BBM yang dibeli. Kemudian, pengendara dapat membaca hasil proses data secara langsung pada monitor kecil yang dipasang di atas tangki. Untuk memastikan data tersebut sesuai, tersedia aplikasi untuk membaca nota pembelian yang dapat membandingkan hasil perhitungan alat dengan angka pada layer monitor mesin pengisi bensin. Upaya tersebut diharapkan dapat melindungi konsumen BBM dengan menjadikan scan nota dan hasil perbandingan sebagai bukti untuk menegakkan hukum kecurangan penjualan bensin yang merugikan masyarakat selama ini.