Mohon tunggu...
Retno Permatasari
Retno Permatasari Mohon Tunggu... Wiraswasta - Usaha Kecil

seorang yang senang traveling

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ponpes dan Islam Rahmatan Lil Alamin

4 Februari 2022   20:27 Diperbarui: 4 Februari 2022   20:28 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Belasan tahun lalu, ada sebuah wilayah di Inggris Utara yang disediakan khusus untuk para imigran dari Afganistan. Banyak dari warga negara Afganistan memang keluar dari negara mereka karena beragai pertikaian politik yang mewarnai negara itu selama beberapa dekade.

Atas dasar kemanusiaan, pemerintah Inggris memang memberikan tanah itu untuk ditempati selama beberapa belas tahun. Para pengungsi itu ternyata mengelola tanah itu sendiri dengan menanaminya dengan tanaman, kemudian mereka juga mendirikan rumah, ruang pertemuan dan sekolah bagi anak-anak mereka. Singkat kata mereka nyaris swadaya untuk menghidupi diri mereka sendiri, termasuk tidak menyekolahkan anak-anak mereka di lingkungan terdekat.

Dengan gaya hidup yang seperti itu, maka otomatis mereka tidak berbaur dengan penduduk setempat. Mereka terkesan penyendiri, dan mungkin lingkungan di sana juga tidak peduli. Sampai pada suatu ketika sebuah bom meledak di sebuah stasiun lokal dan diketahui sang pembawa bom bunuh diri itu adalah seorang remaja yang hidup di tempat pengungsian kaum Afganistan itu.

Seketika itu pemerintah lokal dan nasional Inggris bersikap dengan menertibkan para imigran dari Afganistan itu. Mereka tidak saja direlokasi tempat tinggalnya, namun juga mewajibkan anak mereka  belajar di sekolah Inggris dengan kurikulum yang sudah ditetapkan oleh pemerintah Inggris. Lalu mereka juga dipantau secara teratur oleh pemerintah Inggris.  Ini tidak saja sebagai bentuk jaga diri dari pemerintah Inggris terhadap ajaran-ajaran radikal yang  kemungkinan besar diajarkan saat mereka dibiarkan mendirikan sekolah sendiri.

Fenomena itu tentu saja menarik dan dapat dikaji dari bebeberapa aspek. Dari segi imigrannya, bagaimana hubungan dengan lingkungan lokal (setempat) sampai bagaimana mereka bisa survive dengan 'menyendiri' seperti itu. Namun saya tertarik soal kurikulum yang harus diikuti oleh para imigran itu.

Kemudian kita bisa melihat fenomena pendidikan khusus di negara kita, termasuk diantara adalah pondok pesantren. Ini tanpa bermaksud menyamakan namun pondok pesantren memang satu wadah khusus dimana siswa belajar secara khusus soal agama disamping juga belajar bidang lain. Secara khusus pula, pondok pesantren sudah diakui pemerintah sebagai wadah untuk menempuh pendidikan. Lulusannya juga diakui dan dapat melanjutkan pendidikannya di jenjang lebih tinggi termasuk di akademi militer.

Artinya apa ? Pemerintah percaya penuh pada pengelola pondok pesantren bahwa lembaga pendidikan itu memberikan pendidikan terbaik kepada anak didiknya dan sesuai dengan standar yang ditetapkan pemerintah.

Sehingga kekawatiran bahwa ponpes bisa membawa ajaran menyimpang dari ajaran Islam semisal mengajarkan radikal seperti sekolah khusus orang Afganistan itu bisa kita buang jauh-jauh.

Di sisi lain, para siswa dan para pengelola pondok pesantren juga harus mengikuti hal-hal yang sudah ditetapkan dalam pendidikan Indonesia. Kepatuhan itu hanya bisa dibuktikan dengan alumni-alumni yang secara nyata bisa menerapkan Islam yang rahmatan lil alamin, islam yang damai bagi semua makhluk di bumi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun