Mohon tunggu...
Retno Permatasari
Retno Permatasari Mohon Tunggu... Wiraswasta - Usaha Kecil

seorang yang senang traveling

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Idul Fitri dan Semangat Persatuan

31 Mei 2019   17:43 Diperbarui: 31 Mei 2019   17:49 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di beberapa media sosial menunjukkan banyak millenials yang mengeluhkan soal pertemanan  yang  tak bisa dilanjutkan lagi. Juga hubungan kekeluargaan yang berubah dari hubungan yang akrab dan empatif menjadi hubungan saudara yang saling benci dan menjatuhkan.

Setelah ditelisik, penyebabnya adalah  kontestasi politik yang selama dua tahun dihadapi Indonesia. Mulai Pilkada pada tahun 2018 sampai Pileg dan Pilpres pada tahun 2019. Bagi masyarakat Jakarta, Pilkada berlangsung pada tahun 2016 dan 2017.

Banyak yang terjadi pada masa itu, terutama mereka yang kerap memakai media social sebagai alat komunikasi maupun gaya hidup. Kontestasi yang seharusnya dilihat sebagai fenomena politik, telah bergeser menjadi fenomena receh yang dipahami secara receh pula. Padahal sebagai fenomena politik, paling tidak warga negara punya tingkat pemahaman yang cukup baik untuk dapat memantapkan hati memilih  calon yang akan menjadi Gubernurnya, wakilnya di Parlemen atau menjadi pemimpin bangsanya.

Pemahaman terhadap wakil atau calon yang akan dipilih akhirnya sebatas rekomendasi orang-orang sekitar yang sebenarnya juga tak terlalu paham. Hanya saja karena effect bubble (communications as bubble effect) akhirnya seseorang memilih berdasarkan rekomendasi seseorang yang dikenalnya.

Hal ini tentu saja berakibat parah karena tidak saja penilaian itu berdasarkan afektif saja (suka atau tidak suka) bukan kognitif (pengetahuan) . Sehingga seorang bisa memilih karena suka atau tidak suka.  Belum lagi effect dari perilaku ini menghasilkan timbul ujaran-ujaran yang terlampau berlebihan (sangat membenci atau sangat menyukai).

Kondisi ini menyebabkan seseorang tidak saja percaya pada kejelekan seseorang yang mungkin saja tidak tepat. Kejelekan ini terus menerus dilontarkan baik di lisan maupun di media social sehingga lama-lama tumbuh kepercayaan diri bahwa dirinya benar dan yang lain salah.

Kondisi yang terjadi selama bertahun --tahun  ini tentu saja menimbulkan situasi yang tidak menyenangkan terutama dalam hal relasi relasi social . Relasi social sebenarnya bukan saja harus dipelihara karena akan menumbuhkan rasa nyaman pada relasi pertemanan dan keluarga.

Sehingga keluhan para millenials seperti di atas itu amat relevan dengan kondisi I yang tak diinginkan ; perpecahan rasa tak nyaman dll.

Pada momentum Idul Fitri kali ini dimana seluruh kontestasi sudah berakhir mungkin bisa menjadi momentum untuk merekatkan dan menyatukan kembali perpecahan-perpecahan antar teman dan saudara karena politik.

Menjadi fitri bisa dipahami sebagai pencapaian kita pada kondisi sebelum perpecahan yaitu rukun, damai, saling membantu dan bersatu . Sikap ini mengalahkan perbedaan-perbedaan yang ada. Karena itu marilah kita mulai belajar merendahkan diri. Sebentar lagi kita bersama-sama menyambut Idul Fitri, dan kita harus kembali bersatu sebagai teman, saudara dan sebagai satu kesatuan bangsa.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun