Mohon tunggu...
Restu Mahendri
Restu Mahendri Mohon Tunggu... Pengajar

Hobi saya menyanyi dan mendengarkan musik karena hal ini sangat menyenangkan dam bisa melepaskan penat

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Tri Hita Karana dalam Implementasi Subak Bali

21 September 2025   17:57 Diperbarui: 21 September 2025   17:57 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto : Mind Map, THK 

Perkembangan zaman yang semakin pesat membuat peradaban manusia semakin canggih dan berkembang dalam mengikuti arus perkembangan global. Di tengah arus modernisasi dan globalisasi, manusia modern seringkali dihadapkan pada krisis multidimensional yang mencakup degradasi lingkungan, konflik sosial, dan kekosongan spiritual. Kemajuan material yang pesat ternyata tidak selalu berbanding lurus dengan pencapaian kebahagiaan dan harmoni hidup. Kondisi ini mendorong pencarian kembali terhadap sistem nilai dan kearifan lokal (local wisdom) yang menawarkan pandangan dunia yang lebih holistik dan seimbang sebagai alternatif dari paradigma antroposentris yang dominan. Perkembangan semakin pesat membuat arus globalisasi semakin modern dan tidak terlepas dengan teknologi.

Salah satu kearifan lokal Nusantara yang menawarkan solusi konseptual atas krisis tersebut adalah Tri Hita Karana. Berakar kuat dalam kebudayaan masyarakat Bali, Tri Hita Karana, yang secara harfiah berarti "tiga penyebab kebahagiaan", adalah sebuah filsafat hidup yang menekankan pentingnya menjaga hubungan yang harmonis dan seimbang. Konsep ini bukan sekadar norma sosial, melainkan sebuah kerangka kerja etis dan spiritual yang komprehensif untuk mencapai kesejahteraan sejati.

Latar Belakang

Di era digitalisasi, di mana aktivitas manusia menjadi pendorong utama perubahan, model pembangunan yang semata-mata mengejar keuntungan ekonomi tidak berkelanjutan. Akibatnya adalah kerusakan lingkungan yang masif, ketimpangan sosial yang melebar, dan krisis makna dalam kehidupan individu. Tri Hita Karana yang menempatkan harmoni sebagai tujuan utama, bukan sekadar pertumbuhan. Hal ini penting karena merupakan jawaban dari kearifan lokal untuk tantangan global, sebuah pengingat bahwa kemajuan sejati tidak dapat dicapai dengan mengorbankan salah satu dari tiga pilar kehidupan: spiritualitas, komunitas, dan alam. Relevansi Tri Hita Karana tidak terbatas pada konteks Bali. Prinsip-prinsipnya bersinggungan langsung dengan berbagai isu krusial yang dihadapi dunia saat ini.

Dalam Polarisasi politik, konflik antarumat beragama, dan individualisme yang ekstrem dapat diredam dengan mengamalkan sikap saling asah asih asuh. Di tengah gempuran globalisasi yang cenderung menyeragamkan budaya, Tri Hita Karana menekankan pentingnya melestarikan identitas dan kearifan lokal. Namun, di era globalisasi dan modernisasi yang serba cepat saat ini, implementasi Tri Hita Karana menghadapi tantangan yang kompleks dan signifikan. Pesatnya pembangunan pariwisata, masuknya investasi asing, dan pergeseran nilai-nilai sosial telah memicu berbagai isu krusial di masyarakat. Isu-isu ini sering kali memunculkan ketegangan antara pelestarian tradisi dan tuntutan pembangunan ekonomi. Tri Hita Karana menawarkan solusi berkelanjutan untuk masalah-masalah lingkungan dan sosial. Misalnya, praktik subak sebagai sistem irigasi tradisional Bali yang merupakan manifestasi nyata dari hubungan harmonis antara manusia dan alam, terancam oleh alih fungsi lahan sawah menjadi bangunan komersial. Di sisi lain, nilai-nilai Pawongan yang mengedepankan gotong royong dan kebersamaan mulai terkikis oleh individualisme dan materialisme. Hubungan antara manusia dengan Tuhan (Parhyangan) juga berpotensi mengalami disorientasi, di mana ritual dan upacara keagamaan terkadang lebih dilihat sebagai atraksi wisata ketimbang sebagai ekspresi spiritual yang mendalam.

Pembahasan / Isi Utama

Tri Hita Karana merupakan tiga konsep filosofi Hindu Bali yang mengajarkan tentang keseimbangan dan keharmonisan melalui hubungan manusia dengan Tuhan (Parahyangan), hubungan manusia dengan manusia (Pawongan) dan hubungan manusia dengan lingkungan alam (Palemahan). Dalam esensinya, konsep Tri Hita Karana menekankan tiga hubungan yang harus dijaga dalam kehidupan manusia. Dalam konteks Tri Hita Karana keseimbangan dan kebahagian hanya dapat terwujud apabila manusia berupaya menjalani hidup sesuai dengan prinsip-prinsip Dimana tidak merusak lingkungan, saling menjaga antar sesama. Konsep Tri Hita Karana (THK) pada dasarnya adalah sebuah landasan yang bersumber agama hindu namun sejatinya konsep ini adalah konsep yang universal yang eksis dalam kehidupan setiap umat beragama di dunia. Disebut eksis karena THK pada intinya mengedepankan harmoni dan prinsip-prinsip kebersamaan dalam kehidupan umat manusia. Hidup harmoni di tengah-tengah suasana kebersamaan yang tulus dan murni, tentu jadi idaman tiap manusia dimanapun berada tanpa membedakan aliran ataupun kepercayaan (Windia dan Dewi, 2006).

Subak merupakan pilar kebudayaan di Bali. Subak dapat menjadi lembaga tradisional yang ada di Bali yang memiliki peranan strategis dalam menunjang pembangunan nasional, dan berperan dalam pelestarian lingkungan dengan nilai-nilai THK dan kearifan lokal yang dimilikinya. Lingkungan topografi dan kondisi sungai di Bali yang umumnya curam menyebabkan sumber air untuk suatu komplek persawahan petani terletak cukup jauh, dan terkadang petani harus membuat terowongan. Kondisi ini yang menyebabkan petani tidak mampu untuk bekerja sendiri, dan mengharuskan untuk menghimpun diri dalam bentuk kelompok, yang dikenal dengan subak. Dalam subak, tercermin sifat kegotong-royongan antar anggota subak untuk saling membantu guna memenuhi kebutuhannya (Astiti, 2015).

Tri Hita Karana adalah konsep filosofis dalam kehidupan masyarakat Hindu Bali yang berarti "tiga penyebab terciptanya kebahagiaan dan kesejahteraan". Tiga penyebab ini bersumber dari hubungan yang harmonis antara manusia dengan tiga elemen utama.

Ketiga elemen tersebut adalah:

  1. Parahyangan: Hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhan (Ida Sang Hyang Widhi Wasa).
  2. Pawongan: Hubungan yang harmonis antara manusia dengan sesama manusia.
  3. Palemahan: Hubungan yang harmonis antara manusia dengan alam dan lingkungannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun