Mohon tunggu...
restu santoso
restu santoso Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Oligarki Televisi, Antara Idealisme dan Bisnis

10 Desember 2018   22:20 Diperbarui: 10 Desember 2018   22:25 407
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Tidak banyak orang yang sadar bahwa ada persoalan dengan kondisi pertelevisian di negeri ini. Tampak dari sikap pasif khalayak terhadap program tv yang dikonsumsi. Kalau pun ada yang bersikap aktif dalam menyeleksi tontonan tv, mayoritas adalah mereka yang memang belajar di ranah komunikasi atau mengerti tentang tv yang ideal. Belum lagi persoalan tentang regulator dan regulasi. Pertelevisian di negeri ini sedang terjangkit berbagai penyakit.

Berangkat dari kenyataan tersebut, tidak berlebihan bila kita mengatakan pertelevisian di negeri ini sedang banyak dirundung masalah. Hanya saja, tidak semua orang mengerti dan sadar akan kondisi ini. Masalah yang menjangkiti pertelevisian di Indonesia cukup kompleks. Bila dipetakan, permasalahan itu ada mulai dari regulator, regulasi, pemilik, produk tv, dan juga khalayak sebagai pemirsa. Bagi kebanyakan orang tentu susah untuk membayangkan peta masalah itu sendiri.

Seiring perkembangan teknologi informasi dan globalisasi, industri medi massa juga mengalami perubahan yang signifikan. Perubahan tersebut terlihat jelas pada aspek struktur, mekanisme kerja dan operasional maupun content media massa. Hal ini, pada akhirnya mendesak berbagai institusi media untuk mengikuti pola-pola persaingan bisnis industri media agar tetap bertahan. Ketatnya iklim persaingan dalam industri media massa pada akhirnya berpengaruh pada makinkuatnya nilai-nilai kepentingan ekonomi (profit) terhadap nilai-nilai idealismemedia.

Penekanan pada profit perusahaan media telah banyak mengubah landasan utama media, yaitu jurnalisme. Banyak bukti yang menunjukkan bagaimana,Rupert Murdoch (konglomerat media) yang sangat menekankan profit dan pertumbuhan finansial, menolak isi berita atau mendukung isi berita hanya berdasarkan kepentingan ekonominya saja (Vivian, 2008).

Dalam beberapa hal, bisnis media massa dipandang sebagai sebuah bisnisyang unik. Berbeda dengan industri lainnya, industri media massa terkait denganpenyebaran ide-ide, informasi dan budaya. Croteau dan Hoynes (2006:1) menyebutnya sebagai bisnis yang menempati posisi yang unik dalam masyarakat demokratis karena peran-perannya yang signifikan dalam bidang politik dan budaya melalui nilai-nilai ekspresi kebebasan dan kreatifitas, independensi, dan keragaman perspektif yang dimiliki.

Inilah yang dinamakam oligarki, bentuk pemerintahan atau kekuasaan yang dipegang oleh sekelompok elit kecil dari masyarakat. Ketika elit tertentu menguasai sistem maka hal yang dilahirkan hanya memihak elit dan mementahkan kepentingan publik. Hal tersebut terjadi dalam dunia pertelevisian di Indonesia.

Media televisi punya pengaruh besar untuk memengaruhi masyarakat dan sangat rawan disalahgunakan oleh pemiliknya untuk kepentingan politik pemilik dalam mempengaruhi masyarakat. Itu belum termasuk konten penyiaran yang potensial menghancurkan karakter dan mendeligitimasi lawan politik dan parpol dari pemilik oligarki bisnis media televisi.

Perlu kita ketahui bahwa kekuatan media penyiaran harus diarahkan untuk memperkuat ketahanan nasional dan budaya untuk memperkuat identitas kebangsaan di tengah percaturan global. Lewat media penyiaran, kontribusi untuk penguatan nilai-nilai kebangsaan dan institusi demokrasi dapat dilakukan lebih massif. Termasuk membangun Indonesia dari pinggiran, meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia yang memiliki daya kompetitif di dunia internasional, serta mendorong kemandirian ekonomi.

Hal inilah yang menjadi dasar penjelasan, mengapa industri penyiaran televisi memiliki lebih banyak regulasi bila dibandingkan dengan sektor lain. Regulasi tersebut diperlukan guna melindungi masyarakat sebagai publik yang memiliki frekuensi radio. Artinya regulasi diperlukan agar terdapat garansi bahwa informasi yang disampaikan oleh lembaga penyiaran memang benar-benar merupakan informasi yang dilandasi oleh semangat untuk meningkatkan derajat kualitas hidup masyarakat sebagai publik.

Penulis disini menyarankan, di zaman teknologi saat ini kita sendirilah yang harus pintar-pintar dalam mengolah informasi yang kita dapat juga bagaimana kita menuntukan tayangan televis yang baik untuk kita tonton di rumah. Jangan musah termakan dengan berita atau informasi yang tidak jelas sumbernya dari mana atau yang lebih kita kenal dengan Hoax.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun