Di balik notifikasi Telegram yang tampak biasa, bahaya bisa datang tanpa aba-aba. Penipuan digital kini tidak lagi cuma lewat SMS atau telepon gelap. Telegram aplikasi yang katanya aman dan bebas iklan justru sedang jadi ladang empuk para scammer.Modusnya beragam. Tiba-tiba ada akun bernama "Shopee Support" menghubungi, lengkap dengan logo dan nada sopan: "Selamat! Anda memenangkan hadiah Rp10 juta!" Atau tawaran kerja freelance dengan imbalan besar dan kerja ringan. Tapi semua ujungnya sama korban diminta setor uang lebih dulu. Lalu? Akun menghilang. Dana lenyap. Hati remuk.
Dita (28), karyawan swasta di Jakarta, salah satu korbannya. Ia tertipu akun yang mengaku dari marketplace ternama. "Saya disuruh isi data dan transfer biaya admin. Katanya mau dapat hadiah loyalitas. Eh, ternyata zonk. Hilang Rp12 juta," katanya. Dita mengaku saat itu terburu-buru dan tidak sempat berpikir panjang.
Yang bikin ngeri, penipuan ini bukan satu-dua kasus. Grup-grup Telegram dipenuhi akun bodong yang pura-pura jadi investor sukses, perekrut kerja, hingga CS palsu. Tak jarang, mereka menggunakan bot canggih yang bisa menjawab layaknya manusia. Penipuan ini masif, terorganisir, dan sulit dilacak.
Lalu kenapa Telegram jadi sarangnya?
Pertama, Telegram membebaskan pengguna memakai username anonim. Kedua, membuat akun atau grup bisa dalam hitungan detik, tanpa verifikasi ketat. Ketiga, minimnya moderasi. Akibatnya, siapa pun bisa jadi siapa pun. Cuma butuh logo, nama keren, dan sedikit copywriting, jebakan pun siap dipasang.
Pemerintah lewat Kominfo memang sudah memblokir banyak akun dan kanal scam. Tapi ibarat gulma, makin ditebas, makin tumbuh. Telegram sendiri? Responsnya lambat. Laporan sering kali diabaikan kecuali viral.
Lalu kita harus apa?
Kuncinya: jangan gampang percaya.
Dapat pesan undian? Jangan klik apa pun sebelum cek ke situs resminya.
Ditawari kerja mudah tapi disuruh setor uang dulu? Red flag.
Grup investasi ramai promosi cuan instan? Tinggalkan.