Mohon tunggu...
Resi Aji Mada
Resi Aji Mada Mohon Tunggu... Lainnya - Tulisan pribadi

Pernah menjalani pendidikan bidang studi Administrasi Negara di perguruan tinggi negeri di kota Surakarta. Pemerhati isu-isu sosial, politik, dan pemerintahan.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Natal Tanpa Pengamanan Ekstra, Kerinduan Bersama

22 Desember 2020   12:00 Diperbarui: 23 Desember 2020   21:57 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pengamanan perayaan Natal - Republika/Prayogi

Kelompok-kelompok ini memang belum bisa menerima dan menyikapi perbedaan dengan baik sehingga merasa "terganggu" dengan adanya perayaan dan prosesi kepercayaan diluar yang mereka percayai. Biasanya sasarannya adalah kelompok-kelompok yang lebih lemah.

Tak hanya di Indonesia, di negara lain pun ternyata juga ada ancaman serupa. Tindak teror dan atau intimidasi yang dengan terbuka diarahkan ke tempat ibadah masih kadang kala terjadi dan kadang membuat banyak korban berjatuhan. Walaupun terkadang juga dipicu dulu oleh tindak intoleransi yang lain juga.

Tak bisa dipungkiri jika hampir di semua agama di dunia ini selalu terdapat oknum kelompok-kelompok yang "terlalu radikal" dalam memahami dan mengaplikasikan ajaran mereka, sehingga sering kali tak memiliki toleransi bahkan melakukan tindak intimidasi terhadap kelompok lain yang dirasa lebih lemah.

Di Indonesia sendiri memang tahun-tahun terakhir ini lebih kondusif, meski ancaman secara terbuka sudah lebih kondusif, ancaman tertutup masih ada.

Penulis menilik pengalaman pribadi setiap mendekati natal hampir setiap hari ada kegiatan di gereja, apalagi terkadang hingga menginap. Sehingga cukup kenal pula dengan aparat keamanan yang kebetulan disiagakan 24 jam oleh Polisi dan TNI di gereja dimana penulis beraktivitas.

Dari situ penulis mendapati informasi status siaga masih saja terus diterapkan ketika memasuki momen natal. Bahkan kala kita melihat di media, juga masih ditemui operasi penangkapan teroris oleh densus 88 menjelang natal.

Yang terbaru, penangkapan 23 anggota jamaah islamiah jadi bukti densus selalu meningkatkan operasi menjelang natal. Walau memang tak diberitakan ada atau tidaknya indikasi rencana teror pada natal tahun ini, setidaknya menguatkan informasi jika ancaman itu memang masih ada dan nyata.

Terorisme di Indonesia ini memang masih menjadi ancaman. Masalahnya terorisme yang berkembang di Indonesia setuju tak setuju sebagian besar lahir dari sentimen keagamaan. Itu kenapa di dalam suasana hari raya agama tertentu pula status siaga ditingkatkan.

Darimana sentimen-sentimen itu bisa muncul? Bisa jadi karena ketidakpahaman akan kepercayaan orang lain (namun merasa paling mengerti), ditambah dengan teori-teori ngawur yang dibuat oknum-oknum tertentu sehingga membuat seolah-olah ada kepercayaan lain yang mengancam eksistensi kepercayaan yang diyakininya.

Penulis ambil contoh beberapa tahun lalu ada pusat perbelanjaan yang hampir disweeping oleh kelompok tertentu tak jauh dari kota tempat penulis tinggal, meski untung saja bisa dicegah oleh aparat. Penyebabnya? Pemasangan hiasan-hiasan natal dan penggunaan atribut-atribut natal yang dianggap bentuk ancaman terhadap kepercayaan mereka (diungkap dari perdebatan pimpinan mereka dan aparat yang menghalau).

Padahal hiasan natal, atribut natal yang sering ditemui dan digunakan di pusat-pusat perbelanjaan itu sebenarnya hanyalah bentuk tradisi dan budaya masyarakat dunia dalam menyambut perayaan natal, bukan bagian dari prosesi keagamaan, apalagi esensi dari natal itu sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun