Para ilmuwan di Republik Rakyat Tiongkok kembali menorehkan pencapaian penting dalam bidang teknologi komputasi dan neuroilmu dengan memperkenalkan perangkat komputer generasi terbaru yang diberi nama Darwin Monkey .Â
Komputer canggih ini dirancang untuk dapat meniru kinerja otak primata dan merupakan hasil pengembangan kolaboratif dari sejumlah ilmuwan di Laboratorium Kecerdasan Otak Nasional yang berada di bawah naungan Universitas Zhejiang , Provinsi Zhejiang, wilayah timur Tiongkok.
Perangkat tersebut diumumkan kepada publik pada Sabtu (2 Agustus 2025), dan langsung menarik perhatian komunitas ilmiah internasional karena kemampuannya yang mendekati kompleksitas proses berpikir pada otak makhluk hidup, khususnya otak kera.
Spesifikasi Tinggi, Didukung Cip Otak Generasi Ketiga
Darwin Monkey dilengkapi dengan 960 unit cip Darwin 3 , yang merupakan generasi ketiga dari unit pemrosesan saraf (neural processor unit) yang dikembangkan secara mandiri oleh tim peneliti dari laboratorium tersebut.Â
Cip ini dirancang untuk meniru mekanisme kerja otak secara lebih akurat dibandingkan prosesor konvensional.
Keunggulan cip Darwin 3 terletak pada kemampuannya untuk mendukung simulasi lebih dari dua miliar neuron aktif serta lebih dari 100 miliar sinapsis , yakni sambungan antar neuron yang memungkinkan transmisi sinyal dan pembelajaran.Â
Kombinasi ini menjadikan Darwin Monkey menjadi komputer pertama di dunia yang dapat menjalankan simulasi otak secara komprehensif, termasuk aspek kognitif lanjutan , fungsi visual , membaca suara , bahasa , dan kemampuan belajar secara bersamaan.
Dalam kondisi operasional normal, komputer ini mengonsumsi energi sebesar 2.000 watt , suatu angka yang dinilai efisien mengingat kompleksitas pemrosesan yang dilakukan, berdasarkan laporan yang diterbitkan oleh kantor berita Antara News pada Senin (4 Agustus 2025).
Simulasi Otak dan Pemrosesan Model Kecerdasan Buatan
Selain kecanggihannya dalam meniru kerja saraf otak biologi, Darwin Monkey juga telah berhasil digunakan untuk menjalankan model kecerdasan buatan besar (large brain-like models) , salah satunya adalah DeepSeek , sebuah sistem AI yang dikembangkan untuk melakukan beragam tugas kompleks.
Melalui implementasi DeepSeek, komputer ini dapat menyelesaikan fungsi-fungsi seperti:
Penalaran logistik tingkat lanjut
Pembuatan secara konten otonom
Pemecahan persoalan matematis
interpretasi bahasa
Pemrosesan data sensorik (penglihatan dan suara)
Kemampuan Darwin Monkey dalam meniru proses otak bahkan telah dimanfaatkan untuk memantau kinerja berbagai struktur otak hewan , mulai dari makhluk bersel saraf sederhana seperti nematoda elegans , hingga organisme yang lebih kompleks seperti ikan zebra , tikus , dan primata .
Dengan mengadaptasi konfigurasi neuron yang disesuaikan dengan setiap jenis hewan, sistem ini memberikan pendekatan baru yang sangat menjanjikan dalam penelitian neurobiologi , neuromodulasi , dan pengembangan kecerdasan buatan berbasis biologi .
Terobosan Baru dalam Ilmu Otak dan Teknologi Neuromorfik
Pencapaian ini menandai kemajuan signifikan dalam bidang komputasi neuromorfik , yaitu cabang ilmu teknologi yang fokus pada penciptaan sistem perangkat keras dan perangkat lunak yang meniru cara kerja otak manusia dan hewan.Â
Tidak seperti arsitektur komputer tradisional yang bekerja secara linier dan tersentralisasi, sistem neuromorfik dirancang untuk dapat beroperasi secara paralel dan desentralistik, seperti cara neuron berinteraksi dalam jaringan biologi.
Para peneliti menyatakan bahwa teknologi yang diusung Darwin Monkey dapat membuka babak baru dalam berbagai bidang ilmu, antara lain:
Pengembangan robotika otonom dengan sistem saraf tiruan
Simulasi medis neurologi untuk diagnosis penyakit otak
Riset farmasi dalam mengukur dampak obat terhadap jaringan otak virtual
Pengembangan AI etis yang memahami konteks seperti otak manusia
Potensi Penerapan dan Tantangan Ke Depan
Dengan munculnya Darwin Monkey, Tiongkok sekali lagi menunjukkan dominasinya dalam pengembangan teknologi berbasis otak dan kecerdasan buatan generasi berikutnya.Â
Proyek ini menjadi bagian dari inisiatif nasional " Brain Project China ", yaitu program strategi jangka panjang yang dikhususkan pada penemuan-penemuan neuroteknologi dan bioelektronik.
Namun demikian, sejumlah ilmuwan juga memberikan catatan kritis terhadap tantangan etika dan teknis yang mungkin muncul, seperti:
Kebutuhan pengendalian transparansi algoritma berpikir mesin
Sistem penerapan ini pada sektor militer atau pengawasan
Risiko duplikasi sistem otak manusia yang terlalu realistis
Ketergantungan berlebih pada simulasi dalam penelitian biologi
Meskipun demikian, dengan pendekatan yang bertanggung jawab dan kolaboratif, para ilmuwan berharap teknologi semacam ini dapat digunakan untuk memperkuat kapasitas manusia dalam memahami otak mereka sendiri dan menciptakan mesin-mesin yang benar-benar mampu belajar dan beradaptasi seperti makhluk hidup.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI