Opini Media MassaÂ
Renata Diah Puspita Murdoko, Fabiola Latifah Basjah, Apolonius Yomaha Putra, Figo Dwi Cahyo (Sub Kelompok 8 KKN R1)Â
Universitas 17 Agustus 1945 SurabayaÂ
Kuripansari 19 Juli 2025 - Di tengah arus deras digitalisasi yang semakin pesat, teknologi tak lagi menjadi monopoli perkotaan. Kini, kemudahan akses informasi, komunikasi, hingga beragam transaksi digital telah menjangkau setiap sudut negeri, termasuk desa-desa terpencil seperti Desa Kuripansari. Smartphone bukan lagi barang mewah, melainkan perangkat yang membuka gerbang ke dunia luas, memungkinkan warga desa mengakses pasar online, layanan keuangan digital, hingga informasi penting dengan sekali sentuh. Namun, di balik segala kemudahan dan peluang yang ditawarkan era digital ini, tersimpan pula ancaman yang tak kalah nyata. Kejahatan siber berkembang pesat, memanfaatkan celah literasi digital yang masih rendah di sebagian masyarakat, menjadikan mereka target empuk bagi para penipu yang semakin canggih.
Berbagai modus kejahatan siber kini semakin meresahkan. Salah satunya adalah Pinjaman Online (Pinjol) ilegal yang menawarkan kemudahan akses dana instan, namun berujung pada jeratan bunga mencekik dan denda tak masuk akal. Ketika korban kesulitan membayar, penagihan agresif, intimidasi, bahkan ancaman penyebaran data pribadi menjadi tak terhindarkan, meninggalkan dampak psikologis berat dan kerusakan reputasi sosial. Tak hanya itu, fenomena penipuan arisan online juga kian marak. Modus ini mengiming-imingi keuntungan cepat atau "arisan get" yang menggiurkan, namun pada akhirnya uang setoran dibawa kabur, menyebabkan kerugian finansial besar dan merusak tali silaturahmi antaranggota. Terakhir, kemudahan belanja e-commerce juga tak luput dari incaran penipu. Mereka menciptakan toko online fiktif dengan harga sangat murah, mengirim barang tidak sesuai pesanan, atau bahkan melakukan phishing---mencuri data pribadi Anda melalui tautan palsu---yang kesemuanya berujung pada kerugian materi dan data penting.
Ironisnya, kejahatan siber ini tidak hanya berpusat di perkotaan, tetapi juga sangat rentan menimpa masyarakat di pedesaan yang baru mengenal dan beradaptasi dengan internet. Bagi warga desa, kerugian akibat penipuan ini bukan sekadar angka di rekening, tetapi bisa berarti hilangnya seluruh uang tabungan, terjerat utang yang tak mampu dibayar, atau bahkan harus menjual aset berharga. Dampak psikologisnya pun tak kalah parah, memicu tekanan mental, rasa malu, hingga rusaknya kepercayaan antarwarga akibat penipuan berantai. Pada akhirnya, kondisi ini bisa menghambat potensi positif digitalisasi yang seharusnya menjadi jembatan menuju kemajuan desa, alih-alih justru menjadi ancaman yang menakutkan.
Akar utama dari persoalan ini adalah minimnya literasi digital di kalangan masyarakat. Banyak warga yang, meski sudah memiliki akses teknologi, belum sepenuhnya memahami cara kerja dunia online. Mereka kesulitan membedakan mana platform resmi dan mana yang palsu, tidak mengenali ciri-ciri umum penipuan, atau bahkan abai terhadap pentingnya melindungi data pribadi. Kondisi ini diperparah dengan adanya kepercayaan berlebihan terhadap iming-iming keuntungan instan atau kemudahan yang tidak masuk akal, menjadikan mereka target empuk bagi para penipu yang terus memperbarui modus operandi mereka.
Untuk mengatasi masalah ini, kolaborasi dari berbagai pihak menjadi kunci. Pemerintah memegang peran sentral dalam memperkuat regulasi, memastikan penegakan hukum yang tegas terhadap para pelaku kejahatan siber, serta menggalakkan sosialisasi masif melalui lembaga-lembaga terkait seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk pinjol, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk konten digital, dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dalam penindakan. Di sisi masyarakat dan individu, penting untuk menumbuhkan sikap kewaspadaan, kritis, dan proaktif dalam mencari informasi. Budaya bertanya jika ada keraguan, serta berbagi informasi tentang modus penipuan yang baru, harus terus didorong. Lembaga pendidikan dan komunitas, termasuk program Kuliah Kerja Nyata (KKN) seperti yang kami lakukan di Desa Kuripansari, memiliki peran strategis sebagai jembatan untuk memberikan edukasi langsung dan praktis kepada masyarakat di akar rumput. Tak kalah penting, platform digital juga punya tanggung jawab besar untuk memperketat sistem keamanan, aktif memfilter konten penipuan, dan menyediakan saluran pengaduan yang mudah diakses oleh pengguna.
Maka, sudah saatnya kita bersama-sama memerangi kejahatan siber ini. Bukan hanya tugas aparat atau pemerintah, tetapi juga tanggung jawab kita semua sebagai pengguna teknologi. Dengan kolaborasi erat dari pemerintah, masyarakat, lembaga pendidikan, dan penyedia platform digital, serta diiringi peningkatan literasi digital yang berkelanjutan, kita bisa menciptakan lingkungan digital yang aman, produktif, dan bermanfaat bagi seluruh lapisan masyarakat, termasuk di Desa Kuripansari. Semoga digitalisasi yang kita alami saat ini benar-benar membawa kemajuan sejati, bukan justru jerat baru yang merugikan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI