Kelompok Wanita Tani (KWT) adalah kumpulan wanita-wanita yang memiliki potensi untuk bercocok tanam dan menyediakan ketersediaan bahan pangan untuk skala mikro.Â
Namun betapa terkejutnya ketika melihat data sosial ekonomi bahwa kebanyakan anggotanya rata-rata adalah wanita berusia 40-65 tahun yang produktif dan aktif. Ke mana para pemudinya?Â
Ini juga menjadi bahan evaluasi karena ada beberapa hal yang ternyata cukup berpengaruh pada semangat organisasi atau komunitas.Â
Beberapa kendala yang dialami pemudi yang enggan bergabung menjadi Kelompok Wanita Tani (KWT):Â
Tidak ada bayarannyaÂ
Betapa pergeseran kebutuhan sudah sangat berubah, tidak ada lagi gotong royong atau kerja sama sukarela untuk kegiatan pertanian sederhana, di Tasikmalaya sendiri alasannya karena kegiatan bercocok tanam dan bertani bareng warga tidak ada upahnya. Jelas, sudah urgensi upah ini yang lebih diminati untuk menopang kebutuhan pemudi.Â
Tidak Keren dan Tidak InstagramableÂ
Entahlah, ini tanggung jawab siapa yang harus sosialisasi dan edukasi, karena jumlah penyuluh pertanian pun semakin tidak terlihat dan jarang berkunjung, jadi Komunitas Wanita Tani (KWT) melakukannya dengan pengalaman turun-temurun serta berdiskusi dengan sesama anggotanya.Â
Masalah tidak keren, karena apanya yang mau keren, fasilitas seadanya, benih pun hasil dari menyisihkan dari beberapa komoditas yang membusuk dan dikeringkan, cara mereka sederhana untuk melawan kemalasan dan mahalnya harga-harga pangan terutama makanan sehat yang satu ikatnya sudah menyentuk Rp. 10.000.Â
Memang tidak ada publikasi sama sekali karena literasi digital dan sentuhan dengan gawai pun tidak secanggih anak muda, bukankah harusnya anak muda yang memviralkan kegiatan mereka agar banyak dilihat publik di ruang maya sekedar menginformasikan adanya kegiatan bercocok tanam dari suatu kelompok untuk ketersediaan pangan skala kecil?Â
Tidak instagramable, rasanya seperti diperbudak oleh syarat-syarat tampilan media sosial, memang estetika itu penting namun tidak terlalu berpengaruh jika tidak bermanfaat sama sekali dan tidak membawa perubahan sama sekali pada arah yang lebih baik.Â
Tidak Ada WaktuÂ
Betapa mahal sekali waktu senggang anak muda masa kini, setelah bekerja dengan jam kerja yang tiada hentinya, maka waktu istirahat adalah waktu yang sangat berkualitas untuk sekadar jeda dari ingar-bingarnya dunia dan sejenak menyepi untuk menyegarkan pikiran.Â