Mohon tunggu...
Renny Soelistiyowati
Renny Soelistiyowati Mohon Tunggu... Guru - Dosen

Saya pengajar di SV IPB University

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Melihat Kembali Dunia Sesungguhnya melalui Perpustakaan, SV, IPB University

21 Juli 2022   10:30 Diperbarui: 21 Juli 2022   10:33 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Siapapun pasti setuju bahwa perpustakaan sebagai ruang publik yang terbebas dari segala dominasi, intimidasi, serta dapat memberikan pelayanan maksimal kepada pemustaka. Hal itu dikarenakan di dalam perpustakaan itu sendiri terdapat trilogi yang bersinergi satu sama lain yakni pemustaka, pustakawan, dan perpustakaan. Di mana pada hakikatnya, perpustakaan yang diharapkan oleh masyarakat adalah perpustakaan yang terbuka bagi semua lapisan masyarakat.

Hal tersebut didasarkan pada realitas bahwa masyarakat sebagai mahkluk sosial memiliki hak dan kemampuan untuk berargumen serta mengemukakan pendapat tanpa adanya pengaruh atau tekanan dari penguasa otoriter. Setiap masyarakat memiliki hak untuk datang ke perpustakaan dan memanfaatkan informasi serta fasilitas yang disediakan oleh perpustakaan tersebut.

Perpustakaan menjadi salah satu tempat berkumpulnya berbagai jenis lapisan masyarakat yang memungkinkan terjadinya pertukaran komunikasi dalam berbagai hal seperti minat, tujuan, maupun nilai yang berlangsung tanpa paksaan, informasi pengetahuan, dan sebagainya. Perpustakaan menjadi sangat penting sebagai saluran informasi bagi masyarakat umum. Selain memiliki fungsi informasi, perpustakaan tidak lepas sebagai sarana edukasi, rekreasi dan kebudayaan yang akan merefleksikan perubahan masyarakat menuju lebih baik berkat sumber informasi yang terdapat di dalam perpustakaan.

Meski begitu, fenomena lumrah akhir-akhir ini terhadap minat kunjung perpustakaan belum menjamur. Sebab stigma perpustakaan yang masih dianggap kaku oleh masyarakat. Seolah perpustakaan yang dibangun atas dasar untuk masyarakat justru terkadang berjarak dengan masyarakat. Di kalangan tertentu, perpustakaan belum menjelma sebagai fasilitas yang ramah, mengasyikan, serta bersahabat. Hal tersebut bisa jadi dikarenakan dari desain perpustakaan, kemajuan teknologi yang belum berbanding lurus dengan pengetahuan pustakawan maupun pemustaka, tampilan pustakawan atau petugas perpustakaan yang membosankan, aturan-aturan yang diberlakukan, serta alur administrasi yang menjemukan.

Meskipun beberapa perpustakaan memiliki predikat baik secara universal. Namun apa salahnya nasib ruang publik yang bernama perpustaakaan tersebut terus berbenah, berkembang, serta menakar ulang dalam memajukan perpustakaan di era yang terus mengalami perubahan secara fundamental.

Hal tersebut terlihat dari aktivitas seperti digitalisasi, computing power dan data analytic yang telah melahirkan terobosan-terobosan yang mengejutkan di berbagai bidang, yang mendisrupsi (mengubah secara fundamental) berbagai lanskap interaksi global, nasional, dan ruang publik berbagai daerah dalam berbagai bidang, termasuk perpustakaan. Akan tetapi, perpustakaan terkadang terjebak pada realitas stigma masyarakat yang memberi kesan bahwa perpustakaan hanya sebatas mengumpulkan dan menyimpan buku. Padahal saat ini masyarakat itu sendiri sebenarnya akrab dengan produk-produk teknologi informasi dalam mendukung aktivitas hariannya. Sehingga intensitas interaksi masyarakat dengan produk-produk teknologi belum mencapai tingkat penggunaan yang seharusnya. 

Namun hal tersebut memberikan beberapa pertanyaan tentang "Bagaimana perpustakaan yang sebenar-benarnya diharapkan oleh seluruh lapisan masyarakat ?". 

Pasalnya, tidak semua orang menghormati dunia ideal yang berjalan berdampingan dengan kemajuan teknologi. Padahal dengan kemajuan teknologi seharusnya menjadi acuan serta bentuk tanggung jawab atas malaise yang dikeluhkan umat manusia. Dengan begitu, perpustakaan yang ideal diharapkan akan menjadi ruang publik yang lahir berkali-kali dalam wajah dan identitas yang mengalami perkembangan kemajuan teknologi namun tidak meninggalkan makna etis yang sebenar-benarnya.

Perpustakaan semestinya melihat kembali dirinya sebagai miniatur semesta yang hadir dalam sebuah ruang publik. Kemudian memandang kembali trilogi antara perpustakaan, pustakawan, dan pemustaka dalam menciptakan harmoni keserasian satu sama lain seiring perkembangan zaman. Sehingga realitas objek di dalam perpustakaan tidak mengalami keterasingan dalam dunia global.

Cobalah bayangkan seorang penulis dari berbagai belahan dunia yang membuat buku siang dan malam, merancang ide tulisan secara hati-hati, membuatnya di ruang kerja, di sudut ruangan bawah tanah dengan nama -- nama kota yang bisa di absen dari kelahiran berbagai buku, kemudian membawanya ke penerbit untuk di jual dan di cetak yang kemudian didistribusikan ke berbagai toko buku dengan berbayar hingga akhirnya sampai ke perpustakaan untuk dimanfaatkan secara gratis. Dalam hal ini perpustakaan menjadi bagian penting mengingat dalam Undang-Undang No. 43 tahun 2007 pasal 3 dijelaskan bahwa perpustakaan berfungsi sebagai  wahana pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi untuk meningkatkan kecerdasan dan keberdayaan bangsa.

Akan tetapi menjadi ironis, ketika sebuah perpustakaan tidak memberikan kesempatan kepada buku yang dianggap mengandung unsur-unsur berbahaya dalam konten buku tersebut. Sehingga dunia yang di harapkan dapat dilihat di perpustakaan, terkadang menjadi batas dari dunia yang digambarkan dalam kenyataan. Kebijakan seperti pembredelan, pelarangan, hingga pemusnahan buku selayaknya menjadi diskursus khusus kembali oleh perpustakaan-perpustakaan yang ada. Hal tersebut guna mengembalikan wajah dan identitas berbagai pengetahuan melalui perpustakaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun