Mohon tunggu...
Reni Soengkunie
Reni Soengkunie Mohon Tunggu... Freelancer - Tukang baca buku. Tukang nonton film. Tukang review

Instagram/Twitter @Renisoengkunie Email: reni.soengkunie@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pembeli adalah Raja: Sudah Nggak Zaman Lagi!

26 Juli 2023   14:58 Diperbarui: 26 Juli 2023   14:59 393
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pict: https://www.pexels.com/

Istilah pembeli adalah raja mungkin sudah tidak asing lagi kita dengar dalam dunia perdagangan. Istilah semacam ini kerap sekali ditelan mentah-mentah, yang akhirnya tak jarang mengundang kesalahpahaman makna yang sesungguhnya. Para pembeli yang menganggap dirinya bak raja, tak sedikit yang kemudian berlaku semena-mena terhadap penjual. Lah wong raja kok, ya terserahlah mau ngapain!

Jika dulu istilah raja ini memang cukup relate, karena pada zamannya system berbelanja di toko atau pasar tradisional itu pembeli memang mendapatkan pelayanan penuh. Dari mulai diambilkan barang yang dibutuhkan, dimasukan barang belanjaannya ke dalam tas kresek, dan tak sedikit pedagang yang dengan sukarela membawakan belanjaan ke kendaraan pembeli.

Di beberapa kesempatan mungkin sebagian dari kita juga pernah menjumpai jenis manusia yang kalau belanja itu tidak mau turun dari kendaraan, jangankan turun mematikan kendaraannya saja enggan. Nggak tahu motif apa yang ada di pikiran orang-orang semacam ini. Kalau pada posisi macet atau hal tertentu mungkin tak masalah, karena beberapa teman disabilitas biasanya kalau belanja memang dari atas kendaraan namun biasanya mereka mengucapkan maaf dan meminta tolong dengan sopan ketika hendak berbelanja di tengah keterbatasannya.

Orang-orang yang sering menganggap dirinya raja ini biasanya ingin dilayani dengan sebaik-baiknya, dalam waktu sesingkat-singkatnya, dan kalau bisa membayar dengan semurah-murahnya. Orang-orang dengan kriteria ini biasanya memiliki empati yang rendah pada sesama manusia. Mereka menganggap bahwa ketika sudah memiliki uang maka mereka bisa berlaku semaunya sendiri. Sehingga tak jarang kita menemui para pembeli yang bersikap arogan pada penjaga atau pelayan toko ketika pelayanan atau barang yang diinginkan tidak sesuai. Tak sampai di situ, biasanya pisuhannya akan berlanjut ke media sosial sebagai bentuk ketidakpuasan konsumen terhadap toko atau produk tersebut.

Pembeli adalah raja merupakan istilah dari konsep marketing dalam penjualan. Hal semacam ini kerap dibahas pada psikologi konsumen dalam aspek kepuasaan, di mana para pembeli yang merasa puas entah itu dalam hal pelayanan, fasilitas, ataupun produk akan berpengaruh dengan tingkat loyalitas, minat beli, atau kesetian pada produk yang ditawarkan. Oleh karena itu, istilah ini dibuat agar para penjual peka dan melayani pembeli dengan sebaik-baiknya.


Pada zaman ini pembeli lebih proaktif dalam proses pembelian barang. Sistem swalayan membuat para pembeli terlibat langsung dalam pemilihan barang yang akan dibeli, pengemasan, serta pembeli juga bisa men-scan barcode sendiri untuk mengetahui harga barang jika tidak ada label harga yang tertera.

Status pembeli dan penjual di sini setara. Keduanya memiliki hubungan simbiosis  mutualisme satu sama lain. Pada kasus ini tak ada yang lebih tinggi kedudukannya. Penjual juga butuh pembeli, begitu juga pembeli yang butuh penjual. Pembeli di sini memang memiliki uang, namun penjual di sini memiliki barang yang akan dibeli.

Hal-hal semacam ini seharusnya bisa diminimalisir jika keduanya paham tentang hak dan kewajiban. Penjual paham apa saja hak yang harus dipenuhi pada pembeli, mulai dari pelayanan yang baik, sistem pembayaran yang mudah, tempat parkir yang mumpuni, dan hal-hal lainnya. Begitu juga pembeli harusnya mengerti bahwa ada beberapa hal yang mungkin bisa dikomunikasikan dengan penjual bila hal tersebut mungkin tidak sesuai dengan keinginan yang diharapkan pembeli.

Sudah saatnya jadi pembeli yang mandiri, kalau memang sudah disediakan keranjang dan tempatnya memungkinkan mengambil sendiri barangnya, maka tak ada salahnya mengambil sendiri. Kalau sudah ada daftar harganya, maka alangkah baiknya membaca dahulu sebelum bertanya. Kalau memang punya tas belanja ramah lingkungan, maka tak ada salahnya bawa sendiri dari rumah daripada misuh-misuh karena dikenakan biaya untuk kantong kreseknya. Kalau mau belanja ya turun dari mobil, kalau memang ada hal yang tak memungkinkan turun dari kendaraan biasakan ngomong 'maaf atau tolong' terlebih dahulu. Kalau sedang ramai dan buru-buru tak perlu marah-marah dan menyerobot antrean atau memaki kasir yang lelet dalam pelayanan.

Penjual yang ketus, nggak ada ramah-ramahnya, dan wajahnya mangkreng emang ngeselin. Tapi pembeli arogan yang kalau ngomong nyakitin dan kalau nawar barang sadisnya minta ampun itu juga nggak kalah ngeselinnya.  Pembeli memang harus dilayani bak raja, hanya saja raja yang seperti apa yang patut dan pantas mendapat perlakuan yang baik. Kalau dari awal dia sopan dan bisa menghargai, maka dia pun juga akan memanen kebaikan yang ditaburkan. Tapi kalau rajanya angkuh dan sombong macam raja Firaun, yah gimana ya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun