Beberapa hari lalu, grup WhatsApp keluarga saya mendadak ramai. Ada kabar yang bikin kaget sekaligus was-was. Sepupu saya pingsan setelah ikut lomba tarik tambang di lingkungannya. Belum selesai rasa heran itu, muncul cerita lain: suami sepupu saya tangannya sobek saat lomba yang sama.
Awalnya saya berpikir, "Ah, paling lecet biasa." Tapi ternyata sobekannya lumayan serius, karena gesekan tali yang besar dan keras bisa mengupas kulit telapak tangan, bahkan melukai pergelangan jika sampai terjerat. Dari sini saya mulai berpikir: sebenarnya aman tidak sih lomba tarik tambang  yang sering kita rayakan tiap Agustusan itu?
Tarik tambang memang seru. Dua kelompok saling adu tenaga, sorak-sorai penonton menambah semangat. Tapi siapa sangka, di balik keseruannya ada risiko besar. Salah satu risikonya adalah snap-back yaitu kondisi ketika tali yang sangat kencang tiba-tiba putus, lalu melenting balik dengan kecepatan tinggi. Energi yang tersimpan di dalam tali akan menghantam apa pun yang ada di dekatnya---termasuk wajah, tangan, atau badan peserta. Akibatnya bisa sangat fatal: memar parah, tulang retak, bahkan amputasi.
Kalau tarik tambang bikin tangan lecet, panjat pinang justru penuh ancaman jatuh dari ketinggian. Kita tahu lomba ini identik dengan tawa---peserta berebut memanjat batang licin demi hadiah. Tapi banyak yang lupa, tubuh manusia yang jatuh bisa mencederai orang lain di bawahnya. Beberapa hari ini berseliweran di Instagram dan youtube  video-video kecelakaan ketika panjat pinang. Saking mengerikannya sampai-sampai saya tidak berani untuk menonton sampai habis.
Saya tidak bermaksud mematikan semangat 17 Agustusan. Tradisi itu penting, karena jadi ajang kebersamaan. Tapi nyawa jauh lebih penting. Rasanya perlu ada evaluasi serius:
Gunakan tali khusus yang teruji dan tidak mudah putus.
Hindari melilitkan tali di tangan atau jari.
Untuk panjat pinang, siapkan alas matras atau pasir tebal agar jika jatuh tidak langsung ke tanah keras.
Panitia wajib menyiapkan tim medis darurat.
Namun, solusi yang lebih ekstrim dan aman adalah mengganti lomba-lomba tersebut menjadi lomba yang juga tidak kalah serunya.
Semangat boleh membara, tapi keselamatan jangan diabaikan. Tradisi mestinya membuat kita bangga, bukan justru berduka karena ada korban.