***
Tahun 1976, saya mengikuti ortu yang pindah-pindah  tugas di Propinsi Aceh. Kali ini,  ke Kota Meulaboh, Ibu Kota Kabupaten Aceh Barat, karena menjabat  sebagai Danrem-012/Teuku Umar. Selama dua tahun,  kami sekeluarga tinggal di kota pesisir pantai barat Propinsi Aceh ini. Meskipun, kota yang berpenduduk sekitar 150.000 jiwa itu,  terpencil.  Namun, pemadangan alam lautnya indah, dan masih tampak asri. Di sana, berbagai kegiatan pun saya ikuti, sebagaimana hal anak remaja berusia SMP pada umumnya. Salah satu yang berkesan, adalah kegiatan ke-Pramukaan ini.
Photo ini, merupakan salah satu catatan kegiatan Pramuka Penggalang saat itu. Khususnya, saat  dipersiapkan mengikuti ajang Pramuka akbar nasional yang bernama: Jambore Nasional (JAMNAS) 77 di Sibolangit. Yang pada waktu itu, diselenggarakan di Propinsi Sumatera Utara.  Tidak terasa, photo lama ini sudah berusia 41 tahun di album saya. Photo  yang  semakin berjarak dengan waktu yang semakin panjang, ternyata menyimpan ceritanya tersendiri.
 Anak-anak remaja SMP di photo itu, sekarang tentu saja sudah menjadi orang dewasa, bahkan Bapak atau Kakek bagi cucu-cucunya.  Ada di antara mereka yang sudah meninggal, dan ada juga yang sekarang tinggal dan bekerja di Luar Negeri.  Ada juga yang menjadi GURU, Dosen, Pengusaha, Pegawai Pemerintah, dan lain-lain. Mereka berjalan secara alamiah menembus alang rintang dan mengukir masa depannya masing-masing. Â
Tapi apapun itu. Disana ada momen abadi  yang terekam di dalam sebingkai photo tersebut.  Bahwa kami dulu, waktu  remaja belia, pernah dididik militan ber-Pramuka, dengan lumayan tegas dan keras, agar trengginas.Â
Mungkin, sebagian karakter kepribadian kami hari ini, adalah karena hasil godokan di "kawah candramuka"  yang sederhana ini, yang bernama Pramuka Jamnas 77. Dan, mungkin banyak pembaca muda dewasa ini yang bertanya-tanya: apa sih  Pramuka itu..?Â
Buat apa..? Dan apa asyiknya..? Pertanyaan yang dulu dirasakan aneh. Karena, dulu menjadi Pramuka merupakan dambaan banyak anak remaja. Menjadi Pramuka selalu didorong oleh orangtua di mana saja, karena dapat membuat anak remaja tersebut menjadi sehat fisik, mental dan rohani. Memiliki kegiatan yang bersentuhan dengan alam, akan menyebabkan Alam pun bersahabat dengan para kebanyakan Pramuka.Â
Pramuka juga sering dijadikan menjadi wadah pembibitan nilai-nilai nasionalisme, yang bisa diselenggarakan dengan cara yang murah, efisien dan sederhana. Tapi, uniknya: justru, mengapa kegiatan ini di jaman NOW, menjadi jarang terdengar gaungnya...? Â Mungkin, sebuah photo lama di atas bisa menjadi bahan renungan kembali akan pentingnya eksistensi Pramuka...
***
Di tahun 1977 itu, usia saya baru 15 tahun.  Pada era tersebut, kami tidak mengenal HP, Internet, Sosial Media  dan E-mail.  Bahkan, di kota Meulaboh ini tidak ada Televisi. Listrik juga saat itu, hanya hidup mulai jam 17:00 sampai jam 05 subuh. Maka, salah satu kegiatan rutin yang selalu asyik  kami lakukan adalah "berpetualangan" ala ke-Pramukaan ini. Kegiatan kepramukaan, yang semula dipelopori oleh Lord Baden Powell dari Inggris itu, memang memberikan daya tarik tersendiri, khususnya bagi anak-anak remaja di kota yang terisolir seperti ini. Â
Kegiatan fisiknya, sarat dengan hal-hal yang menantang adrelin anak-anak seusia SMP. Terutama, saat melakukan kegiatan naik bukit, ber-kemah (camping) di hutan, survival dan lain-lain . Kegiatan ini, tanpa disadari, mengajarkan kami agar belajar menyelaraskan diri dengan  keadaan dan "tantangan" yang dihadapi, termasuk Alam sekitar. Udara yang panas, kehujanan, kedinginan di gunung, menghadapi binatang  kecil  seperti ular dan sebagainya, seakan-akan sudah menjadi bagian sehari-hari aktivitas "anak kampung" ini. Â