Hari terakhir penugasan di Liwa adalah Sabtu 12 September 2012. Kami mengunjungi SMP Negeri 1 Lumbok Seminung yang terletak di kaki Gunung Seminung, berjarak sekitar 1,5 jam dari kota Liwa. Gunung Seminungmerupakan gunung yang berada diperbatasan dua propinsi, yaitu di Kecamatan Sukau diKabupaten Lampung Barat (Provinsi Lampung) dan Kecamatan Ranaudi Kabupaten OKI (Provinsi Sumatera Selatan). Gunung yang berlokasi di sebelah barat laut dari Kota Liwaini, sebenarnya hanya berjarak sekitar 25 km saja. Namun jalan-jalan menuju ke lokasi ini ternyata tidak semuanya mulus dan terpelihara.Yang menarik adalah, kawah gunung ini membentuk sebuah danau yaitu Danau RANAU, yang merupakan danau terbesar kedua di Pulau Sumatra.Letak sekolah SMP yang kami tuju ini kemudian menjadi unik, karena berada diantara kaki Gunung dan Danau Ranau dibagian bawahnya. Hal ini mengingatkan saya dengan lokasi unik Politeknik Informatika DEL yang letaknya di tepi Danau Toba di Sumatera Utara.
[caption id="attachment_245284" align="alignleft" width="608" caption="(Bougenville berwarna merah Jingga yang begitu subur, tumbuh diantara perspektif ruang diantara Kaki Gunung Seminung, dan Gedung kelas SMP Lumbok Seminung. Bunga cantik itu tumbuh segar diantara awan dan sejuknya udara pegunungan RANAU.. Setiap permulan hari, disini mentari pagi menyisip di dedaunan, mengucapkan "Selamat PAGI" kepada semua murid dan bapak/ibu guru, menyambut hari-hari yang dilalui dengan tenteram.. Tiada hal yang harus diburu-buru disini, tiada aktivitas yang hars berkejaran ... Disini, waktu seakan-akan adalah dari dan buat mereka semua yang selalu berharmonisasi dengan keindahan alam... / Photo By: Rendra Trisyanto Surya)"][/caption]
SMP Lumbok Seminung yang berada di kaki gunung, memiliki udara yang segar dan sejuk. Meskipun pada siang hari, cahaya matahari sekali-kali menusuk agak terik.Ketika saya berdiri di halaman luas di bagian tengah sekolah ini, mengamati murid-murid yang tampak sedang berkumpul berlatih bola voli dan latihan baris berbaris tersebut. Terasa ada perspektif ruang alami diantara gunung Seminung di latar belakang, lapangan bola volley di lapangan rumput di tengah dan gedung-gedung sederhana sekolah tersebut dipinggir yang dihiasi oleh bunga-bunga Bougenville warna jingga merah menyala. Bunga Bougenville ini kemudian mengingatkan bunga kegemaran Ibu saya. Namun saya belum pernah melihatbougenville seperti disini, yang hampir seluruh pohonnya ditumbuhi dan ditutupi oleh bunga berwarna oranye. Hm, apakah ini merupakan simbol suatu kehidupan para “orang-orang atas (Toh Lhi Wang) /orang gunung” yang disini terlihat begitu tata tentram dan damai..? Mungkin juga karena iklim dan udara seperti ini, menyebabkan pohon bunga Bugenville yang asal mulanya diimpor dari negara Kawasan Samudera Pasifik itu, menjadi begitu subur dan memancarkan keindahannya tersendiri.
***
Setelah selesai melakukan pemeriksaan di SMP Lumbok Seminung, lalu siang hari itu kami berjalan turun menuju ke Danau Ranau. Dipinggir danau tersebut terdapat bungalow dan villa penginapan yang bisa disewa pengunjung. Terlihat juga sawah-sawah yang tersusun rapi di sisi danau dengan pohon-pohon kelapa yang memberi aksentuasi keindahannya tersendiri. Kami menuju ke salah satu restoran yang berada tepat di tepi danau. “Pak, mungkin ini merupakan satu-satunya danau di Indonesia yang dimiliki oleh dua propinsi, ya.. ?”, kata Salman, staf Dinas Pendidikan Kabupaten Lampung Barat yang menemani penulis. Bagian selatan dari danau ini menjadi milik Propinsi Lampung dan bagian utaranya milik Propinsi Sumatera Selatan. Lokasinya yang strategis ini kemudian menjadi unik. Yang menyebabkan banyak warga dari Propinsi Sumatra Selatan (khususnya dari Kabupaten OKI) yang sering berkunjung kemari. Saya bertemu dengan serombongan remaja Oki yang sedang berkunjung dan asyik berkaraoke di restoran ini sambil terbuai oleh angin sepoi Danau Ranau. “Dari tempat kami tinggal, tidak jauh, pak! Hanya 2 jam perjalanan dengan kendaraan”, kata salah seorang dari mereka. Tampaknya danau Ranau, Liwa, kabupaten Lampung Barat dan bahkan Propinsi Lampung itu sendiri, merupakan suatu “melting pot” (tempat bertemunya berbagai orang dari sub dan etnik di kawasan ini).
[caption id="attachment_245286" align="alignleft" width="621" caption="(Penulis berpose di bukit, di hotel/vila "Lumbok Seminung Resort" milik Pemda Kabupaten Lampung Barat. Tampak keindahan danau RANAU di kejauhan seakan-akan melambai-lambai pengunjung, mengucapkan selamat datang... / Photo by: Salman, dokumentasi pribadi)"]

Ya, inilah Lampung, yang dari dulu dikenal sebagai tempat berkumpulnya berbagai etnik, orang dan agama (bahkan dari Pulau Jawa dan Bali), ketika kemudian program transmigran dimulai disini oleh pemerintah jaman penajahan Belanda dan Orde Baru. Yang membuat propinsi ini kemudian menjadi Propinsi yang paling beragam dalam kemajemukan etnik dan budaya sertatoleransi. “Ya, seharusnya masyarakat Lampung semakin toleran karena sejarah perkembangannya.. ”, kata Salman, yang masih keturunan puak kerajaan Brak tersebut menambahkan. (Catatan: Mengenai Danau Ranau secara detail akan saya tulis dalam artikel tersendiri!)
Restoran tempat kami duduk menikmati Danau Ranau dan makan siang ini, sebenarnya lebih mirip warung. Namun karena suasana danau yang luas terhampar di sekelilingnya, menyebabkan makan siang dengan lauk ikan mujair goreng dengan bumbu khas pedasnya tersebut, menjadi terasa nikmat. Apalagi dilengkapidengan fasilitas karaoke, sehingga sambil makan kita bisa mendengar berbagai lagu yang dinyanyikan oleh pengunjung lain. Angin sepoi dari arah danau juga membuat suasananya menjadi semakin sejuk. Yang menarik, di restoran sederhana ini tampak photo Bupati Lampung Barat dengan pakaian dinas lengkapnya yang dipajang dalam ukuran besar. Saya melihat cukup banyak photo baliho besar sang Bupati di mana-mana di kota Liwa dan sekitarnya ini, yang menyiratkan bahwa Pak Bupati ini memang diterima dan dicintai oleh rakyatnya. Terbukti, seperti dituturkan oleh Salman. Dalam pilkada periode kedua malah sang Bupati berhasil menang mutlak dengan perolehan suara melebihi 80%.
[caption id="attachment_245498" align="alignleft" width="345" caption="(Photo bingkai sang Bupati yang terpajang di sudut warung makan lesehan di tepi danau Ranau, dan sering terlihat balihonya di berbagai sudut kota Liwa dan Kabupaten Lambar. Karena adanay "ruang rasa" keikhlasan dan ketulusan rakyat setempat kepada pemimpinnya..? / Photo by: Rendra Trisyanto Surya)"]

Wah, bukan main nih Pak Bupati…! Apakah beliau salah satu dari sedikit Kepala Daerah Terbaik di Indonesia saat ini? Yang jelas, ditengah sistem politik kita yang bersifat transaksional (politik uang) seperti sekarang ternyata masih ada juga Bupati di daerah terpencil, yang dipilih oleh mayoritas rakyatnya karena tulus hati seperti ini.
[caption id="attachment_245287" align="alignleft" width="740" caption="(Keindahan alami yang asri dari danau RANAU yang dilihat dari sisi Timur. Tampak di latar belakang Gunung SEMINUNG yang menjulang tinggi bersama awan di puncaknya. Di tepi danau terlihat beberapa restoran, tempat pemancingan/penangkapan ikan dan vila/bungalow serta petak-petak sawah yang subur, yang memberi mosaik keindahannya tersendiri / Sumber photo: visittoIndonesia.com)"]
Setelah hampir satu jam menikmati suasana Danau Ranau dari dekat, kemudian kami menuju ke hotel/villa termewah yang terdapat di Kabupaten Lampung Barat yang terletak di atas bukit. Nama hotel/villa ini adalah “Seminung Lumbok Resort”.Vila milik Pemda Kabupaten Lampung Barat ini, dibangun dengan biaya milyaran rupiah dan diresmikan oleh Gubernur Lampung pada tahun 2007. . Namun sayang, karena satu dan lain hal (diantaranya lokasi villa yang jauh dari kota Liwa dan membutuhkan 1,5 jam untuk mencapai tempat ini). Maka hotel vila ini tidak laku dan kemudian seperti dibiarkan menjadi “puso”. Orang yang mengunjungi kota Liwa karena urusan bisnis atau urusan tertentu dengan Pemda (menjadi tamu Pemda), tentu enggan kalau harus ditempatkan buat menginap di tempat yang jaraknya sekitar 1,5 jam dari pusat kota ini.
Ketika kami kunjungi, tampak halaman vila yang luas itu dipenuhi oleh banyak ilalang. Dan disana juga tidak terlihat staf villa untuk meyakinkan pengunjung bahwa villa ini sebenarnya masih dibuka untuk umum. Namun sebenarnya lokasi vila ini memiliki pemandangan ke arah Danau Ranau yang indah. Sehingga menarik bagi keluarga yang memang sengaja hendak datang menginap selama beberapa hari untuk menikmati keindahan khusus Danau Ranau.
Ketika hari semakin sore, kami kembali ke kota Liwa. Dalam perjalanan pulang , kami mampir sejenak ke salah satu tempatpenangkaran musang “kopi luwak” yang cukup terkenal di Liwa. Sebagaimana kita ketahui, bahwa propinsi Lampung merupakan propinsi penghasil kopi yang terbaik di Indonesia (bahkan hasil kopinya dieskpor keluar negeri). Salah satu jenis kopi yang paling enak dan paling mahal di dunia tersebut , adalah kopi luwak (Cavet Coffe). Bayangkan, satu kilogram kopi jenis ini dijual dengan harga hingga Rp 1,2 juta. Kebetulan disamping hotel tempat menginap, banyak dijual kopi luwak Liwa ini dan saya (meskipun tidak menyukai minuman kopi), sempat juga mencobanya.
[caption id="attachment_245289" align="alignleft" width="404" caption="(Photo silhoute salah satu restoran lesehan masakan Ikan Mas khas Ranau yang terletak di tepi danau, yang dilengkapi dengan fasilitas karaoke. Angin sepoi-sepoi dari Danau Ranau kemudian membuat pengunjung terbuai sejenak ketka beristirahat / Photo By: Rendra Trisyanto Surya)"]

“Kopi ini memang mahal, karena susah memperolehnya. Selain tentu rasa tekstur kopinya berbeda dengan kopi biasa. Kopi Luwak ini lebih segar, lembut dan halus.. karena diproses fragmentasi secara alami.”, demikian kata salah satu pemilik warung kopi disamping hotel tempat saya menginap di Liwa. Yang menjadi pertanyaan, (termasuk pertanyaan dari pembawa acara pariwisata kondang internasional, yaitu Diego Banuel dalam acara “The National Geography Adventure” itu, ketika dia mengunjungi Indonesia). Mengapa kopi luwak rasanya berbeda dengan kopi biasa?
Ternyata kopi luwak, berasal dari biji kopi yang telah dimakan oleh musang Luwak yang hidup di hutan lebat Sumatera. Dimana musang Luwak liar ini, meskipun makanan utamanya adalah buah-buahan. Hewan ini senang mengisap buah kopi yang rasanya manis itu sebagai camilan. Namun dia hanya mau memakan buah kopi yang sudah benar-benar matang dan berkualitas baik saja (sangat pilihan). Setelah memakan daging buah kopi yang manis itu, maka biji kopi itu ikut ditelannya tersebut kemudian secara alamiah tersimpan selama beberapa hari dan terfragmentasi diperutnya. Ketika dibuang dalam bentuk kotoran musang tersebut, biji kopi itu masih utuh tapi sudah mengalami proses fragmentasi. Proses fragmentasi alami inilah yang membuat biji kopi Luwak memiliki rasa yang berbeda .
[caption id="attachment_245341" align="alignleft" width="606" caption="(Satu dari beberapa ekor musang LUWAK milik Gunawan, salah seorang penangkar dan pembuatan kopi Luwak berbasis"HoOme Industry" di kota LIWA. Musang ini diberi makan pisang dan buah-buahan lain, yang diselingi dengan camilan berupa kppi pilihan, yang dipilih oleh Gunawan dan karyawannya. Kemudian setiap hari kandang diperiksa, diambil kotorannya untuk meuidan disaring dan dijemur untuk mendapatkan sisa biji kopi yang terdapat didalamnya. Diproses lebih lanjut melalui beberapa tahap sebelum dijadikan "kopi luwak" yang terkenal tersebut / Photo by: Rendra Trisyanto Surya)"]

Yang menjadi persoalan kemudian. Akhir-akhir ini semakin sulit saja mencari musang Luwak seiring dengan semakin menyusutnya hutan lebat dari habitat Musang jenis ini. Maka musang Luwak kemudian ditangkap, dipelihara, dikembang-biakkan alias ditangkar. Salah seorang penangkar kopi Luwak yang terkenal di Kota Liwa adalah Gunawan yang sempat saya temui. Pemuda asal Banten yang sudah lama bermukim di Liwa ini, menjadi pengusaha kopi luwak berbasis home industri yang cukup sukses. Dia sering mengikuti berbagai pameran industri kecil makanan dan minuman di Lampung maupun kota-kota besar lain di Indonesiaa (Catatan: mengenai kopi luwak Gunawan, akan secara lebih detail ditulis dalam artikel tersendiri!)
***
Malam hari ketika istirahat di hotel di kota Liwa. Saya dijemput oleh Mas Seno (Kepala Seksi Dinas Pendidikan Kabupaten Lampung Barat). Dia mau mengajak saya untuk makan malam di Rumah Makan “GIGIN” yang sederhananamun khusus menjual menu masakan khas Lampung asli. Disana kami mencicipi kuliner khas ini sambil ngobrol ke sana kemari, bercanda dan mencairkan suasana “ice breaking”. Disana kemudian saya memilih “Gulai Taboh Iwa Kiang” , setelah sebelumnya meminta penjelasan singkat dari pelayan seperti apa rasa menu masakan yang tersedia dan bernama asing ditelinga saya tersebut.
[caption id="attachment_245290" align="alignleft" width="366" caption="(Menu masakan tradisional khas kota Liwa yang terdapat di RM Gigin, tempat penulis "kongkow2" sejenak disuatu malam sambil menikmati makanan khas sederhana ini, namun maknyus di lidah... / Photo By: Rendra Trisyanto Surya)"]

Gulai ini sebenarnya gulai Ikan Mas biasa, sebagaimana yang sering kita temukaan di Jakarta, Bandung dan tempat-tempat lain. Yang unik, yang ada di rumah makan ini adalah rasanya berbeda dan terasa lebih enak karena berani bumbu. Rasa pedas, rasa rempah, dan manis asem tersebut seakan menyatu dengan harmonis dan proporsional dalam bumbunya.Bahkan ikan mas yang digunakan juga tampaknya spesial. Tidak terlalu banyak tulang sebagaimana Ikan Mas biasanya. Secara umum, kesan saya hampir semua masakan khas Lampung Barat cocok dan nikmat dilidah saya. Apakah pembaca bisa memberi info warung makan khas Lampung Barat yang ada di Jakarta dan Bandung? (hehe2...mumpung nih...)
Apalagi harga seporsinya disana tidak semahal di kota-kota besar. Disni rata-rata masakan tradisional tersebut hanya dijual sekitar Rp 10.000 satu porsi dengan nasi lengkap. Hm sekali lagi terbukti bukan, bahwa makananyang enak ituternyata tidak harus selalu mahal …!
***
Keesokan hari, Sabtu pagi saya kembali ke Jakarta. Namun sebelum kembali, saya sempatkan untuk mengunjungi sebuah SMP yang letaknya sekitar 2,5 jam dari kota Liwa, yaitu di SMP Negeri 1 Kecamatan KRUI. Dan sambil menunggu mobil jemputan, pagi hari saya iseng berjalan kaki di sekitar hotel menikmati udara segar. Waktu itu tampak sedang meriahnya kampanye calon Gubernur Lampung hingga ke berbagai pelosok, dan banyak baliho dan poster calon yang tertempel dimana-mana. Tiba-tiba, saya tertarik dengan sebuah poster dari salah satu calon yang tertempel di pohon di pinggir jalan di depan Hotel ini. Di bawah poster tersebut terdapat tulisan dalam bahasa Lampung yaitu “Puakhi Kham Jejama” ( “Saudara Kita Bersama”). Saya termenung sejenak di depan poster tersebut. “Ternyata politisi itu dimana-mana sama ya..”.. Mengajak orang sekampung sebagai saudara hanya jika menjelang Pilkada.Lantas setelah terpilih, dia nanti biasanya terlihat begitu sibuk dan tidak memiliki waktu yang cukup untuk menemui konstituennya. Hm, apakah calon ini juga akan demikian juga kelakterpilih…? Tentu saja, masyarakat propinsi Lampung sediri yang bisa menentukan dan sudah dewasa serta cukup cerdas dalam berpolitik untuk menentukan “mana yang loyang dan mana yang emas ….”.
***
Ketika mobil menjemput saya, kami segera bergerak menuju ke Kecamatan Krui. Perjalanan ini menembus hutan belantara yang dikenal dengan nama “Hutan Lindung Bukit Barisan”. Setelah selama 2,5 jam perjalanan, kami tiba di Kecamatan Krui yang berada di dekat Samudera Indonesia tersebut.Seperti biasa, setelah berkenalan, basa basi, mengisi formulir, wawancara/tanya jawab dan seterusnya. Kamipun menunggu pihak sekolah tersebut untuk melengkapi dan memphotokpi dokumen-dokuken penting seperti dokumen pelelangan pengadaan perangkat TIK Bantuan dan lain-lain yang kami minta. Sambil menunggu, saya berbincang-bincang dengan beberapa orang guru sambil mengamati suasana aktivitas murid SMP disana. Di halaman sekolah, terlihat begitu banyak motor yang diparkir dan hampir tidak terlihat sama sekali sepeda sebagaimana lazimnya sebuah sekolah. Ternyata disini, siswa yang baru berusia 14 tahun sampai 16 tahun tersebut, ke sekolah menggunakan sepeda motor. Nampak bahwa motor juga sudah mulai membanjiri jalan-jalan di berbagai pelosok daerah.
Apakah mereka sudah memperoleh SIM C dalam usia 15 tahun tersebut? Atau, jangan-jangan kebanyakan siswa disini mengendarai motor, tanpa perlu disertai dengan SIM C. Sering kita mendengar "geger budaya" ketika di salah satu kampung/kecamatan di suatu desa, banyak anak-anak remaja yang kemudian membawa motor dengan "ugal-ugalan" di jalana spal kampung yang baru saja diaspal mulus. Yang kemudian meningkatkan angka kecelakaan.... Karena itu tadi, tidak ada kontrol kompetensi dalam mengendarai motor karena tidak menggunakan SIM sama sekali...
[caption id="attachment_245291" align="alignleft" width="367" caption="(Poster dari salah seorang kandidat Gubernur Lampung ketika saat itu sedang masa berkampanye hingga ke pelosok-pelosok wilayah, termasuk di LIWA di kampung halamannya sendiri.. Tulisan berbahasa Lamoung tersebut membuat poster ini terlihat "unik" / Photo By: Rendra Trisyanto Surya)"]
SMP Neg 1Krui ini adalah salah satu sekolah terbaik di Propinsi Lampung dan mendapat predikat sebagai SMP Bertaraf Nasional. Jadi, siapa bilang bahwa memeringkatan status sekolah seperti ini tidak memberi pengaruh kinrja yang signifikan..? Sebagai SMP bertaraf nasional, saya melihat suasana di sekolah ini memang agak berbeda dibandingkan dengan SMP lain. Manajemen sekolah yang dikendalikan oleh Kepala Sekolah tersebut, terlihat lebih tertib dan tertata baikbaik. Bantuan TIK dari Jakartapun tampak telah dikelola dengan professional dan antusias. Hanya disini saya melihat, beberapa guru tampak mengembangkan kompetensinya secara mandiri sebagai teknisi hardware agar dapat menjaga kelancaran fungsi lab komputer bantuan ini. Yang kemudian menarik perhatian saya, ketika sedang berada di lab komputer sekolah ini. Sebuah poster cukup besar ditempel yang berisi informasi dan gambar “seram” tentang Bahaya Narkoba yang dikeluarkan oleh instansi kepolisian setempat. Kok sempat-sempatnya ditempel di ruang kelas/lab komputer?
Apakah ini artinya,cukup banyak siswa di kawasan ini yang terkena narkoba? Atau, ini hanya iseng pengelola lab computer saja karena menemukan poster unik. Atau ini mensiratkan bahwa tingkat kesadaran dan kewaspadaan akan bahaya rokok dan narkoba di sekolah ini sudah jauh lebih baik. Namun, jika kita m mengacu kepada ilmu semiotik, maka selalu ada makna dari setiap tanda-tanda, simbol, lambang dan poster yang dipajang didalam suatu komunitas….. Yang masih belum jelas, apa makna terttempelnya Poster peringatan untuk smencegah narkoba dengan gambar "seram" tersebut di suatu daerah terpencil. Sebagaimana halnya dangdut Koplo, yang semakin marak di Lampung (dan daerah-daerah lain). Maka kemungkinan tingkat perokok pada usia SMP juga semakin meningkat di mana-mana, termasuk di Kecamatan KRUI ini .....
Hal lain yang menarik perhatian saya, adalah berkaitan dengan Teknologi Informasi. Hampir semua SMP yang kami kunjungi, (meskipun diantaranya masih terlihat “gamang” dalam menggunakan Tekonologi Informasi), adalah peningkatan minat terhadap Internet. Walaupun rata-rata masih terbatas digunakan sebagai sarana komunikasi, seperti penggunaan E-mail dan Facebook. Murid-murid SMP di berbagai daerah yang lokasinya jauh dari hingar bingar kota besar ini, ternyata sangat antusias memanfaatkan internet.
Ya, tentu saja harapan kita, bahwa Internet yang digunakan adalah “internet yang sehat” (internet positif). Dimana diharapkan bapak/ibu Guru di sana memiliki “instrument/cara” atau sistem agar dapat mengontrol pemakaian Internet tersebut, tidak justru menjadi sarana penyebaran pornografi ke berbagai pelosok daerah. Suatu hal yang tentu saja menjadi riskan dan menjadi bagian dari IT Risk dimana-mana. Karena bagaimanapun, Internet sebagai sarana komunikasi Global yang bersifat mendunia tersebut, pasti membawa dampak negatif (jika tidak dikendalikan dengan baik).
***
Setelah selesai melakukan semua tugas kami di SMP ini, maka kami melanjutkan perjalanan melihat salah satu dari beberapa pantai di Kecamatan KRUI yang katanya terkenal indah. Krui yang terletak ditepi Samudera Indonesia tersebut, memang sudah sejak lama terkenal dengan beberapa pantainya yang memiliki gelombang bagus untuk berselancar. Pantai yang sangat popular dikalangan orang asing adalah pantai “Tanjung Setia”. Bahkan konon merupakan salah satu dari enam pantai dengan ombak tertinggi dan terpanjang di dunia (dengan ketinggian mencapai 6 meter dan panjang 200 meter), yang sangat ideal buat olahraga para perselancar profesional.
[caption id="attachment_245292" align="alignleft" width="362" caption="(Murid-murid SMP di salah satu sekolah di Kabupaten Lampung Barat yang sedang asyik berkirim e-mail dan berkomunikasi dalam jejaring sosial FACEBOOK. Hm, apakah disini, Internet lebih banyak digunakan untuk sarana mencari bahan/informasi membuat tugas-tugas sekolah. Atau justru cuma untuk chatting...? / Photo By: Rendra Trisyanto Surya)"]

Akan tetapi, karena pantai ini letaknya terlalu jauh dari lokasi SMP yang baru saja kami kunjungi dan terbatasnya waktu yang ada. Maka kami hanya mampir ke pantai yang terdekat, yaitu “Pantai Jukung”. Pantai ini cukup menarik,meskipun tampak kurang bersih sebagaimana pantai-pantai lain di berbagai tempat yang merupakan objek wisata.
Dan setelah satu jam kami menikmati pemandangan laut dan menikmati angin pantaiini dengan diselingi minuman kelapa muda tersebut. Lalu kami kembali ke kota Liwa. Dan dalam perjalan pulang, kami mampir ke rumah makan khasLampung yang cukup terkenal di kota Krui, yaitu “Pondok Kuring”. Karena kota Krui lokasinya dipinggir laut Samudera Indonesia, maka makanan khas daerah ini tidak terlepas dari Ikan. Dan ikan yang terkenal di daerah ini dan bahkan menjadi simbol kota KRUI adalah IKAN MARLIN. Ikan besar ini juga digunakan di Jakarta sebagai simbol TV yang bernama "INDOSIAR". Apakah idenya muncul setelah bos-bos TV tersebut makan ikan Marlin di Krui ini..? (hehe2..)
Ikan ini dagingnya tebal tetapi lembut. Dapat diolah menjadi berbagai bentuk makanan khas Krui, diantaranya adalah “Sate Ikan Marlin” yang terkenal disini. Kami memesan sate khas ini dan ternyata.. kaknus.. Terasa lezat ketika disantap dikombinasikan dengan nasi khas Lampung. Bumbu sate Ikan Marlin ini mirip dengan bumbu sate kacang yang biasa kita temukan dimana-mana. Namun sate ikan ini terasa lebih enak, karena daging ikan Marlin yang tebal dan empuk/renyah. Ini merupakan makanan khas Lampung Barat yang mengesankan bagi saya..
***
Sabtu siang setelah tuntas semua pekerjaan. Lalu saya kembali ke Jakarta dengan terlebih dahulu transit satu malam untuk menginap di kota Bandar Lampung. Perjalanan ke Bandar Lampung kali dilakukan dengan menggunakan mobil travel umumdengan ongkos sekitar Rp 80.000 per penumpang. Setelah berjejalan berdelapan orang di dalam mobil ini bersama penumpang lain selama enam jam perjalanan. Kami tiba di kota Bandar Lampung, dan saya turun di Jl Branti Raya yang dilewati mobil menuju ke Bandar Lampung. Di jalan Branti Raya ini merupakan lokasi dimana Bandara Raden Inten II ini berada. Disana terdapat banyak hotel yang biasanya digunakan para tamu yang baru pulang dari kawasan Lampung Utara dan berbagai kawasan yang jauh lainnya, untuk transit sebelum kembali ke Jakarta.Karena jarak yang begitu jauh antara kota Liwa ke Bandar Lampung ini, menyebabkan saya juga harus menginap satu malam di hotel di jalan ini.
[caption id="attachment_245293" align="alignleft" width="721" caption="(Luar biasa keindahan alam asli pantai LIUKAN di Kabupaten Lampung Barat ini. Pantai yang terletak persis di tepi"Samudera Indonesia" ini ternyata tidak kalah keindahannya dengan pantai-pantai di tempat lain, termasuk yang terdapat di Bali sekalipun. Hanya saja, infrastruktur seperti sarana transportasi dan budaya lingkungan pariwisata disini belum terbentuk dengan baik. Namun demikian, mungkinkah suatu hari kelak, tempat indah ini akan menjadi salah satu "resor internasional" baru di Indonesia..? / Sumber photo: novansaliwa.blogspot.com)"]

Rupanya mencari kamar kosong di hotel kelas melati yang lokasinya di depan bandara seperti ini (apalagi di akhir minggu/week-end) gampang-gampang susah. Rencana awal mau menginap di hotel Borobudur yang berada persis berada di depan Bandara, batal! Karena tidak kebagian kamar. Inilah balada perjalanan dimana-mana pada setiap akhir minggu, yang selalu padat, penuh.. dan hiruk-pikuk...!
Akhirnya setelah mencari-cari di sepanjang jalan ini, saya menginap di hotel “ Gadjah Mada” yang lumayan aman dan bersih. Tarif kamar hotel yang dilengkapi dengan AC ini cukup murah, yaitu bertarif Rp 175.000 per malam. Namun sayang, lokasinya yang sangat dekat dengan jalan tol lintas Sumatra tersebut, ternyata menjadi persoalan tersendiri. Sepanjang tidur malam saya di hotel ini, selalu terbangun-bangun (tidak bisa nyenyak), karena mendengar tiada habis-habisnya suara bising kenderaan lalu lalang. Mulai dari motor yang knalpotnya memecahkan telinga yang sedang mengebut di malam Minggu tersebut, sampai dengan truk-truk besar yang mengencangkan gasnya untuk menambah tenaga karena membawa muatan berat menuju ke pelabuhan Bakauheni. (Hehe2..Pengalaman Luar biasa..!) Niat awal mau istirahat total, setelah lelah dari perjalanan panjang beberapa hari dari kota Liwa, akhirnya buyar! Disini saya menjadi ikut-ikut “meronda” ditengah malam, meskipun hanya terjaga didalam kamar sendiri.
Keesokkan hari Minggu siang, pesawat berangkat dari Bandara Raden Inten II ke Jakarta. Dan terus melanjutkan perjalanan ke Bandung seperti biasa. Namun dalam hati dan pikiran ini membawa suasana dan kenangan serta pengalaman baru. Yang mungkin seiring dengan berlalunya waktu akan terlupakan, jika tidak menuliskannya dalam bentuk artikel seperti ini.
[caption id="attachment_245295" align="alignleft" width="686" caption="(Inilah wujud ikan besar yang bernama MARLIN. Ikan ini banyak terdapat di Samudera Indonesia, termasuk di sekitar laut KRUI di Lampung Barat. Hasil tangkapan para nelayan Krui ini banyak ditemukan di berbagai pasar ikan di sana dan siap dijual pada musim-musim tertentu. Ujung mulut ikan yang runcing panjang dan khas tersebut, seringkali sudah sulit ditemui, karena dijadikan barang langka yang banyak dicari orang / Sumber photo: regional-kompas.com)"]

Tiba-tiba pesawatpun take-off dari Bandara Raden Inten II. Selamat Tinggal kota Liwa..! Selamat Tinggal Kabupaten Lampung Barat….! Terima kasih buat Salman, Mas Seno, Pak Purwana dan lain-lain .. atas sambutan hangatnya… …!, kata saya dalam hati dari ketinggian pesawat. Kemudian sebuah lagu berjudul “Muli Mekhanai..” lagu asli suku Lampung itu (yang saya kopi dari bung Salman), terdengar di Ipod saya melalui earphone... ....…..
***
(Penulis: Rendra Trisyanto Surya, dosen dan asesor Monev yang ditugaskan pada waktu itu selama beberapa hari oleh Dikdas Kemendikbud ke Liwa / E-mail: Rendratris2013@Gmail.com)