Mohon tunggu...
Reidnash Heesa
Reidnash Heesa Mohon Tunggu... Insinyur - Mohon Tunggu....

Penjelajah | Penikmat Sajak | Pecinta Rembulan | Pejalan Kaki

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Kampung Pulo Pindah, Sungai Ciliwung Lega

20 Agustus 2015   14:40 Diperbarui: 20 Agustus 2015   14:40 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

 

Pemerintah kota Jakarta Timur akhirnya merealisasikan rencana relokasi warga Kampung Pulo sebagai bagian dari program normalisasi Ciliwung pada hari ini, Kamis, 20 Agustus 2015. Seperti yang kita ketahui bersama, ratusan perumahan warga di Kampung Pulo berdiri di wilayah yang dilintasi sungai Ciliwung. Pengakuan dari bapak Kamaludin sendiri, ketua RW 02, di wilayahnya ada dua ratus kepala keluarga yang terpaksa harus merasakan dampak program normalisasi ini.

 

Malam itu, tepatnya hari Selasa (18/8), Pak RW 02 kembali berkumpul dengan warganya membahas persoalan ini. Hasil keputusan dari pemerintah kota sudah jelas tidak ada ganti rugi bangunan apalagi ganti rugi tanah untuk warga Kampung Pulo, kelurahan Kampung Melayu, kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur. Status kepemilikan lahan di Kampung Pulo oleh warga kampung sudah dipertanyakan jauh hari oleh pemerintah kota. Hasil pertemuan terakhir antara pihak pemerintah dan pihak warga kampung Pulo meruntuhkan klaim kepemilikan lahan oleh warga karena tidak ada satu bidang tanah yang dihuni oleh warga dilengkapi dengan sertifikat, kecuali surat tanda bukti jual beli bangunan yang mereka miliki. Inilah satu-satunya dokumen kepemilikan sah yang akan mereka perjuangkan. Pertemuan malam itu berakhir dengan kesepakatan warga RW 02 akan bertahan dan meminta ganti rugi atas bangunan yang mereka miliki. Bertahan dan bila perlu lawan, inilah tekad mereka dari dalam hati.

 

Sampai dengan siang ini (20/08), sebagaimana yang gencar diberitakan di media massa, proses relokasi warga Kampung Pulo berlangsung ricuh. Mulai dari pengerahan ribuan personil gabungan oleh pemerintah kota, pihak warga yang terus bertahan dan melawan para petugas hingga alat berat dan sepeda motor wartawan yang menjadi sasaran amukan massa. Ternyata, tidak semua warga di Kampung Pulo memilih untuk bertahan dan melawan. Sebagian di antara mereka memilih menjadi penonton kejadian ricuh ini. Mereka adalah warga Kampung Pulo yang telah memilih pindah ke rumah susun yang telah dipersiapkan pemerintah kota untuk menampung warga yang terkena dampak program normalisasi sungai. Rumah susun (rusun) di Jatinegara Barat adalah rumah baru yang diperuntukkan khusus untuk warga Kampung Pulo. Mereka hanya perlu membayar sepuluh ribu rupiah per hari untuk membantu pemerintah mengurus segala macam biaya yang diperlukan termasuk biaya pemeliharaan rusun yang sekelas apartemen sederhana ini.

 

Warga Kampung Pulo memang tidak satu suara mendukung program pemerintah terkait rencana relokasi hari ini, tetapi sebenarnya jauh di hati mereka, mereka sepakat untuk mengakhiri bencana banjir yang menjadi bencana langganan di kampung mereka setiap tahunnya. Masih terekam dengan jelas peritiwa banjir yang terjadi di kampung ini sekitar bulan Februari di awal tahun 2015 ini. Hujan yang turun terus menerus mengakibatkan permukaan sungai Ciliwung naik, kembali rumah-rumah warga-pun menjadi sasaran banjir. Rumah-rumah yang terendam setinggi 120 centimeter mengharuskan ribuan warganya mengungsi, tetapi catatan paling menarik adalah kebanyakan dari mereka mengungsi hanya pindah ke loteng rumah dan tidak pernah berniat meninggalkan bangunan dan harta satu-satunya yang mereka miliki di rumah masing-masing.

 

Sungai Ciliwung menjadi satu-satunya saksi bisu dari kehidupan para warga Kampung Pulo yang mencoba berjuang dan tetap tinggal di tengah-tengah kondisi banjir yang siap datang kapan saja menghampiri mereka. Manusia tidaklah mungkin menyalahkan alam. Berbicara soal sejarah alam dan riwayat, eksistensi sungai Ciliwung jauh sebelumnya sudah terlebih dahulu ada dibandingkan dengan keberadaan Kampung Pulo beserta para warga penghuninya. Berbicara soal berbagi ruang antara manusia dan alam, sungai Ciliwung hanya mampu diam membisu dan menyaksikan manusia-manusia yang terus berdatangan, dan menetap di wilayahnya dengan segala persoalan hidup mereka. Sungai Ciliwung hanya membisu ketika berhadapan dengan manusia yang belum mampu bersahabat dengannya, sampah yang berserakan mengotori badan dan aliran air sungai yang dahulu kala terkenal dengan kejernihannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun