Mohon tunggu...
rehana ana
rehana ana Mohon Tunggu... -

topik konten

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Gus Miftah dan Kultur Selebriti

13 Desember 2024   12:13 Diperbarui: 13 Desember 2024   16:16 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

                         Gus Miftah, dan Kultur Selebriti: Menjaga Konsistensi Antara Pesan Agama dan Perilaku Pribadi


 

I. Pendahuluan

Dalam era digital saat ini, dakwah Islam mengalami transformasi signifikan seiring dengan berkembangnya media sosial sebagai medium utama dalam penyebaran pesan agama. Salah satu figur yang mencuat dalam fenomena ini adalah Gus Miftah, seorang ustaz selebriti yang aktif menggunakan platform digital seperti Instagram, YouTube, dan TikTok untuk menyampaikan ajaran Islam. Pendekatan yang digunakan Gus Miftah tidak hanya mengubah cara pesan agama disampaikan, tetapi juga membawa tantangan baru yang berkaitan dengan kritik dan kontroversi dari berbagai kalangan. Terutama dalam konteks kritik yang diterima oleh Gus Miftah terkait dengan cara dan isi dakwahnya, yang sering kali menjadi perbincangan di media sosial.

Gus Miftah, dengan gaya dakwah yang santai dan mudah dicerna oleh generasi muda, telah berhasil menarik perhatian jutaan pengikutnya di media sosial. Namun, seiring dengan popularitas yang semakin meningkat, muncul pula berbagai kontroversi, terutama setelah beberapa unggahannya menuai kritik tajam dari pihak yang menilai pendekatannya terlalu modern dan tidak sesuai dengan ajaran agama yang lebih konservatif. Penggunaan bahasa gaul dan, pada beberapa kesempatan, kata-kata yang dianggap kasar dalam ceramahnya, memicu polemik dan membuat Gus Miftah menjadi sorotan publik. Selain itu, peran Gus Miftah sebagai Utusan Khusus Presiden Bidang Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan menambah kompleksitas peranannya dalam menjaga kerukunan antarumat beragama di Indonesia. Sebagai seorang ustaz selebriti, popularitasnya yang besar di media sosial menempatkannya di pusat perhatian, dengan segala dampak positif maupun negatif yang menyertainya. (Jihan Wahida, 2024).

Fenomena ini tidak hanya berkaitan dengan kemajuan teknologi, tetapi juga dengan perubahan dalam praktik keagamaan yang semakin adaptif dengan kebutuhan zaman. Namun, di balik popularitasnya yang semakin meningkat, terdapat tantangan besar yang dihadapi oleh Gus Miftah, yang mencakup masalah komodifikasi agama, polarisasi antarumat, hingga kontroversi yang ditimbulkan oleh cara dakwahnya yang dianggap tidak sesuai dengan nilai-nilai agama yang lebih konservatif. Oleh karena itu, fenomena Gus Miftah sebagai ustaz selebriti di media sosial membawa implikasi besar terhadap cara dakwah disampaikan di masyarakat modern dan dampaknya terhadap pemahaman agama dalam konteks digital.

II. Tinjauan Pustaka dan Teori

Fenomena dakwah digital yang dilakukan oleh Gus Miftah dapat dianalisis melalui berbagai teori dalam sosiologi agama dan media. Beberapa teori yang relevan untuk memahami fenomena ini adalah teori mediasi sosial dari Marshall McLuhan, teori perubahan sosial dari Anthony Giddens, konsep kapital budaya dari Pierre Bourdieu, dan komunikasi jaringan dari Manuel Castells.

McLuhan berpendapat bahwa media bukan hanya saluran untuk menyampaikan pesan, tetapi juga menciptakan perubahan dalam cara pesan tersebut diterima dan dipahami oleh audiens. Dalam konteks dakwah Gus Miftah, media sosial bukan hanya alat untuk menyebarkan ajaran agama, tetapi juga berperan dalam membentuk cara audiens memaknai dan merespons pesan agama. Melalui platform digital, Gus Miftah dapat menyampaikan pesan keagamaan dengan cara yang lebih personal, interaktif, dan relevan dengan kehidupan sehari-hari, yang memengaruhi cara dakwah dipraktikkan di kalangan generasi muda.

Anthony Giddens menekankan bahwa perubahan sosial terjadi ketika agen sosial mampu memanfaatkan struktur yang ada untuk memperkenalkan inovasi baru. Gus Miftah sebagai ustaz selebriti dapat dianggap sebagai agen sosial yang memanfaatkan teknologi digital untuk meredefinisi cara dakwah dilakukan. Melalui pendekatan dakwah yang lebih fleksibel dan modern, Gus Miftah dapat menjangkau audiens yang lebih luas, terutama di kalangan generasi muda yang lebih terhubung dengan dunia maya. Namun, pendekatan ini juga memunculkan tantangan besar dalam hal bagaimana menjaga otoritas agama dan kesesuaian dengan ajaran yang lebih tradisional. Gus Miftah harus menemukan keseimbangan antara modernitas dan kearifan agama agar dakwahnya tetap terjaga dalam kerangka nilai-nilai Islam yang sahih.

Pierre Bourdieu mengungkapkan bahwa agama juga dapat dilihat sebagai kapital budaya yang dikonsumsi oleh masyarakat. Gus Miftah, sebagai ustaz selebriti, memanfaatkan popularitasnya di media sosial untuk menghasilkan kapital budaya, yang tidak hanya mengedepankan nilai spiritual, tetapi juga menjadi bagian dari konsumsi budaya modern. Dakwah yang dilakukan oleh Gus Miftah tidak hanya bertujuan untuk mendekatkan umat kepada Tuhan, tetapi juga untuk menciptakan citra dirinya sebagai tokoh agama yang relevan dengan zaman modern. Dengan memanfaatkan popularitasnya, Gus Miftah tidak hanya menyebarkan nilai spiritual, tetapi juga menghubungkan agama dengan gaya hidup modern, menjadikannya bagian dari konsumsi budaya yang lebih luas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun