Mohon tunggu...
Regina Palupi
Regina Palupi Mohon Tunggu... -

Rahasia aja

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

10 Juta Facebooker Dukung Prabowo-SBY dan Pilkada DPRD

29 September 2014   17:11 Diperbarui: 17 Juni 2015   23:05 519
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

1o Juta Facebooker Dukung Prabowo-SBY dan Pilkada DPRD

Sekarang sedang marak debat di media sosial terkait UU Pilkada. Sebagian mendukung pilkada langsung dan sebagian mendukung pilkada oleh DPRD. Saya melihat media tampak bias dan mendukung pilkada langsung dengan memberitakan keburukan pilkada oleh DPRD. Media juga hanya memuat opini di Twitter (netizen) yang cenderung mendukung pilkada langsung. Wajar opini netizen dukung pilkada langsung karena mayoritas pengguna Twitter memang pendukung Jokowi. Ini berbeda dengan Facebook yang lebih mendukung Prabowo dan SBY. Karena mayoritas pengguna Facebook adalah pendukung Prabowo dan SBY. Secara primordial pengguna Twitter biasanya dari kelompok suku Jawa nasionalis, Tionghoa, Batak Kristen, Sulawesi, Bali, NTT dan pegawai swasta yang notabene cenderung mendukung Jokowi dan pilkada langsung. Hal ini berbeda dengan pengguna Facebooker biasanya dari kelompok suku Jawa santri, Sunda, Banten, Betawi, Minang, Melayu, Aceh, Madura, Banjar dll dan pegawai BUMN PNS TNI Polri yang notabene mendukung Prabowo dan pilkada oleh DPRD. Hal ini dibuktikan dengan jumlah pendukung Facebook Prabowo mencapai 8,5 Juta orang dan pendukung Facebook SBY mencapai 3,5 Juta orang.  Total jumlah pendukung Facebook Prabowo dan SBY mencapai 12 Juta orang. Asumsikan ada pendukung ganda yaitu mendukung Prabowo dan SBY maka setidaknya ada sekitar 10 Juta orang pendukung Prabowo dan SBY di Facebook. Ini lebih banyak dari pendukung Facebook Jokowi yang hanya 4,6 Juta orang.

https://www.facebook.com/PrabowoSubianto?fref=ts

https://www.facebook.com/SBYudhoyono?fref=ts

Dari pemberi komentar di Facebook Prabowo dan SBY terlihat sangat aktif dan jumlahnya puluhan ribu orang yang mayoritas memuja Prabowo SBY lebih banyak daripada pengguna Twitter yang membully SBY. Dari komentar di Facebook Prabowo dan SBY terlihat Indonesia mini atau kota kecil karena terdiri dari orang berbagai daerah dan suku. Komentarnya sangat sejuk dan lembut tidak ada yang menghujat kasar.

Apa saja opini pendukung Prabowo SBY terkait dengan pilkada oleh DPRD. Saya rangkumkan berikut ini.

PDIP kalah debat dan lobi di DPR dengan data Koalisi Merah Putih yang tidak bisa dibantah  :

1. Biaya pilkada langsung Rp. 41 Triliun-Rp. 71 Triliun per tahun dari APBN

2. Pilkada langsung membuat dana kampanye besar sehingga 60% kepala daerah terlibat korupsi

3. Pilkada langsung membuat semua APBD defisit karena proyek korupsi kepala daerah

4. Proyek korupsi kepala daerah disahkan DPRD karena suap. Ada 3.000 lebih anggota DPRD korupsi

5. Pilkada langsung membuat perpecahan SARA di masyarakat (calon didukung ormas suku dan agama)

6. Pilkada langsung dimenangkan figur yang populer tapi belum tentu kompeten.

7. RUU Pilkada sudah dibahas sejak tahun 2012 tak ada hubungan dengan Prabowo

8. Selama ini 80% pilkada langsung dimenangkan Koalisi Merah Putih. Bahkan 60% pilkada langsung dimenangkan oleh pengusaha kaya yang dekat dengan ormas tertentu. Pilkada DPRD bisa dimenangkan akademisi, tokoh agama, aktivis HAM, ekonom, budayawan dll. Biaya kampanye pilkada sangat mahal.

PDIP yang kalah debat akhirnya menggalang massa di luar DPR (ekstra parlementer). Massa PDIP yang memprotes UU Pilkada berasal dari kelompok Islam abangan (nasionalis) terutama orang Jawa dan kelompok non Islam terutama Tionghoa dan Batak. Koalisi Merah Putih bisa saja kerahkan massa.

LSM dan tokoh yang memprotes UU Pilkada tidak tahu apa apa dalam proses penyusunan. Mereka juga menghujat Demokrat padahal SBY dukung pilkada langsung. Demokrat WO karena opsinya untuk memperbaiki pilkada diabaikan. PDIP lah yang biasanya sering WO tapi mengecam WO Demokrat.

Andai Demokrat ikut voting dan ditunggu SBY di DPR sambil instruksi dukung pilkada langsung pun. Tidak mungkin 90% anggota Demokrat patuh dukung pilkada langsung. Untuk menang, harus 90% anggota Demokrat pilih pilkada langsung karena selisih suara voting anggota DPR yang pendukung pilkada DPRD dan pendukung pilkada langsung sudah jauh sekali. Hanya PKS dan PDIP yang loyal 90%.

Fakta pilkada langsung merugikan kaum minoritas itu sebabnya tingkat golput pilkada 40%-50%.

1. Hanya pilgub langsung di 4 provinsi yang dimenangkan dan pilgub di 29 provinsi dimenangkan Koalisi Merah Putih. PDIP kalah total atau menumpang di Koalisi Merah Putih di 29 provinsi.

2. 80% pilkada langsung di kota/kabupaten dimenangkan oleh Koalisi Merah Putih.

3. Jumlah orang Tionghoa ada 3,7% tapi hanya 1% walikota/bupati dari Tionghoa.

4. Jumlah orang non Islam ada 15% tapi hanya 10% walikota/bupati dari non Islam.

5. Orang Batak Kristen sulit menjadi Gubernur Sumut dengan pilkada langsung karena statistik penduduk Sumut : 33%, Jawa, 25% Batak Kristen, 17% Batak Islam, 8% Melayu-Minang-Aceh, 6% Nias, 5% Tionghoa, Lainnya 5%. Itu sebabnya PKS menang cagubkan orang Jawa.

Koalisi Merah Putih ajukan duet Jawa + Batak Islam atau Jawa + Minang Melayu Aceh di pilkada langsung. Tapi Koalisi Merah Putih bisa ajukan Batak Kristen + Jawa bila pilkada melalui DPRD.

Kemudian di pilkada selanjutnya ajukan Batak Islam + Jawa atau bergiliran agar adil.

Koalisi Merah Putih bisa ajukan duet Melayu + Jawa/Bugis di pilkada langsung Kalimantan untuk bersaing dengan calon Dayak PDIP. Kalau pilkada oleh DPRD yang diajukan duet Dayak-Melayu.

Jumlah orang non Islam ada 15% di Indonesia tapi hanya 12% anggota DPR dari non Islam. Jumlah orang Jawa ada 42% di Indonesia tapi hanya 35% anggota DPR dari orang Jawa. Karena suara orang non Islam dan orang Jawa terlalu berpusat di PDIP sehingga banyak yang terbuang. Seharusnya orang non Islam dan orang Jawa dukung Koalisi Merah Putih agar lebih maksimal.

Statistik penduduk Jakarta :

35% Jawa, 27% Betawi, 15% Sunda, 5% Minang Melayu, 5% Tionghoa, 4% Batak, 9% lainnya.

Foke Nara dapat 46% didukung mayoritas orang Betawi, Sunda, Minang Melayu dan Madura

Jokowi Ahok dapat 54% didukung mayoritas orang Jawa, Tionghoa, Batak dan lainnya.

Kelompok Islam 60% di Indonesia : basis Golkar PAN PPP PKS Demokrat PKB

17% Jawa Islam santri

15% Sunda Islam

10% Sumatera Islam (Minang, Melayu, Aceh, Batak Islam, Lampung Islam)

4% Banten Betawi Islam

4% Madura Islam

10% lainnya (NTB, Gorontalo, Mandar, Arab Indonesia, Banjar, Maluku Islam, Buton dll)

Kelompok Nasionalis 40% di Indonesia : basis PDIP, Gerindra, Nasdem

21% Jawa Islam nasionalis

4%  Jawa Kristen-Katolik-Hindu

3,7% Tionghoa

3,3% Bugis Makassar (sebenarnya masuk kelompok Islam tapi dibawa Jusuf Kalla ke nasionalis)

2% Batak Kristen

1,5% NTT

1,4% Dayak

1,3% Bali

1,8% lainnya (Minahasa, Toraja, Maluku, Papua)

Suara kelompok Islam saat pilpres :

60% dukung Prabowo Hatta

40% dukung Jokowi JK (dari Mandar, Buton dan jaringan parpol di Jawa santri, Sunda, Sumatera)

Suara kelompok Nasionalis saat pilpres :

70% dukung Jokowi JK

30% dukung Prabowo Hatta (dari keluarga PNS TNI Polri dan jaringan parpol di Jawa nasionalis)

Suara akhir : Jokowi JK 53% - Prabowo Hatta 47%

Prabowo bisa saja menang kalau memaksimalkan kampanye di kelompok Islam. Tapi Prabowo lebih memilih menjaga persatuan dan kesatuan sehingga juga merangkul kelompok nasionalis. Seharusnya Jokowi juga merangkul kelompok Prabowo.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun