Mohon tunggu...
Kelen Redemptus
Kelen Redemptus Mohon Tunggu... saya adalah mahasiswa PGSD yang suka menulis dan membaca serta aktif dalam berorganisasi

saya aktif dalam organisasi dan senang belajar hal yang baru yang saya dapatkan di lingkungan sekitar saya.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

MBG di Balik Derita Siswa: Menguak Fakta Keracunan Massal di Soe-NTT

4 Oktober 2025   23:05 Diperbarui: 4 Oktober 2025   23:05 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
seluruh siswa SD yang kena keracunan MBG di Soe-NTT dibawahkan ke rumah sakit (sumber dokumen media FB)

Jumat, 3 Oktober 2025, menjadi hari yang bikin gelisah banyak orang tua dan warga Soe, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), NTT. Ratusan siswa Sekolah Dasar yang harusnya ceria di bangku sekolah, justru harus masuk rumah sakit setelah makan bergizi gratis (MBG). Ini bukan lagi rumor atau isu sampingan ini nyata, berlebihan, dan harus segera ditanggapi. Suara deru sepeda motor, teriakan jajan anak sekolah, tawa bersahutan di lorong kelas semua itu jadi rutinitas biasa di Soe, ibu kota Timur Tengah Selatan, NTT. Tapi di hari Jumat, 3 Oktober 2025, suasana berubah drastis ratusan siswa yang mestinya sehat sekolah, justru terserang muntah, mual, hingga lemas setelah menyantap makanan dari program Makanan Bergizi Gratis (MBG).

Total siswa yang dilaporkan keracunan sampai malam tanggal 3 Oktober adalah 331 orang, mereka dirawat di empat posko KLB keracunan MBG posko RSUD Soe (154 orang), Posko Polres TTS (15 orang), Posko SD GMIT 2 Soe (152 orang), dan Posko Puskesmas kota (10 orang), sebagian besar korban sudah pulang (273 orang), namun masih 58 siswa yang dirawat karena gejala seperti mual, muntah, lemas, dan sakit perut. Korban berasal dari beberapa sekolah SD Oenasi, SD Advent, SD GMIT 2 Soe, SD Inpres, dan TK Oenasi.

Mengapa ini serius dan tak boleh diabaikan

Karena program yang seharusnya memberi manfaat menyediakan makanan sehat, membantu siswa yang mungkin kurang gizi kini sebaliknya jadi sumber masalah kesehatan massal. Semua pihak harus sadar. MBG bukan sekedar "gratis" ada tanggung jawab besar di baliknya. Standar keamanan pangan, kebersihan, mutu bahan baku, dan proses distribusi harus dijaga dengan ketat. Kesalahan sedkit saja bisa berdampak besar. Anak-anak yang terkena bukan hanya secara fisik ini juga ganggu kepercayaan orang tua terhadap sekolah dan pemerintah. Kalau kita teliti, ada beberapa hal yang bisa menjadi titik kegagalan dalam pelaksanaan program ini. Keamanan pangan dan kebersihan dapur, makanan bergizi hanya bermakna kalau disajikan dengan higenis. Jika bahan rusak, terlalu lama disimpan, atau proses memasak tidak memenuhi standar, risiko keracunan bisa muncul. Rantai distribusi dan suhu penyimpanan, bahka kalau dapur sudah baik, kalau makanan dikirim dalam kondisi buruk (terlalu lama, suhu tak dijaga) bisa memburuk. Kurangnya pengawasan dan audit acak, pemerintah pusat dan daerah harus punya sistem pengawasan rutin cek kebersihan dapur, sampling makanan, pelaporan langsung. Evaluasi respon cepat terhadap insiden pertama, bila ada keluhan pertama (anak merasa mual, muntah), harus segera dihentikan dan evaluasi. Tidak boleh ditunggu sampai banyak yang sakit. Pertanggungjawaban penyedia SPPG/Kontraktor, dalam kasus Soe, disebut bahwa dapur MBG lokal atau penyedia bahwa Satuan Pelaksanaan Pemenuhan Gizi (SPPG) terlibat. Mereka harus jelas status legal, kompetensi pengelolaan makanan, dan audit berkala.

Kita generasi penerus bangsa, punya hak bicara

Program pemerintah seperti MBG harus dikelola profesional, transparan, dan bertanggung jawab. Sekali terjadi keracunan massal, itu bukan lagi kesalahan kecil itu menunjukan ada yang salah dalam sistem. Pemerintah pusat harus segera melakukan evaluasi total dari penyedia bahan pangan, SOP pengelolahan, distribusi, pengawasan, hingga pelaporan insiden. Tidak cukup hanya permintaan maaf harus ada tindakan nyata (misalnya audit dapur MBG di lapangan, pelatihan pengelolaan makanan, inspeksi berkala, sertifikasi higienitas). Anak muda harus terus mengawasi dan meningkatkan agar kasus seperti ini tidak jadi "biasa". Program yang bagus pun bisa rusak jika pelaksanaannya lemah.

Suara dari anak muda. Dengarkan, pemerintah pusat kami bukan penonton pasif program MBG itu niatnya bagus, membantu anak-anak mendapatkan asupan gizi. Tapi kalau caranya asal-asalan, justru jadi sumber malapetaka. Seharusnya transparansi mutlak tiap dapur harus terbuka untuk audit publik, daftar bahkan baku dan laporan kesehatan harus bisa diakses publik. Pemerintah harus evaluasi menyeluruh mulai dari perizinan SPPG, standar operasional, sertifikasi kebersihan, hingga sistem pengaduan orang tua. Kalau ada penyedia yang lalai berat, harus ada sanksi tegas.

Pemerintah pusat harus lakukan Investigasi menyeluruh atas insiden di Soe dan daerah-daerah lainnya yang mengalami keracunan MBG. Libatkan dinas kesehatan, dan audit independen. Tegakan standar/prosedur kesehatan pangan untuk semua pihak yang produksi dan distribusi makanan MBG. Pastikan ada sertifikasi, suhu penyimpanan yang aman, kebersihan dapur. Transparansi dan keterlibatan masyarakat, orang tua siswa, guru, siswa sendiri harus bisa menyuarakan keluhan dan ikut memantau.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun