Dunia otomotif Indonesia sedang mengalami pergeseran besar. Di tengah dominasi kendaraan bermesin bensin dan solar yang telah berlangsung selama puluhan tahun, kini muncul "gelombang" baru yang tak terbendung: mobil listrik. Pertarungan antara keduanya tidak hanya menciptakan dinamika baru di pasar, tetapi juga mengubah cara pandang konsumen dan kebijakan pemerintah.
Gempuran Mobil Listrik yang Tak Terduga
Data dari Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menunjukkan tren kenaikan penjualan kendaraan listrik (EV) yang luar biasa. Pada tahun 2024, penjualan EV melonjak hingga 152% dibandingkan tahun sebelumnya, mencapai 43.188 unit. Angka ini terus meroket, bahkan pada semester pertama 2025, penjualan sudah menembus 42.136 unit. Lonjakan ini mengikis pangsa pasar mobil konvensional, terutama di segmen sedan, di mana EV bahkan telah mengambil alih lebih dari 50% pangsa pasar pada semester pertama 2025.
Pertumbuhan pesat ini didorong oleh beberapa faktor:
- Dukungan Pemerintah: Pemerintah Indonesia gencar mendorong adopsi EV melalui berbagai insentif, seperti pembebasan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bea Balik Nama (BBN), dan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB). Subsidi langsung juga membuat harga EV menjadi lebih kompetitif.
- Kesadaran Lingkungan: Isu polusi udara di kota-kota besar mendorong masyarakat untuk beralih ke kendaraan yang lebih ramah lingkungan. EV menawarkan solusi untuk mengurangi emisi karbon secara signifikan.
- Pilihan Produk Beragam: Semakin banyak produsen, terutama dari Tiongkok seperti BYD dan Wuling, yang menawarkan model EV dengan harga terjangkau dan teknologi canggih, membuat EV semakin menarik bagi konsumen.
Tantangan bagi Kendaraan Konvensional dan Mobil Listrik
Di balik euforia EV, pasar otomotif secara keseluruhan menghadapi tantangan, terutama pada kendaraan konvensional. Kenaikan PPN dan kondisi ekonomi yang tidak menentu membuat harga kendaraan konvensional menjadi lebih mahal, menahan minat beli konsumen. Penjualan mobil berbahan bakar bensin dilaporkan mengalami penurunan tajam di tahun 2024.
Meskipun demikian, mobil listrik juga tidak lepas dari tantangan:
- Infrastruktur Pengisian Daya: Jaringan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) masih terbatas, terutama di luar kota-kota besar. Ini menjadi kendala utama bagi pengguna yang sering melakukan perjalanan jarak jauh.
- Harga Awal yang Relatif Tinggi: Meskipun sudah ada insentif, harga pembelian EV masih lebih mahal dibandingkan mobil konvensional sekelasnya. Hal ini masih menjadi pertimbangan utama bagi sebagian besar konsumen.
Masa Depan Industri Otomotif Indonesia
Masa depan industri otomotif Indonesia tampaknya akan semakin didominasi oleh kendaraan listrik. Dengan cadangan nikel terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi pusat produksi baterai dan EV. Target pemerintah untuk memproduksi 600.000 unit EV secara domestik pada tahun 2030 menunjukkan komitmen kuat terhadap elektrifikasi.
Namun, persaingan antara mobil listrik dan konvensional akan terus berlanjut. Sementara EV terus berkembang dengan inovasi teknologi dan dukungan kebijakan, mobil konvensional masih memiliki pangsa pasar setia berkat jaringan purna jual yang luas, infrastruktur pengisian bahan bakar yang matang, dan harga yang lebih terjangkau di segmen-segmen tertentu.