Mohon tunggu...
Rinaldi Pahlevi
Rinaldi Pahlevi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Mahasiswa

-

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kepemimpinan Strategis Pangeran Diponegoro dalam Perang Melawan Penjajah

21 Mei 2024   22:07 Diperbarui: 30 Mei 2024   17:16 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sejarah bangsa Indonesia tercatat banyak melahirkan tokoh sekaligus pemimpin dalam upaya memperjuangkan hak bangsa atas kemerdekaan dari para penjajah. Kepemimpinan strategis dalam menghadapi berbagai tantangan tersebut perlu didasari oleh pengembangan strategi komprehensif yang melibatkan berbagai aspek masyarakat. 

Sun Tzu, seorang ahli strategi terkenal dari Cina mengatakan bahwa "strategi yang terbaik itu adalah bagaimana memenangkan perang tanpa harus bertempur". Selanjutnya dikatakan dalam The Art of War yaitu "kenali dirimu dan kenali lawanmu akan mengantar engkau kepada 100% kemenangan. Kenali dirimu tapi tidak mengenal lawan-lawanmu, mengantarkan kamu ke- 50% kesuksesan. 

Tidak mengenal dirimu dan tidak mengenal lawanmu, akan mengantarkan kamu kepada 100% kegagalan". Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan, kepemimpinan strategis dapat diartikan sebagai kemampuan yang dimiliki seorang pemimpin untuk merumuskan, mengkomunikasikan, dan mengimplementasikan suatu strategi agar berjalan secara efektif dan efisien berdasarkan fungsi serta visi atau tujuan yang telah ditetapkan.

Pangeran Diponegoro, salah satu tokoh nasional dalam sejarah perjuangan Indonesia melawan kolonialisme Belanda yang memiliki sejarah perang cukup fenomenal hingga bangsa lain mendokumentasikan biografi termasuk seni kepemimpinannya dalam pertempuran pada tahun 1825-1830. Hal itu diyakini mampu mempengaruhi cara pandang bangsa Eropa dalam menggunakan strategi perang. 

Pangeran Diponegoro lahir di Yogyakarta pada tanggal 11 November 1785 dari pasangan Raden Ayu Mangkorowati dan Raden Mas Surojo. Pangeran Diponegoro memiliki nama asli Raden Mas Mustahar yang kemudian diganti namanya menjadi Raden Mas Ontowiryo oleh kakeknya, Sultan Hamengkubuwono II. Pada tahun 1812 ketika ayahnya naik tahta menjadi Hamengkubuwono III, Raden Mas Ontowiryo diberikan gelar pangeran yang kemudian dikenal dengan nama Pangeran Diponegoro.  

Pada tahun 1825-1830 di Jawa Tengah dan sebagian Jawa Timur terjadi perang antara masyarakat Jawa yang berusaha memperebutkan hak bangsa atas kemerdekaan serta hak kepemilikan tanah airnya sendiri secara berdaulat dari penjajahan kolonialisme Belanda. 


Perjuangan tersebut selanjutnya dikenal dengan sebutan Perang Jawa atau Perang Diponegoro, yang mana saat itu Pangeran Diponegoro berperan sebagai pemimpin perlawanan masyarakat Jawa terhadap penjajah. Dalam perang tersebut, kepemimpinan strategis Pangeran Diponegoro setidaknya dapat terlihat dalam beberapa aspek, antara lain mulai dari adanya visi misi, analisis lingkungan, rencana dan implementasi strategi atau taktik, hingga tipe dan gaya kepemimpinan.

Berdasarkan serangkaian sebab atau pemicu terjadinya perang, Pangeran Diponegoro memiliki visi yang jelas dan mendasar dalam memimpin perlawanan terhadap penjajah dimana perjuangan yang dipimpinnya bukan atas nama kepentingan pribadi melainkan kepentingan bersama yaitu membebaskan tanah Jawa dari penindasan penjajah dan mengembalikan tatanan sosial yang adil dan berlandaskan nilai-nilai religius. 

Di samping itu, Pangeran Diponegoro memiliki misi yang berfokus untuk mengorganisir perlawanan secara luas dan sistematis melalui pendekatan ke berbagai elemen masyarakat untuk menggalang persatuan dan kesatuan untuk melawan penjajah. Pangeran Diponegoro yang memiliki latar belakang agama yang terbilang kuat, berupaya untuk menjadikannya sebagai bekal untuk meningkatkan semangat juang dan moral pasukannya melalui ajaran agama Islam dengan keyakinan bahwa perlawanan yang dilakukan terhadap penjajah adalah sebagai bagian dari jihad. Hal itulah yang membuat Pangeran Diponengoro berhasil menginspirasi hingga mendapat dukungan luas dari masyarakat Jawa untuk memimpin perlawanan terhadap penjajah

Dalam perang ini, dapat terlihat kecakapan serta pencermatan yang tajam dari Pangeran Diponegoro dalam menganalisis kekuatan serta kelemahan pihak musuh dan menjadikan pemahaman lingkungan terutama dari kondisi geografis sebagai keuntungan dalam melakukan perlawanan terhadap penajajah. Pangeran Diponegoro menyadari bahwa kondisi geografis di Jawa dengan bentuk medan yang terdiri dari pegunungan, hutan lebat, dan jaringan sungai yang kompleks dapat dimanfaatkan sebagai keuntungan dalam penerapan taktik gerilya. 

Adapun kelemahan pasukannya, seperti kekurangan persenjataan dan sumber daya, dapat disiasati dengan melihat peluang dari adanya ketidakpuasan masyarakat secara luas terhadap penjajah, yang mana dapat dikonversi menjadi sebuah dukungan aktif dalam bentuk logistik, informasi, dan rekrutmen pejuang. Dengan analisis lingkungan yang cermat ini, Pangeran Diponegoro mampu merencanakan dan mengimplementasikan strategi perang yang fleksibel dan adaptif berbasis lingkungan, menjadikan Perang Jawa sebagai salah satu perlawanan terbesar terhadap kolonialisme di Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun