Mohon tunggu...
Rionanda Dhamma Putra
Rionanda Dhamma Putra Mohon Tunggu... Penulis - Ingin tahu banyak hal.

Seorang pembelajar yang ingin tahu Website: https://rdp168.video.blog/ Qureta: https://www.qureta.com/profile/RDP Instagram: @rionandadhamma

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Maduro: Liberalisasi untuk Legitimasi Politik

4 Februari 2020   18:50 Diperbarui: 4 Februari 2020   18:55 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://www.nationalreview.com/2019/01/venezuela-nicolas-maduro-dictatorship-must-end/

Senin pagi kemarin, penulis menunggu dimulainya kelas. Sembari menunggu, penulis pun berselancar di Mbah Google. Ketika berselancar, perhatian penulis tertarik pada satu artikel berjudul "Venezuela's Capital Is Booming. Is This the End of the Revolution?". Tulisan dari Anatoly Kurmanaev dan Isayen Herrera sungguh menarik. Ia menceritakan suatu fenomena ekonomi baru di Venezuela.

Fenomena itu adalah liberalisasi ekonomi. Kini, pemerintah Venezuela sudah mengurangi intervensinya dalam bidang ekonomi. Deregulasi di berbagai sektor dilakukan dengan sangat cepat. Selain itu, mata uang Dollar AS juga diizinkan sebagai alat transaksi. Selanjutnya, pemerintah juga mulai mengizinkan investasi sektor swasta dalam minyak bumi. Terakhir, belanja pemerintah dalam program sosial dipotong.

Dampak liberalisasi ini langsung dirasakan oleh masyarakat. Khususnya kelas menengah dan kelas atas. Kini, toko-toko yang sebelumnya kehabisan bahan makanan mulai terisi oleh bahan pangan impor. Selain itu, barang-barang impor lain juga mulai membanjiri Venezuela. Mulai dari popok sampai mobil mewah. Kini, mereka dapat menikmati berbagai material goods yang hilang sejak krisis mendera.

Tensi politik masyarakat menurun berkat liberalisasi ini. Kini, keluhan dan amarah yang mereka ekspresikan lewat violent disorder mulai ditanggapi oleh pemerintah. Kesannya, kini pemerintahan Maduro menjadi pragmatis dan "mendengarkan suara rakyat". Lebih jauh lagi, akhirnya mereka terlihat mengerti akan penderitaan riil yang diderita Venezuelans.

Bisnis-bisnis baru juga menjamur berkat liberalisasi ini. Jutaan rakyat Venezuela yang menerima remitansi kini bebas menggunakan uang tersebut. Daya beli mereka meningkat secara instan. Digabungkan dengan deregulasi bisnis, ini memicu boom di wilayah-wilayah yang better off. Berbagai restoran, bar, dan lain sebagainya muncul untuk memanfaatkan peningkatan konsumerisme ini (Kurmanaev dan Herrera dalam nytimes.com, 2020).

Uniknya, sanksi ekonomi AS terhadap Venezuela justru mendorong boom ini. Fenomena ini tidak aneh dalam perekonomian yang mengalami isolasi dari negara luar. Adanya sanksi ekonomi mendorong kelas menengah dan kelas atas untuk membelanjakan uang mereka di dalam negeri. Dengan kata lain, mereka mendorong luxury goods spending di dalam negeri. Dampaknya, perekonomian domestik pun bertumbuh lebih pesat.

Sejauh ini, liberalisasi berdampak positif terhadap ekonomi Venezuela. Akan tetapi, bagaimana dengan rakyat kelas bawah yang tidak memiliki Dollar AS? Mereka tidak menikmati peningkatan kemakmuran tersebut. 

Mengapa? Sebab mereka bergantung pada program pemerintah yang menggunakan mata uang Bolivar. Daya beli mata uang ini sudah hancur karena hiperinflasi selama empat tahun terakhir. Sehingga, daya beli mereka mandek.

Lantas, perbedaan kenaikan daya beli inilah yang mendorong ketimpangan ekonomi di masyarakat Venezuela. Outcome ini kontras dengan retorika Maduro yang super-sosialis. Apalagi Beliau selalu menggunakan predikat "penerus pilihan Chavez" sebagai kartu truf. 

Seandainya Chavez masih hidup, Beliau pasti marah besar dengan Maduro. He would be rolling in his grave. Bayangkan, pria yang dipercaya sebagai penerus obor Revolusi Bolivarian justru mengakhiri revolusi tersebut.

Bahkan, mantan Wakil Presiden Chavez, Elias Jaua menanggapi reformasi ekonomi Maduro secara sinis (Kurmanaev dan Herrera dalam nytimes.com, 2020):

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun