Pada 10 Juli kemarin, Presiden Jokowi menyatakan akan mengumumkan lokasi ibu kota baru tahun ini. Tidak hanya itu, Beliau juga menyatakan timetable pemindahan ibukota secara keseluruhan. Dari timetable tersebut, Presiden Jokowi berharap pemindahan ibukota akan selesai pada masa jabatan Beliau.
Keputusan diselesaikan tahun 2019. Perencanaan dimulai pada tahun 2020. Selanjutnya, proses pembangunan dilaksanakan pada 2021-2023. Terakhir, pemindahan pusat pemerintahan dimulai pada 2024 (Kusuma dalam finance.detik.com, 2019).
Kemungkinan besar, ibukota baru kita akan berada di Kalimantan. Menurut hemat penulis, hal ini dilakukan untuk mendorong pembangunan bersifat Indonesia-sentris. Sehingga, tidak ada lagi cerita pembangunan hanya menggeliat di pulau Jawa. Harus ada spread effect pembangunan bagi seluruh wilayah di Indonesia.
Tetapi, spread effect tidak akan terjadi dengan pemindahan ibukota saja. Harus ada revolusi mental pembangunan yang mendasarinya. Sebuah perubahan dari physical progress mentality menuju human progress mentality. Artinya, mentalitas pembangunan harus diarahkan untuk mendorong standar hidup manusia. Bukan hanya menambah jumlah infrastruktur fisik yang tersedia.
Lantas, apa saja indikator human progress? Indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM) memberikan penjelasan yang sangat lugas. Pertama, peningkatan angka harapan hidup. Kedua, peningkatan angka harapan sekolah. Ketiga, peningkatan pendapatan nasional bruto per kapita (GNI per capita).
Angka harapan hidup dapat ditingkatkan dengan upaya preventive promotive. Upaya preventif dapat dimulai dengan menciptakan tata kota berkonsep 'Kota Hijau'. Sesuai dengan UU No. 26 Tahun 2007, 30% dari lahan ibukota baru harus digunakan sebagai lahan terbuka hijau. Selain itu, ibukota baru juga harus mendorong penggunaan transportasi publik ramah lingkungan. Sehingga, kualitas udara dan air terjaga.
Sementara, upaya promotif dapat dilakukan dengan layanan kesehatan 'jemput bola'. Provinsi Jawa Barat sudah memberikan contoh yang sangat baik. Mulai dari Layad Rawat, Mobile Puskesmas (MPUS). Sehingga, penduduk dapat dengan mudah mengakses layanan kesehatan. Ketika akses ini dipermudah, berbagai penyakit bisa segera ditangani sejak dini.
Ketika kualitas udara, air, serta layanan kesehatan mudah diakses, kesehatan penduduk pasti meningkat. Peningkatan kesehatan inilah yang menjadi kunci peningkatan harapan hidup.
Selanjutnya, angka harapan sekolah dapat ditingkatkan dengan menciptakan school choice system. Sistem ini jauh berbeda dengan Zonasi PPDB yang berlaku saat ini. Mengapa bisa jauh berbeda?
Dalam sistem ini, orangtua dan siswa dibebaskan untuk memilih sekolah melalui voucher pendidikan. Sementara, sekolah negeri, swasta, maupun madrasah akan berkompetisi bersama untuk mendapatkan murid. Kompetisi inilah yang mendorong setiap sekolah untuk memberikan pendidikan berkualitas terbaik. Tanpanya, orangtua serta siswa tidak mau memilih sekolah tersebut.
Salah satu contoh keberhasilan school choice system adalah di Florida, Amerika Serikat. Murid-murid yang mengikuti sistem ini 43% lebih mungkin masuk ke jenjang perguruan tinggi. Selain itu, mereka juga 20% lebih mungkin untuk memperoleh gelar sarjana (Haughey dalam thecentersquare.com, 2019). Ternyata, pendidikan yang berkualitas berhasil memperpanjang angka harapan sekolah.