"Seringkali begitu, meminta data berbentuk softcopy dan print out, katanya. Padahal itu data yang sama. Intinya 'kan mengolah data, bukan mengolah kertas."
Tujuan pengembangan dan penggunaan teknologi berwujud aplikasi sebenarnya bagus, yaitu memudahkan penggunanya dalam pekerjaan, tapi bagaimana jika ternyata penggunaan aplikasi-aplikasi yang jumlahnya tak cuma satu itu malah jadi malah merepotkan?
Sekarang sepertinya semuanya beramai-ramai berusaha membuat aplikasi macam-macam terkait pekerjaan, utamanya pekerjaan di pemerintahan.
Rata-rata namanya berusaha disingkat menjadi menarik dengan awalan suku kata "si--" yang merupakan singkatan dari sistem. Nyatanya tak semua sistem berjalan sebagaimana makna dan fungsi seharusnya.
Misalkan untuk perencanaan dan penganggaran saja ada dua sistem yang terpisah dan tidak terintegrasi, jadinya semua kegiatan yang sudah disusun lewat aplikasi perencanaan harus diinput ulang lagi di sistem keuangan, padahal angka dan jumlahnya adalah hal yang sama.Â
Lebih ribet lagi saat kode kegiatan pun berbeda. Setelah itu saat evaluasi angka-angka dan nama kegiatan yang sama itu, harus pula diiisikan ulang di aplikasi yang berbeda.
Bayangkan, satu data yang sama diinput di tiga aplikasi yang berbeda dalam jangka waktu yang tidak begitu jauh, makanya biasa kawan-kawan yang bekerja di bagian perencanaan dan keuangan sering mengeluhkan hal tersebut.
Karena seringkali terjadi masalah pada sinkronisasi data. Terkadang bingung kenapa tidak menggabungkan saja dalam satu aplikasi saja, padahal sering digembar-gemborkan istilah satu data.
Belum cukup sampai di situ, data-data perencanaan dan keuangan yang sama itu pula, nanti bakal diinput ulang lagi di aplikasi pelaporan lainnya.Â
Niatnya untuk memudahkan jadinya malah menyulitkan, belum lagi nantinya saat semua memiliki tenggat waktu yang nyaris bersamaan, sementara sumder daya manusia yang mampu mengerjakan dengan baik tidak tersebar merata di semua instansi.
Salah satu hal efek yang baik dari penerapan teknologi informasi di pekerjaan sebenarnya adalah tujuan mengurangi penggunaan kertas, paperless katanya.Â
Tapi tetap saja kertas-kertas itu masih diperlukan, menyedihkan kadang melihat penggunaan kertas yang seringkali cukup boros.
Kemarin malah mengalami kejadian yang lucu, data yang dimasukkan ke dalam aplikasi, bisa disimpan dalam bentuk file pdf. Sudah cukup kan melihat file itu dan dibuka pakai komputer.Â
Instansi induk yang mengelola data tersebut, mengirimkan rekapitulasi data tersebut ke kantor yang menginput data. Terus dminta untuk dicetak, lalu dikirim ulang ke instansi yang mengirimkan data tersebut.
Logikanya jadi membingungkan, data yang sudah mereka miliki, untuk apa lagi dikirimkan cuma sekedar untuk dicetak dan dikirimkan lagi.
Seringkali begitu, meminta data berbentuk softcopy dan print out, katanya. Padahal itu data yang sama. Intinya 'kan mengolah data, bukan mengolah kertas.
Sepertinya belum banyak yang paham makna penggunaan aplikasi dalam pekerjaan, terkadang ada beberapa data yang sebenarnya cukup mudah diolah dengan aplikasi sederhana seperti excell dan word.
Item-item data yang seharusnya dengan mudah dikerjakan malah menjadi rumit dan sulit karena harus dimasukan satu per satu ke kolom yang disediakan.
Apa memang jargon kalau bisa dipersulit kenapa harus dipermudah itu, malah menjadi paradoks dari penggunaan teknologi yang seharusnya membuat mudah dan ringkas segala sesuatu yang rumit dan sulit.
Semoga saja nanti benar-benar ada kebijakan untuk mempergunakan aplikasi yang ringkas dan mempermudah pekerjaan, tak lagi berlomba-lomba membuat aplikasi yang mempersulit dan kurang berfaedah.Â
Hal tersebut akan lebih mudah jika pengambil keputsan mengerti hakikat dari penggunaan aplikasi dan kaitannya dengan data.