Mohon tunggu...
R. Syrn
R. Syrn Mohon Tunggu... Lainnya - pesepeda. pembaca buku

tentang hidup, aku, kamu dan semesta

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Bukan Asap yang Dihisap, tapi Cokelat yang Disantap

26 Oktober 2022   18:33 Diperbarui: 26 Oktober 2022   19:20 378
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Repotnya beberapa kali pindah kantor, pasti ketemu rekan kerja yang suka sekali menghisap asap, alias merokok.  Sebenarnya tak menjadi masalah, asal tidak mengganggu orang sekitar. 

Kebetulan saya sendiri tak suka dengan asap rokok, selain aromanya tak nyaman di hidung, juga tentu saja tak enak di napas. Dulu sebenarnya pernah juga merokok sesekali, tapi untungnya tak pernah mendapatkan kenikmatan yang abadi, sampai akhirnya berhenti.  

Walau repotnya mulut saya juga agak terkadang ingin makanan tambahan yang dimakan setelah hidangan utama.  Jikalau teman perokok biasa mengepulkan asap dengan nikmat, mulut saya juga sibuk melumat coklat.

Beda dengan permen atau gula-gula yang lain, rasanya lebih nyaman di lidah dan di otak tiap kali cokelat usai disantap, walaupun cokelat yang harganya murah sekalipun. 

Mungkin karena konon coklat mengandung senyawa teobromin yang membuat hormon serotonin di dalam otak meningkat, serotonin ini yang bisa bikin perasaan senang gembira ria. Wah pantesan saja jikalau begitu.

Sampai saat ini cuma beberapa cokelat yang sering dinikmati, selain karena rasanya pas, harganya juga tak begitu mahal.  Lebih tepatnya dua macam cokelat.

Yang pertama adalah cokelat yang letaknya sering berjajar di depan kasir minimarket, tapi yang terfavorit adalah jenis fruit and nut.  Lucunya jenis ini cuma ada di minimarket berinisial huruf A. 

Paling menyenangkan di saat label harganya berwarna latar kuning, itu artinya cokelat itu sedang didiskon, seringkali potongan harganya cukup lumayan, jadi bisa beberapa batang untuk cadangan.

Cokelat kedua yang akhir-akhir ini sering dibeli adalah sebagaimana ada di foto itu. Harganya seribuan sebatang, belinya di samping warung makan ayam goreng langganan dekat kantor. 

Karena harganya murah sering belinya banyak sekaligus.  Sayangnya stok sebanyak itu tak bisa disimpan di laci kantor, karena terakhir kali malah jadi sumber makanan semut yang entah datang dari mana, dan entah kenapa mereka makannya di laci tapi lalu malah bikin sarang di keyboard komputer.

Sebenarnya ada satu lagi coklat favorit saya, yaitu dark chocolate yang biasa dijadikan topping donat.  Dulu sewaktu kuliah di Jogja pernah ada suatu masa rajin bikin donat sampai dibikin jualan anak-anak di sekolahnya, mungkin suatu saat hal menarik tersebut akan dikisahkan pula.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun