Mohon tunggu...
Dian Rahmawati
Dian Rahmawati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Suka belajar hal baru

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kisah dari Garis Imajiner Yogyakarta beserta Urutan, Makna, dan Filosofi

14 April 2021   10:56 Diperbarui: 14 April 2021   11:02 9585
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Garis imajiner Yogyakarta atau disebut juga sebagai Sumbu Filosofis Yogyakarta merupakan sebuah garis tegak imajiner (khayal) di Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat.

Garis ini merupakan garis lurus yang berawal dari Pantai Parangkusumo hingga merapi. Keberadaan garis imajiner ini menjadi keunikan tersendiri bagi Kota Yogyakarta.

Sumbu filosofis menceritakan mengenai proses kehidupan manusia yang berawal dari kelahiran hingga kematian.

Garis imajiner yang berawal dari Pantai Parangkusumo hingga Panggung Krapyak mengisahkan mengenai seorang manusia yang lahir dari seorang ibu hingga menuju masa anak-anak dan remaja. Garis ini ber.warna putih cerah dengan semburat berwarna biru muda terang.

Sedangkan garis imajiner dari Panggung Krapyak hingga Kraton dikisahkan perjalanan manusia dari remaja menuju fase dewasa. Ada istilah yang cukup terkenal mengenai Panggung Krapyak yaitu "Sangkan Paraning Dumadi". Sangkan yang dimaksud adalah peristiwa dari masa remaja menuju dewasa. Garis ini berwarna putih kelabu dengan semburat merah dibagian bawah dan sedikit warna hitam diantara warna putih kelabu dan merah

Berikutnya adalah garis imajiner yaitu dari Kraton hingga Tugu, pada garis ini merupakan kisah manusia pada fase dewasa yang mulai berserah diri kepada Tuhan yang Maha Kuasa dan semesta. Ada istilah bahwa Tugu merupakan gambaran dari "Manunggaling Kawula Gusti", selain itu ada "Paraning Dumadi" yang berarti 7 langkah menuju Sang Hyang Wenang.. Garis ini memiliki warna putih dengan semburat biru langit yang jelas dan sedikit sentuhan tosca dibagian tengah antara warna putih dan biru langit.

Garis imajiner yang terakhir yaitu, dari Tugu hingga Gunung merapi. Garis ini merupakan akhir dari kisah manusia yang berarti bahwa manusia telah menjadi satu dan menghadap dengan penciptaNya. Garis ini berwarna putih cerah polos tanpa semburat warna lain tapi pada ujung garis ada sedikit perpaduan warna hijau dan kuning tipis.

Namun, dari semua garis imajiner tersebut, Kraton Yogyakarta menjadi pusatnya.

Kraton dianggap suci karena diapit enam sungai secara simetris yaitu Sungai Code, Gajah Wong, Opak Winongo, Bedhog dan Sungai Progo.

Sebelum kesultanan itu berdiri disebutkan Sri Sultan Hamengku Buwono I telah memikirkan konsep penataan kota yang demikian unik. Beliau dinobatkan dan menguasai daerah Alas Mentaok yang sekarang menjadi Yogykarta.

Sri Sultan Hamengku Buwono I mulai membangun Kraton pada 9 Oktober 1755, prose pembangunan memakan waktu hingga satu tahun dan mulai digunakan pada 7 Oktober 1756.

Dalam membangun ibu kota kesultanan itu tidak sembarang. Banyak bangunan bersejarah dan monumental di Kota Yogyakarta yang desain pembangunannya dibuat sedemikian rupa sehingga berada dalam satu garis lurus yang membentuk sebuah sumbu imajiner.

Selain itu, membangun kota dengan konsep Catur Gatra Tunggal yang menyatuhkan elemen pemerintahan, ekonomi, social, dan agama. Di antaranya membangun Kraton Yogyakarta, Pasar Beringharjo, Alun-alun, dan Masjid Gedhe Kauman.

Setelah dibangunnya garis imajiner tersebut, Gunung Merapi menjadi titik paling utara dari garis itu.

Dalam legenda, Pulau Jawa dinilai tidak seimbang seperti sekarang. Kepercayaan masyarakat Jawa pulau itu miring ke sebelah barat. Penyebabnya, di ujung itu terdapat banyak gunung sedangkan ditengah dan timur tidak ada.

Isi buku Lucas Sasongko Triyoga yang berjudul "Manusia Jawa dan Gunung Merapi" ia menyebutkan bahwa untuk menyeimbangkan pulau jawa itulah, Dewa Krincingwesi kemudian memerintahkan untuk memindahkan Gunung Jamurdwipa di barat Pulau Jawa, ke tengah Pulau Jawa, tempat sekarang beridirnya Gunung Merapi.

Namun pemindahan Gunung Jamurdwipa ini mengalami kendali.

Salah satunya lantaran ada dua orang empu sakti yang hidup di tengah Pulau Jawa. Mereka yakni kakak beradik Empu Rama dan Permadi.

Para Dewa yang mendatangi kedua empu ini pun akhirnya mengakui kesaktiannya. Mereka meminta keduanya untuk berpindah karena tempat tersebut akan menjadi tempat ditancapkannya pasak bumi penyeimbang pulau jawa.

Namun kedua empu ini menolak dengan alasan mereka tengah mengerjakan keris yang harus dikerjakan hingga selesai. Jika mereka tidak menyelesaikan, maka akan terjadi kekacauan.

Dewa Krincingwesi mendengar perkataan mereka, ia muka lalu menjatuhkan Gunung Jamurdwipa diatas mereka. Kedua empu ini terkubur dalam keadaan hidup. Roh kedua empu dipercayai menjadi penjaga Gunung Merapi hingga saat ini. Keduanya bahkan menjabat sebagai raja dari semua makhluk halus di Merapi.

Begitulah kisah hubungan Kraton dengan Gunung Merapi, yang kerap dipercaya masyarakat Yogyakarta sebagai asal-usul dari garis imajiner(*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun