Mohon tunggu...
Rayhan Aulia Prakoso
Rayhan Aulia Prakoso Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Masih anak SMAN 10 Malang.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Apa yang Salah dari Sinetron Indonesia???

22 September 2012   13:03 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:54 1360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Penulis agak bosan mendengar teman penulis bercerita di kelas soal sinetron favoritnya. Mengapa? Karena, bagi penulis sendiri, sinetron produksi Indonesia sepertinya tidak bermutu. Yang penulis katakan tidak bermutu adalah kualitas cerita dan tentu saja ketidakpedulian terhadap moral. Tampaknya, para pembuat sinetron itu lupa bahwa dalam sinetron tak hanya dipentingkan laku dijual, tetapi etika moral juga penting, malah nomor satu. Selama ini, hampir semua sinetron menampilkan cerita yang menurut penulis agak 'menjijikkan', mengajarkan sikap amoral, dan sudah barang tentu akan kalah saing dengan sinetron dari luar negeri, terutama serial drama impor dari Korea dan Amerika.

Penulis sengaja mengangkat problematika yang satu ini agar pembaca mengetahui kebobrokan tayangan televisi akhir-akhir ini dan juga bisa memilah-milah tayangan mana yang baik dan tayangan mana yang buruk. Sekarang, permasalahannya, tayangan sinetron yang ceritanya kebanyakan berbumbu percintaan ini tak hanya ditonton orang dewasa saja. Remaja (yang notabene anak-anak sekolah), apalagi anak kecil yang masih 'bau kencur', juga asyik melototi sinetron. Padahal, kalau dilihat-lihat, jam tayang sinetron rata-rata pada saat jam belajar. Kalau anak-anak sekolah menonton sinetron di saat jam belajar, hampir pasti mereka tidak sempat membuka buku. Kalaupun sempat, antara belajar dengan menonton sinetron bisa dirasiokan 1:2. Artinya, porsi menonton sinetron lebih banyak ketimbang belajar. Para orangtua mulai saat ini harus pandai-pandai mengontrol tayangan-tayangan yang sering ditonton anaknya. Sebab, jika orangtua membiarkan jam belajar anaknya terbuang oleh sinetron, akan berdampak krusial bagi prestasi anak-anaknya di sekolah.

Masalah selanjutnya adalah muatan sinetron itu sendiri. Sebenarnya, penulis bersyukur ada sebuah sinetron yang bertema Islami, namun sayangnya hanya muncul setahun sekali (tepatnya saat Bulan Suci Ramadhan). Penulis perhatikan, seperti yang penulis katakan di atas, tema cerita yang diambil adalah percintaan. Tema itu sepertinya juga melekat pada sinetron yang ber-setting sekolah menengah. Selain tema percintaan, sifat glamour yang identik dengan orang elite perkotaan juga menghiasi sinetron. Masalah sifat glamour-nya, ini sangat berkebalikan dengan keadaan negeri ini, yang mana orang-orang melarat makin menumpuk. Seharusnya, sinetron juga menyoroti keadaan rakyat kecil yang kesulitan hidupnya tak berujung. Tema percintaan, tampaknya kurang pas, bahkan tidak pantas, apabila ditonton oleh anak-anak sekolah. Apalagi mereka-mereka itu, terutama yang masih SD, belum bisa membedakan mana yang baik dan mana yang jelek. Apabila mengambil setting sekolah, seharusnya menampilkan cerita sesuai dengan keadaan sekolah itu sendiri, bukannya disusupi percintaan yang terang-terang bukan untuk anak-anak sekolah.

Sebagai pemirsa yang bijak, alangkah baiknya kalau kita selektif dalam memilih tayangan agar kita terhindar dari efek buruknya. Dan, pertanyaan untuk para rumah produksi yang gencar memproduksi sinetron, apakah tidak bisa kalau memproduksi sinetron yang ceritanya berkualitas dan mendidik. Kalau bisa, mulailah dari sekarang memproduksi sinetron yang bermutu. Jangan hanya mementingkan uang, tapi pentingkan juga kualitas moral para penontonnya. Kalau tidak bisa, sebaiknya bubar saja!!!!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun