Sejak penayangan pertama kalinya pada tahun 1971, franchise Kamen Rider telah menjadi salah satu pilar utama dalam industri tokusatsu Jepang. Namun, dari tiga era besar yang telah dilalui sepanjang serial ini: Showa, Heisei, dan Reiwa. Era Heisei (1989-2019) sering dianggap sebagai puncak popularitas Kamen Rider, khususnya sejak debut pertama Kamen Rider Kuuga pada tahun 2000. Banyak penggemar dan kritikus berpendapat bahwa era Heisei bisa populer karena terdapat faktor inovasi kreatif, dampak budaya global, dan nostalgia kolektif. Meskipun era Reiwa telah membawa banyak inovasi dan visual efek yang lebih canggih, banyak penggemar lama dan baru yang sering menilai bahwa seri Kamen Rider sebelumnya, yaitu pada era Heisei lebih unggul dalam berbagai aspek. Lalu, apa yang membuat era Heisei lebih populer dibandingkan era Reiwa?
Penulisan cerita menjadi tonggak bagaimana sebuah film atau seri bisa dikatakan menarik. Salah satu kekuatan utama era Heisei terletak pada penulisan ceritanya, tokoh utama tidak lagi menjadi pahlawan tanpa cela yang lebih matang, gelap, dan penuh konflik baik eksternal atau internal. Seri seperti Kamen Rider Ryuki, Faiz, Blade, W, dan OOO, menawarkan narasi yang hanya mengadalkan aksi, tetapi ia juga mengeksplorasi emosi, moralitas, serta dilema antara hidup dan mati. Hal ini beresonansi dengan penonton remaja hingga dewasa yang mencari cerita dengan kedalaman emosi yang sesuai dengan usia mereka.
Jika kita membandingkan nya dengan beberapa seri Reiwa seperti Kamen Rider Saber atau Geats, yang meskipun memiliki tema unik, tetapi cenderung fokus pada visual dan pacing cepat yang kadang mengorbankan pembangunan karakter yang mendalam. Penonton lama juga merasa pergeseran target audiens yang terkadang menargetkan anak anak membuat seri Kamen Rider kehilangan kontemplatif dan konflik moral yang menjadi ciri khas era Heisei.
Era Heisei dibagi menjadi dua fase: Heisei awal (Kuuga hingga Decade) dan Neo Heisei (W hingga Zi-O). Setiap fase memiliki identitas unik tersendiri. Heisei awal cenderung memakai struktur misteri atau investigatif dengan pacing lambat, kekuatan temanya sendiri terletak pada konflik batin dan moral, seperti makna menjadi manusia, pengorbanan, dan identitas. Sedangkan Neo Heisei lebih banyak mengangkat hubungan antarkarakter dan tema sosial, yang membuat karakteristik Rider utama menjadi tokoh menjadi representasi keterbukaan dan tokoh yang interaktif dibandingkan karakter utama di Heisei awal.
Sebaliknya, beberapa seri Reiwa terasa sedang mencari bentuknya sendiri. Zero-one memang dipuji atas pendekatannya terhadap isu AI dan teknologi, namun setelahnya, seri seperti Revice dan Gotchard menghadirkan tema yang kadang membingungkan atau terlalu dipenuhi gimmick. Hal ini membuat Reiwa kurang dapat diingat dalam menyampaikan identitas dan arah naratifnya.
 Kamen Rider era Heisei sangat lihai dalam meramu formula yang bisa dinikmati oleh semua umur. Anak-anak bisa menikmati aksinya, sementara remaja dan dewasa bisa mengapresiasi lapisan cerita yang lebih dalam. Era Reiwa sendiri, sering terasa lebih berat ke arah hiburan anak-anak atau penuh dengan desain dan gimmick mainan, yang meskipun efektif secara penjualan, justru mengurangi daya tarik bagi penonton yang lebih tua.
Seri Kamen Rider era Heisei memiliki tempat istimewa dalam sejarah tokusatsu karena berhasil menciptakan keseimbangan antara hiburan dan refleksi, antara aksi dan narasi, antara nostalgia dan inovasi. Meski era Reiwa belum menyusul kesuksesan yang ditorehkan era Heisei, tapi ia terus berkembang dan memiliki potensi sama besarnya, ia masih menghadapi tantangan dalam menemukan identitasnya sendiri dan memuaskan basis penggemar yang luas. Popularitas bukan hanya soal efek visual atau kostum keren, melainkan soal emosi, makna, dan koneksi yang terjalin antara cerita dan penontonnya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI